Posted by : Welly
Thursday, September 18, 2014
Alkisah, di suatu pulau kecil tinggallah berbagai benda abstrak seperti Cinta, Kesedihan, Kegembiraan, Kekayaan, Kecantikan dan sebagainya. Mereka hidup berdampingan dengan baik. Namun suatu ketika, datang badai menghempas pulau kecil itu.
Semua penghuni pulau berusaha menyelamatkan diri. Cinta terlihat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tidak mempunyai perahu. Ia pun berlari ke tepi pantai mencari pertolongan. Pada saat itu, air laut sudah pasang dan membasahi kakinya.
Tak lama kemudian, Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu, “Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!,” teriak Cinta. “Aduh! Maaf Cinta, aku tidak dapat menyertakanmu, nanti perahu ini tenggelam,” kata Kekayaan sambil cepat-cepat mengayuh perahunya pergi. Cinta pun merasa sedih, namun tak lama kemudian dilihatnyalah Kegembiraan melintas dengan perahunya. “Kegembiraan! Tolong aku!,” teriak Cinta. Namun Kegembiraan terlalu gembira karena ia menemukan perahu sehingga ia tidak dapat mendengar teriakan Cinta. Air laut semakin tinggi membasahi pinggang Cinta. Ia pun semakin panik, tapi kepanikannya tidak berlangsung lama karena Kecantikan melintas dengan perahunya. “Kecantikan! Bawalah aku bersamamu!,” teriak Cinta. “Wah, Cinta kamu basah dan kotor. Aku tidak bisa membawamu, nanti kau mengotori perahuku yang indah ini,” jawab Kecantikan. Cinta sangat sedih mendengarnya. Ia pun mulai menangis terisak-isak. Pada saat itulah Kesedihan melintas. “Oh Kesedihan, bawalah aku bersamamu!,” kata Cinta. “Maaf Cinta, aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja,” kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya. Cinta pun merasa putus asa, karena ia merasakan air laut sudah hampir menenggelamkannya. Pada saat kritis itu tiba-tiba terdengar suara, “Cinta! Mari cepat naik ke perahuku!”
Cinta menoleh ke arah suara itu dan cepat-cepat naik ke perahu, tepat sebelum air menenggelamkannya. Di pulau terdekat, Cinta turun dan perahu itu langsung pergi. Pada saat itu barulah Cinta sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa yang menolongnya. Cinta segera bertanya pada penduduk pulau itu. “Yang tadi adalah Waktu,” kata penduduk di pulau itu. “Tapi, mengapa ia menyelamatkan aku? Aku tidak mengenalinya. Bahkan teman-temanku yang mengenalku pun enggan menolongku,” tanya Cinta heran.
“Sebab, hanya waktulah yang tahu berapa nilai sesungguhnya dari cinta itu”.
Caberawit
Semua penghuni pulau berusaha menyelamatkan diri. Cinta terlihat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tidak mempunyai perahu. Ia pun berlari ke tepi pantai mencari pertolongan. Pada saat itu, air laut sudah pasang dan membasahi kakinya.
Tak lama kemudian, Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu, “Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!,” teriak Cinta. “Aduh! Maaf Cinta, aku tidak dapat menyertakanmu, nanti perahu ini tenggelam,” kata Kekayaan sambil cepat-cepat mengayuh perahunya pergi. Cinta pun merasa sedih, namun tak lama kemudian dilihatnyalah Kegembiraan melintas dengan perahunya. “Kegembiraan! Tolong aku!,” teriak Cinta. Namun Kegembiraan terlalu gembira karena ia menemukan perahu sehingga ia tidak dapat mendengar teriakan Cinta. Air laut semakin tinggi membasahi pinggang Cinta. Ia pun semakin panik, tapi kepanikannya tidak berlangsung lama karena Kecantikan melintas dengan perahunya. “Kecantikan! Bawalah aku bersamamu!,” teriak Cinta. “Wah, Cinta kamu basah dan kotor. Aku tidak bisa membawamu, nanti kau mengotori perahuku yang indah ini,” jawab Kecantikan. Cinta sangat sedih mendengarnya. Ia pun mulai menangis terisak-isak. Pada saat itulah Kesedihan melintas. “Oh Kesedihan, bawalah aku bersamamu!,” kata Cinta. “Maaf Cinta, aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja,” kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya. Cinta pun merasa putus asa, karena ia merasakan air laut sudah hampir menenggelamkannya. Pada saat kritis itu tiba-tiba terdengar suara, “Cinta! Mari cepat naik ke perahuku!”
Cinta menoleh ke arah suara itu dan cepat-cepat naik ke perahu, tepat sebelum air menenggelamkannya. Di pulau terdekat, Cinta turun dan perahu itu langsung pergi. Pada saat itu barulah Cinta sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa yang menolongnya. Cinta segera bertanya pada penduduk pulau itu. “Yang tadi adalah Waktu,” kata penduduk di pulau itu. “Tapi, mengapa ia menyelamatkan aku? Aku tidak mengenalinya. Bahkan teman-temanku yang mengenalku pun enggan menolongku,” tanya Cinta heran.
“Sebab, hanya waktulah yang tahu berapa nilai sesungguhnya dari cinta itu”.
Caberawit