Posted by : Welly
Monday, March 19, 2012
Di daerah Sumatera Utara, telah berkembang sebuah cerita lama, namun alur ceritanya sedikit berbeda dengan apa yang telah dikemukakan di atas. Cerita ini mengisahkan bahwa pada zaman dahulu kala di daerah Sumatera Utara, berdiri sebuah kerajaan besar bernama Kerajaan Purnama yang diperintah oleh Raja Indra Sakti, seorang Raja yang terkenal adil dan bijkasana. Negeri yang dipimpinnya tersebut selalu dalam suasana aman sejahtera dan makmur sentosa. Setelah mangkat, sang Raja tidak digantikan oleh putranya, karena masih kecil. Maka kemudian, sang Raja digantikan oleh seorang Panglima Kerajaan bernama Badau yang memiliki sifat angkuh dan sombong. Sejak Panglima Badau memerintah, Negeri Purnama menjadi kacau balau. Seluruh rakyatnya menjadi resah dan menderita. Di akhir cerita ini, yang memulihkan keadaan yang sedang kacau balau tersebut, bukan dari keluarga raja, melainkan seorang pemuda dari keluarga rakyat biasa bernama Kelana Sakti. Cerita ini sangat populer di kalangan masyarakat Sumatera Utara, Indonesia, yang dikenal dengan Kisah Kelana Sakti.
Konon, di daerah Sumatera Utara berdiri sebuah kerajaan besar bernama Purnama. Kerajaan itu dipimpin oleh raja Indra Sakti yang adil dan bijaksana. Seluruh rakyatnya hidup makmur dan sejahtera.
Pada zaman itu, di salah satu desa terpencil yang menjadi wilayah kerajaan Purnama, hiduplah sepasang suami istri dengan seorang putra yang sudah remaja bernama Kelana Sakti. Kelana Sakti adalah anak yang baik hati dan rajin. Setiap hari dia membantu ayah dan ibunya bekerja di sawah dan di kebun. Karena semua anggota keluarga itu rajin bekerja, maka kebutuhan hidup mereka tercukupi. Kehidupan mereka pun sangat tenteram.
Suatu hari, tersebar kabar bahwa Raja Indra Sakti sakit keras. Banyak sudah tabib yang didatangkan dari berbagai negeri. Namun, sang Raja masih juga terbaring lemah. Permaisuri dan kerabat raja sudah pasrah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Hari terus berjalan. Kesehatan sang Raja semakin memburuk. Sepertinya sang Raja mempunyai firasat yang kurang baik. “Permaisuriku, sepertinya hidupku tidak akan lama lagi. Tolong panggilkan Panglima Badau,” kata sang Raja dengan suara lemah.
Mendengar perintah sang Raja, Permaisuri pun segera memanggil Panglima Badau. Tak lama, Panglima Badau pun sudah berdiri di samping pembaringannya. Sang Raja kemudian menitipkan kerajaan dan putranya yang masih kanak-kanak kepada Panglima Badau. “Panglima Badau! seru sang Raja. “Hamba Baginda Raja. Ada apa gerangan Baginda memanggil Hamba,” sahut Panglima Badau. “Hidupku mungkin tak akan lama lagi. Tolong pelihara kerajaan ini dengan baik. Aku titipkan putraku kepadamu. Kelak jika sudah besar, nobatkan dia menjadi Raja di Negeri ini”, pesan sang Raja pada Panglima Badau. “Baik, Baginda. Hamba akan laksanakan semua pesan Baginda,” jawab Panglima Badau sambil memberi hormat. Tak lama berselang, sang Raja menghembuskan napasnya yang terakhir.
Kabar kematian sang Raja membuat rakyat Purnama bersedih hati. Seluruh negeri turut berduka. Pada hari pemakaman sang Raja, langit tampak kelabu seperti turut bersedih. Apakah ini sebuah pertanda? Pertanda negeri ini akan ada bencana besar. Ah, semoga saja tidak terjadi apa-apa di negeri ini.
Tidak berapa lama setelah kematian sang Raja, Panglima Badau menobatkan dirinya sebagai raja sampai sang Pangeran dewasa. Sejak menjadi raja, Badau suka berfoya-foya. Setiap hari berpesta pora dan bermabuk-mabukan. Badau lupa pada tugasnya sebagai raja. Kerajaan tak terurus dan kacau balau. Kesejahteraan rakyat pun tidak diperhatikan.
Karena setiap hari digunakan untuk berpesta, lama-kelamaan harta istana habis. Badau kemudian memerintahkan prajuritnya untuk menarik pajak lebih banyak lagi. Tak jarang, harta rakyat diminta dengan paksa oleh raja yang zalim itu. Jika melawan, mereka akan disiksa dan dipenjarakan.
Sejak dipimpin Badau, rakyat sangat menderita. Kejahatan merajalela. Pasar-pasar menjadi sepi. Para pedagang takut dagangannya dirampas prajurit-prajurit raja. Para petani juga takut meninggalkan rumahnya, karena takut hartanya dicuri. Akibatnya, hasil pertanian mereka kurang baik. Melihat keadaan itu, keluarga raja sangat kecewa. Tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Badau yang kejam itu akan memenjarakan siapa saja yang menentangnya.
Suatu sore, Kelana Sakti terlihat duduk-duduk bersama ayah dan ibunya. Tiba-tiba datang beberapa prajurit mendatangi rumahnya. “Serahkan harta kalian!” bentak salah seorang prajurit dengan kasar.
Kelana dan ayahnya berusaha mempertahankan harta benda yang mereka miliki. Namun mereka kalah kuat. Kelana dan ayahnya dihajar para prajurit itu. “Tolong, jangan sakiti anak dan suamiku. Ambillah harta yang kalian inginkan,” Ibu Kelana mengiba. “Sudah, jangan cerewet. Ayo ikut kami ke istana!” bentak seorang prajurit sambil menyeret ibu dan ayah Kelana. Melihat ibu dan ayahnya diseret, Kelana berteriak-teriak memanggil ibu dan ayahnya, “Ayah…Ibu…, jangan bawa ibu dan ayah saya, tuan!” Teriakan Kelana itu membuat para prajurit kerajaan tambah jengkel. Tiba-tiba, beberapa prajurit mendekati Kelana dan menghajarnya hingga pingsan. Setelah itu, prajurit tersebut pergi meninggalkan Kelana yang masih tergeletak di tanah.
Beberapa saat kemudian, Kelana siuman. “Saya ada dimana? Bagaimana dengan ayah dan ibu saya?” tanya Kelana bingung. “Janganlah bersedih, cucuku. Ayah dan ibumu telah dibawa oleh para prajarit ke istana. Tenanglah, kakek akan menolongmu. Tinggallah bersama kakek di sini,” jawab kakek yang tak dikenalnya itu. Kelana kemudian tinggal bersama sang Kakek. Dia diajari berbagai ilmu beladiri dan ilmu pengobatan. Kelana tumbuh menjadi pemuda yang pemberani dan baik budi. Dia telah menguasai berbagai ilmu yang telah diberikan sang Kakek.
Sementara itu, kekacauan dan kejahatan di Kerajaan Purnama semakin merajalela. Sebagai pemuda yang mencintai kedamaian, Kelana tidak tega melihat penderitaan rakyat. Dia sering duduk termenung memikirkan rakyat. Dia juga selalu teringat ayah dan ibunya yang dibawa prajurit. “Aku harus melawan raja zalim itu. Aku juga harus membebaskan ayah-ibu dan rakyat Purnama yang tidak berdosa,” gumam Kelana.
Kelana kemudian mengumpulkan para pemuda di Kerajaan Purnama. Mereka dilatih beladiri dan dibekali strategi berperang oleh kakek itu. Setelah melakukan persiapan secukupnya, Kelana dan para pemuda pun menyerang istana. Raja Badau yang kejam itu pun dapat dikalahkan.
Keluarga raja dan rakyat Purnama pun menjadi senang, karena mereka tidak diperintah lagi oleh raja yang zalim itu. Atas jasa-jasanya tersebut, Kelana diangkat menjadi raja sampai putra Raja Indra Sakti dewasa. Dia memimpin Kerajaan Purnama dengan adil dan bijaksana. Negeri Purnama kembali menjadi kerajaan yang makmur.
Konon, di daerah Sumatera Utara berdiri sebuah kerajaan besar bernama Purnama. Kerajaan itu dipimpin oleh raja Indra Sakti yang adil dan bijaksana. Seluruh rakyatnya hidup makmur dan sejahtera.
Pada zaman itu, di salah satu desa terpencil yang menjadi wilayah kerajaan Purnama, hiduplah sepasang suami istri dengan seorang putra yang sudah remaja bernama Kelana Sakti. Kelana Sakti adalah anak yang baik hati dan rajin. Setiap hari dia membantu ayah dan ibunya bekerja di sawah dan di kebun. Karena semua anggota keluarga itu rajin bekerja, maka kebutuhan hidup mereka tercukupi. Kehidupan mereka pun sangat tenteram.
Suatu hari, tersebar kabar bahwa Raja Indra Sakti sakit keras. Banyak sudah tabib yang didatangkan dari berbagai negeri. Namun, sang Raja masih juga terbaring lemah. Permaisuri dan kerabat raja sudah pasrah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Hari terus berjalan. Kesehatan sang Raja semakin memburuk. Sepertinya sang Raja mempunyai firasat yang kurang baik. “Permaisuriku, sepertinya hidupku tidak akan lama lagi. Tolong panggilkan Panglima Badau,” kata sang Raja dengan suara lemah.
Mendengar perintah sang Raja, Permaisuri pun segera memanggil Panglima Badau. Tak lama, Panglima Badau pun sudah berdiri di samping pembaringannya. Sang Raja kemudian menitipkan kerajaan dan putranya yang masih kanak-kanak kepada Panglima Badau. “Panglima Badau! seru sang Raja. “Hamba Baginda Raja. Ada apa gerangan Baginda memanggil Hamba,” sahut Panglima Badau. “Hidupku mungkin tak akan lama lagi. Tolong pelihara kerajaan ini dengan baik. Aku titipkan putraku kepadamu. Kelak jika sudah besar, nobatkan dia menjadi Raja di Negeri ini”, pesan sang Raja pada Panglima Badau. “Baik, Baginda. Hamba akan laksanakan semua pesan Baginda,” jawab Panglima Badau sambil memberi hormat. Tak lama berselang, sang Raja menghembuskan napasnya yang terakhir.
Kabar kematian sang Raja membuat rakyat Purnama bersedih hati. Seluruh negeri turut berduka. Pada hari pemakaman sang Raja, langit tampak kelabu seperti turut bersedih. Apakah ini sebuah pertanda? Pertanda negeri ini akan ada bencana besar. Ah, semoga saja tidak terjadi apa-apa di negeri ini.
Tidak berapa lama setelah kematian sang Raja, Panglima Badau menobatkan dirinya sebagai raja sampai sang Pangeran dewasa. Sejak menjadi raja, Badau suka berfoya-foya. Setiap hari berpesta pora dan bermabuk-mabukan. Badau lupa pada tugasnya sebagai raja. Kerajaan tak terurus dan kacau balau. Kesejahteraan rakyat pun tidak diperhatikan.
Karena setiap hari digunakan untuk berpesta, lama-kelamaan harta istana habis. Badau kemudian memerintahkan prajuritnya untuk menarik pajak lebih banyak lagi. Tak jarang, harta rakyat diminta dengan paksa oleh raja yang zalim itu. Jika melawan, mereka akan disiksa dan dipenjarakan.
Sejak dipimpin Badau, rakyat sangat menderita. Kejahatan merajalela. Pasar-pasar menjadi sepi. Para pedagang takut dagangannya dirampas prajurit-prajurit raja. Para petani juga takut meninggalkan rumahnya, karena takut hartanya dicuri. Akibatnya, hasil pertanian mereka kurang baik. Melihat keadaan itu, keluarga raja sangat kecewa. Tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Badau yang kejam itu akan memenjarakan siapa saja yang menentangnya.
Suatu sore, Kelana Sakti terlihat duduk-duduk bersama ayah dan ibunya. Tiba-tiba datang beberapa prajurit mendatangi rumahnya. “Serahkan harta kalian!” bentak salah seorang prajurit dengan kasar.
Kelana dan ayahnya berusaha mempertahankan harta benda yang mereka miliki. Namun mereka kalah kuat. Kelana dan ayahnya dihajar para prajurit itu. “Tolong, jangan sakiti anak dan suamiku. Ambillah harta yang kalian inginkan,” Ibu Kelana mengiba. “Sudah, jangan cerewet. Ayo ikut kami ke istana!” bentak seorang prajurit sambil menyeret ibu dan ayah Kelana. Melihat ibu dan ayahnya diseret, Kelana berteriak-teriak memanggil ibu dan ayahnya, “Ayah…Ibu…, jangan bawa ibu dan ayah saya, tuan!” Teriakan Kelana itu membuat para prajurit kerajaan tambah jengkel. Tiba-tiba, beberapa prajurit mendekati Kelana dan menghajarnya hingga pingsan. Setelah itu, prajurit tersebut pergi meninggalkan Kelana yang masih tergeletak di tanah.
Beberapa saat kemudian, Kelana siuman. “Saya ada dimana? Bagaimana dengan ayah dan ibu saya?” tanya Kelana bingung. “Janganlah bersedih, cucuku. Ayah dan ibumu telah dibawa oleh para prajarit ke istana. Tenanglah, kakek akan menolongmu. Tinggallah bersama kakek di sini,” jawab kakek yang tak dikenalnya itu. Kelana kemudian tinggal bersama sang Kakek. Dia diajari berbagai ilmu beladiri dan ilmu pengobatan. Kelana tumbuh menjadi pemuda yang pemberani dan baik budi. Dia telah menguasai berbagai ilmu yang telah diberikan sang Kakek.
Sementara itu, kekacauan dan kejahatan di Kerajaan Purnama semakin merajalela. Sebagai pemuda yang mencintai kedamaian, Kelana tidak tega melihat penderitaan rakyat. Dia sering duduk termenung memikirkan rakyat. Dia juga selalu teringat ayah dan ibunya yang dibawa prajurit. “Aku harus melawan raja zalim itu. Aku juga harus membebaskan ayah-ibu dan rakyat Purnama yang tidak berdosa,” gumam Kelana.
Kelana kemudian mengumpulkan para pemuda di Kerajaan Purnama. Mereka dilatih beladiri dan dibekali strategi berperang oleh kakek itu. Setelah melakukan persiapan secukupnya, Kelana dan para pemuda pun menyerang istana. Raja Badau yang kejam itu pun dapat dikalahkan.
Keluarga raja dan rakyat Purnama pun menjadi senang, karena mereka tidak diperintah lagi oleh raja yang zalim itu. Atas jasa-jasanya tersebut, Kelana diangkat menjadi raja sampai putra Raja Indra Sakti dewasa. Dia memimpin Kerajaan Purnama dengan adil dan bijaksana. Negeri Purnama kembali menjadi kerajaan yang makmur.