Archive for 2013
Pemandagan menakjubkan via Satelit
Koleksi gambar menakjubkan yang di foto via satelit di berbagai tempat di seluruh dunia pada tahun 2013
ini, memaparkan pemandangan bumi dari ruang angkasa yang sungguh
mengagumkan.
Pulau berbentuk jantung, Croatia |
Terumbu Sawar Besar, pantai timur Australia |
Gambar satelit kebakaran, Pulau Tasmania, Australia |
Pulau Mutiara, Doha, Qatar |
Gunung berapi Vesuvius, Naples, Itali |
Sungai Colorado, AS |
Siapakah penemu Listrik
penemu listrik - Michael FaradayDari nama-nama para jagoan terbaik dibidang kelistrikan diatas, kita tetap harus mengingat satu nama yang paling memiliki jasa dan merupakan perintis dalam hal penelitian mengenai magnet dan listrik (awal cikal bakal teori penemu listrik). Yang mungkin pula bisa sebagai nominasi penemu listrik pertama dunia. Namanya adalah Michael Faraday yang merupakan ilmuan kelahiran inggris pada tanggal 22 September 1771, di Newington Butts Inggris. Memiliki seorang ayah tukang besi yang harus menafkahi kesepuluh anaknya. Karena itu tak heran ayahnya tidak bisa menyekolahkan anak-anaknya termasuk juga Faraday. Di umur 14 th Faraday sudah membantu keluarganya dengan berkerja penjilidan buku serta menjual buku. Di saat senggang ia pun sempatkan untuk membaca bermacam macam buku, terutama buku tentang IPA; Kimia dan Fisika.
Sejarah Penemu Listrik Pertama Dunia
Awal penemu listrik pertama – Diumur 20 tahun, iapun ikut mendengarkan sejumlah ceramah oleh ilmuwan inggris terkenal. Diantaranya ialah oleh Sir Humphry Davy yang merupakan ahli kimia dan juga seorang kepala laboratorium dari Royal Institution. Setiap ceramah yang diikutinya, Faraday selalu membuat suatu catatan dgn teliti kemudian menyalinnya lagi. Salinan catatan yang telah ia buat dengan rapi sedemekian rupa itulah yang ia kirim ke Humphry Davy dan dilampiri pula surat lemaran pekerjaan. Tertarik dengan hasil kerjanya, sang dosenpun mengangkat Faraday menjadi asistennya di Lab Universitas yang terkenal di kota London. Usianya pada saat itu baru 21 tahun.
Berada dibawah bimbingannya Davy, Faraday pun mengalami kemajuan yang pesat. Pada mulanya dia bekerja sbg pencuci botol saja, tapi karena gigihnya dalam belajar ia dalam waktu yang singkat membuat suatu penemuan baru hasil kreasi sendiri. Penemuannya itu berupa dua senyama kloro-karbon serta sukses membuat gas klorin seta gas lainnya menjadi cair. Karena kepandaianya itu, ia bisa berhubungan dgn ahli-ahli ternama seperti Andre Marie Ampere. Ia juga diajak oleh Davy untuk keliling Eropa bersama-sama, dimana dikesempatan itu ia mulai meningkatkan ilmu pengetahuan yang teoritis dan praktis.
Davy adalah sosok yang memiliki pengaruh besar pada pemikiran-pemikiran Faraday yang menghasilkan penemuan-penemuan listrik. Pada tahun 1821, Faraday mengemukakan sebuah penemuan pertamana yang penting didunia kelistrikan. 2 th sebelum tahun itu, Oersted sudah memecahkan bahwa jarum dari kompas magnet umumnya bisa beralih bila aliran listrik mengalir dikawat yg tak saling menjauhi. Atas temuan tersebut, Faraday membuat doktrin, bila magnet didekatkan, yg berjalan malah sang kawat. Bereaksi pada permikiran awal ini, ia sukses membangun sebuak rangkaian yg kentara dimana kawat bakal secara berkelanjutan memutar berapit dgn magnet selama aliran listrik masih mengalir dikawat.
Bukti Sebagai Penemu Listrik Pertama Dunia
Bukti penemu listrik – Sebenarnya, dlm kenyataan tersebut Faraday telah menciptakan motor listrik yg pertama didunia, yaitu sebuah rangkaian pertama yg memakai aliran listrik sebagai sumber penggerak benda. Bagaimanapun anggapan bahwa penemuannya primitif, tetapi tidak dapat dipungkiri merupakan cikal bakal atas seluruh motor listrik yg dipakai pada zaman sekarang. Semenjak temuannya yg pertama di th 1821, Michael Faraday yang merupakan seorang ilmuwan otodidak, mulai dikenal namanya. Penemuannya tersebut telah diakui menjadi gerbang utama menuju era modern kelistrikan.
Saat melakukan berbagai percoban di tahun 1831, sang penemu listrik mendapati bahwasannya apabila magnet dilewati potongan kawat, maka aliran listrik masuk ke kawat, yang kemudian magnetnya berjalan. Kondisi tersebut dinamai “pengaruh elektromagnetik” yg juga temuan tersebut diberi nama “Hukum Faraday”. Temuan tersebut diakui sbg temuan yg bersejarah. Kenapa? Satu, Hukum Faraday mempunyai makna besar dlm perpautannya dgn pemahaman teoritis kita ttg elektromagnetik. Dua, elektromagnetik bisa dipakai sbg pengerak yg secara berkelanjutan atas aliran arus listrik sebagaimana yg dipraktekkan Faraday ketika membuat dinamo listrik untuk pertama kalinya.
Karakter Sosok Penemu Listrik Pertama Dunia
(Kepribadian penemu listrik pertama) Dgn bermacam-macam penemuannya itu, maka tidaklah membual bila Sang Penemu Listrik disebut sebagai satu diantara tokoh yg sudah memberikan sumbangsih keilmuan yang terbesar bagi umat manusia. Dia orang yg begitu sederhana, orang giat belajar dgn autodidak hingga menjadi seorang penemu. Bukti sosok sederhananya dia, telah ditunjukkannya dengan menolak pemberian gelar bangsawan serta menolak dijadikan sebagai ketua British Royal Society. Disebabkan perihal kesehatan, Michael Faraday baru menghentikan penelitiannya. Namun demikian, dia tetap terus bekerja menjadi dosen hingga 1861. Diapun wafat di tgl dua puluh lima agustus 1867, dan dikebumikan di Inggris dekat dengan kota London.
Penemu listrik pertama di dunia itu sebenarnya siapa sih? Nah, diartikel kali ini saya tuliskan mengenai sejarah dari awal sekali bagaimana dan siapa penemu yang sesungguhnya. Ok, bila dilihat dari sejarah awalnya penemuan listrik maka nama patut dituliskan adalah Thales. Ia adalah seorang cendikiawan Yunani yang menemukan fenomena dari batu ambar, yaitu arus listrik yang terjadi ketika batu ambar digosok-gosok akan bisa menarik bulu. Bertahun-tahun kemudian setelah penemuan Thales di kemuka kan, barulah bermunculan teori dan pendapat mengenai kelistrikan seperti oleh Ampere Michael Faraday; Oersted; Willian Gilbert; Charles De Coulomb; Joseph Priestley; dan lain-lain.
Source : femmy web
Sejarah Penemu Listrik Pertama Dunia
Awal penemu listrik pertama – Diumur 20 tahun, iapun ikut mendengarkan sejumlah ceramah oleh ilmuwan inggris terkenal. Diantaranya ialah oleh Sir Humphry Davy yang merupakan ahli kimia dan juga seorang kepala laboratorium dari Royal Institution. Setiap ceramah yang diikutinya, Faraday selalu membuat suatu catatan dgn teliti kemudian menyalinnya lagi. Salinan catatan yang telah ia buat dengan rapi sedemekian rupa itulah yang ia kirim ke Humphry Davy dan dilampiri pula surat lemaran pekerjaan. Tertarik dengan hasil kerjanya, sang dosenpun mengangkat Faraday menjadi asistennya di Lab Universitas yang terkenal di kota London. Usianya pada saat itu baru 21 tahun.
Berada dibawah bimbingannya Davy, Faraday pun mengalami kemajuan yang pesat. Pada mulanya dia bekerja sbg pencuci botol saja, tapi karena gigihnya dalam belajar ia dalam waktu yang singkat membuat suatu penemuan baru hasil kreasi sendiri. Penemuannya itu berupa dua senyama kloro-karbon serta sukses membuat gas klorin seta gas lainnya menjadi cair. Karena kepandaianya itu, ia bisa berhubungan dgn ahli-ahli ternama seperti Andre Marie Ampere. Ia juga diajak oleh Davy untuk keliling Eropa bersama-sama, dimana dikesempatan itu ia mulai meningkatkan ilmu pengetahuan yang teoritis dan praktis.
Davy adalah sosok yang memiliki pengaruh besar pada pemikiran-pemikiran Faraday yang menghasilkan penemuan-penemuan listrik. Pada tahun 1821, Faraday mengemukakan sebuah penemuan pertamana yang penting didunia kelistrikan. 2 th sebelum tahun itu, Oersted sudah memecahkan bahwa jarum dari kompas magnet umumnya bisa beralih bila aliran listrik mengalir dikawat yg tak saling menjauhi. Atas temuan tersebut, Faraday membuat doktrin, bila magnet didekatkan, yg berjalan malah sang kawat. Bereaksi pada permikiran awal ini, ia sukses membangun sebuak rangkaian yg kentara dimana kawat bakal secara berkelanjutan memutar berapit dgn magnet selama aliran listrik masih mengalir dikawat.
Bukti Sebagai Penemu Listrik Pertama Dunia
Bukti penemu listrik – Sebenarnya, dlm kenyataan tersebut Faraday telah menciptakan motor listrik yg pertama didunia, yaitu sebuah rangkaian pertama yg memakai aliran listrik sebagai sumber penggerak benda. Bagaimanapun anggapan bahwa penemuannya primitif, tetapi tidak dapat dipungkiri merupakan cikal bakal atas seluruh motor listrik yg dipakai pada zaman sekarang. Semenjak temuannya yg pertama di th 1821, Michael Faraday yang merupakan seorang ilmuwan otodidak, mulai dikenal namanya. Penemuannya tersebut telah diakui menjadi gerbang utama menuju era modern kelistrikan.
Saat melakukan berbagai percoban di tahun 1831, sang penemu listrik mendapati bahwasannya apabila magnet dilewati potongan kawat, maka aliran listrik masuk ke kawat, yang kemudian magnetnya berjalan. Kondisi tersebut dinamai “pengaruh elektromagnetik” yg juga temuan tersebut diberi nama “Hukum Faraday”. Temuan tersebut diakui sbg temuan yg bersejarah. Kenapa? Satu, Hukum Faraday mempunyai makna besar dlm perpautannya dgn pemahaman teoritis kita ttg elektromagnetik. Dua, elektromagnetik bisa dipakai sbg pengerak yg secara berkelanjutan atas aliran arus listrik sebagaimana yg dipraktekkan Faraday ketika membuat dinamo listrik untuk pertama kalinya.
Karakter Sosok Penemu Listrik Pertama Dunia
(Kepribadian penemu listrik pertama) Dgn bermacam-macam penemuannya itu, maka tidaklah membual bila Sang Penemu Listrik disebut sebagai satu diantara tokoh yg sudah memberikan sumbangsih keilmuan yang terbesar bagi umat manusia. Dia orang yg begitu sederhana, orang giat belajar dgn autodidak hingga menjadi seorang penemu. Bukti sosok sederhananya dia, telah ditunjukkannya dengan menolak pemberian gelar bangsawan serta menolak dijadikan sebagai ketua British Royal Society. Disebabkan perihal kesehatan, Michael Faraday baru menghentikan penelitiannya. Namun demikian, dia tetap terus bekerja menjadi dosen hingga 1861. Diapun wafat di tgl dua puluh lima agustus 1867, dan dikebumikan di Inggris dekat dengan kota London.
Penemu listrik pertama di dunia itu sebenarnya siapa sih? Nah, diartikel kali ini saya tuliskan mengenai sejarah dari awal sekali bagaimana dan siapa penemu yang sesungguhnya. Ok, bila dilihat dari sejarah awalnya penemuan listrik maka nama patut dituliskan adalah Thales. Ia adalah seorang cendikiawan Yunani yang menemukan fenomena dari batu ambar, yaitu arus listrik yang terjadi ketika batu ambar digosok-gosok akan bisa menarik bulu. Bertahun-tahun kemudian setelah penemuan Thales di kemuka kan, barulah bermunculan teori dan pendapat mengenai kelistrikan seperti oleh Ampere Michael Faraday; Oersted; Willian Gilbert; Charles De Coulomb; Joseph Priestley; dan lain-lain.
Source : femmy web
Rasa sombong menyebabkan kejatuhan
Di suatu daerah pertanian, hiduplah dua ekor ayam jantan yang saling bermusuhan dan sering berkelahi antara keduanya. Pada suatu hari, mereka memulai pertengkaran dan kembali berkelahi, saling mematuk dan mencakar. Mereka berkelahi terus hingga salah satunya di kalahkan dan lari menjauh ke sudut untuk bersembunyi.
Ayam jantan yang memenangkan perkelahian itu dengan bangganya terbang ke atas atap kandang, dan mengkepak-kepakkan sayapnya, berkokok dengan sangat bangga dan kerasnya seolah-olah dia ingin memberi tahukan ke seluruh dunia tentang kemenangannya. Tetapi saat itu seekor burung elang yang terbang di udara mendengar dan akhirnya melihat ayam tersebut di atas atap. Burung elang tersebut akhirnya turun dan menyambar dan menerkam ayam jantan yang jadi pemenang tadi untuk dibawa ke sarangnya.
Ayam yang satunya yang tadinya dikalahkan, melihat seluruh kejadian itu dan keluar dari tempat persembunyiannya dan mengambil tempat sebagai pemenang di perkelahian tadi.
Rasa sombong menyebabkan kejatuhan..
Source : Femmy . web
Ayam jantan yang memenangkan perkelahian itu dengan bangganya terbang ke atas atap kandang, dan mengkepak-kepakkan sayapnya, berkokok dengan sangat bangga dan kerasnya seolah-olah dia ingin memberi tahukan ke seluruh dunia tentang kemenangannya. Tetapi saat itu seekor burung elang yang terbang di udara mendengar dan akhirnya melihat ayam tersebut di atas atap. Burung elang tersebut akhirnya turun dan menyambar dan menerkam ayam jantan yang jadi pemenang tadi untuk dibawa ke sarangnya.
Ayam yang satunya yang tadinya dikalahkan, melihat seluruh kejadian itu dan keluar dari tempat persembunyiannya dan mengambil tempat sebagai pemenang di perkelahian tadi.
Rasa sombong menyebabkan kejatuhan..
Source : Femmy . web
tahukah anda bahwa ....
Tahukah anda bahwa tiram dapat berubah kelamin setiap 7 hari namun apabila hal tersebut dilakukan maka beresiko mengganggu psikologinya?
bahwa gigi merupakan satu-satunya bagian tubuh yang tidak dapat memperbaiki dirinya sendiri apabila rusak?
bahwa bola mata burung merak lebih besar daripada ukuran otaknya?
bahwa jumlah orang yang berbicara Bahasa Inggris di China lebih banyak daripada jumlah orang yang berbicara Bahasa Inggris di Amerika Serikat?
bahwa Gajah Afrika hanya mampu mengangkat beban seberat 25% berat tubuhnya, sedangkan kumbang badak mampu mengangkat beban seberat 850 kali berat tubuhnya. Jadi Kumbang badak lebih kuat daripada Gajah Afrika?
bahwa beruang Kutub hanya ada di Kutub Utara sedangkan Penguin hanya ada di Kutub Selatan?
bahwa Bunga Mawar yang bewarna MERAH, baru ada semenjak abad ke-20 karena mutasi genetika?
bahwa Larry Page dan Sergey Brin(Pendiri Google Inc) memulai usahanya di sebuah Garasi Mobil?
bahwa di uang seribuan yang bergambar Kapitan Pattimura pada salah satu kancingnya terdapat smiley tersenyum?
bahwa sehelai rambut di kepala kita mempunyai masa tumbuh 4 hingga 6 tahun?
bahwa lumba-lumba mencukupi kebutuhan cairan tiap harinya dari makanan yang mereka makan saja? Jadi, lumba-lumba tidak pernah minum air secara langsung karena hal tersebut berpotensi membunuh mereka?
bahwa Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat ditulis di atas kertas yang terbuat dari marijuana?
bahwa dahulu ular memiliki kaki-kaki yang digunakan untuk bergerak?
(vivanews.com)
bahwa tanduk badak sebenernya terbentuk dari rambutnya yang mengeras?
bahwa mulut kita setiap harinya memproduksi air ludah kira-kira sebanyak 1 liter?
bahwa dengan gaya yang sama, apabila kita melempar ke arah barat, maka lemparan kita akan lebih jauh jatuhnya daripada apabila kita melempar ke arah timur karena pengaruh rotasi bumi? Dalam kasus ini hal-hal pengganggu lainnya diasumsikan tidak ada.
bahwa Ganymede merupakan satelit alam(bulan) Jupiter yang memiliki ukuran diameter lebih besar daripada planet Merkurius?
bahwa babi tidak bisa berkeringat karena tidak mempunyai kelenjar keringat di tubuhnya? Karena itu babi mendinginkan tubuhnya dengan cara mandi di lumpur.
bahwa sidik jari manusia sudah mulai terbentuk sejak manusia itu masih janin 3 bulan?
bahwa dalam setetes air terdapat lebih dari 50.000.000 bakteri?
bahwa sebatang coklat dapat menyebabkan seekor anjing terbunuh,karena langsung mempengaruhi jantung dan susunan syarafnya?
bahwa ketika bom pertama sekutu dijatuhkan di Berlin pada perang dunia ke II. Hanya membunuh satu-satunya gajah di Kebun Binatang Berlin?
bahwa kecoa bisa hidup 9 hari tanpa kepala dan akan mati karena kelaparan?
bahwa apabila jumlah air di tubuh kamu berkurang 1% saja, maka kamu langsung merasakan haus?
bahwa otot yang bergerak paling cepat adalah otot pada kelopak mata? Kelopak mata dapat berkedip hingga 5 kali dalam satu detik.
bahwa jika anda masuk ke ke sumur yang dalam, anda bisa melihat bintang dilangit walaupun siang hari?
di Amerika, seseorang dinyatakan menderita AIDS tiap 10 menit. Sedangkan diAfrika, seseorang meninggal karena AIDS tiap 10 menit
bahwa karena saking langkanya logam, Piala Oscar yang dibagikan ke pemenang ketika Perang Dunia 2 terbuat dari kayu?
bahwa daerah di kutub bumi kehilangan cahaya matahari selama 186 hari penuh setiap tahunnya?
(indonesiaindonesia.com)
bahwa benda hidup terbesar di bumi adalah sebuah jamur yang hidup di bawah tanah di Oregon, Amerika Serikat? Panjangnya melintang sekitar 5,6 km.
(wikipedia)
bahwa Jika anda memiliki 10 trilyun rupiah dan menghabiskan 1000 rupiah setiap detik, dibutuhkan 317 tahun sebelum anda jatuh miskin?
(forumsains.com)
ketika para astronot Apollo 12 mendarat di Bulan, dampaknya menghasilkan getaran selama 55 menit di permukaannya? Getaran ini tertangkap oleh peralatan laboratorium di Bumi dan menyebabkan para geolog menyimpulkan bahwa permukaan bulan terdiri dari lapisan-lapisan batu yang rapuh
bahwa belut listrik yang besarnya antara 1,5 - 2 meter mampu menghasilkan listrik hingga 600 volt yang cukup besar untuk mengejutkan seekor kuda?
bahwa tiap harinya kita bernafas sebanyak kurang lebih 22.000 kali? Tapi karena begitu menyatunya dengan kehidupan, kita sering tak menyadarinya.
bahwa hardisk yang pertama kali ditemukan IBM pada tanggal 4 September 1956 berukuran sebesar 2 kulkas zaman sekarang dan hanya berkapasitas 5 MB atau hanya cukup untuk menyimpan 1 lagu penuh dalam format MP3?
(sukardiarifin.com)
bahwa dalam satu tahun, ayam-ayam di Amerika Serikat menghasilkan cukup banyak telur untuk mengelilingi bumi sebanyak seratus kali?
(sumbawanews.com)
bahwa jika anda berteriak terus menerus selama 8 tahun, 7 bulan dan 6 hari, energi yang anda keluarkan akan cukup untuk memanaskan secangkir kopi?
(sudarsana.net)
bahwa pabrikan handphone terkenal NOKIA tidak pernah menerbitkan handphone yang berawalan angka 4, Karena angka 4 dianggap angka sial?
bahwa gigi merupakan satu-satunya bagian tubuh yang tidak dapat memperbaiki dirinya sendiri apabila rusak?
bahwa bola mata burung merak lebih besar daripada ukuran otaknya?
bahwa jumlah orang yang berbicara Bahasa Inggris di China lebih banyak daripada jumlah orang yang berbicara Bahasa Inggris di Amerika Serikat?
bahwa Gajah Afrika hanya mampu mengangkat beban seberat 25% berat tubuhnya, sedangkan kumbang badak mampu mengangkat beban seberat 850 kali berat tubuhnya. Jadi Kumbang badak lebih kuat daripada Gajah Afrika?
bahwa beruang Kutub hanya ada di Kutub Utara sedangkan Penguin hanya ada di Kutub Selatan?
bahwa Bunga Mawar yang bewarna MERAH, baru ada semenjak abad ke-20 karena mutasi genetika?
bahwa Larry Page dan Sergey Brin(Pendiri Google Inc) memulai usahanya di sebuah Garasi Mobil?
bahwa di uang seribuan yang bergambar Kapitan Pattimura pada salah satu kancingnya terdapat smiley tersenyum?
bahwa sehelai rambut di kepala kita mempunyai masa tumbuh 4 hingga 6 tahun?
bahwa lumba-lumba mencukupi kebutuhan cairan tiap harinya dari makanan yang mereka makan saja? Jadi, lumba-lumba tidak pernah minum air secara langsung karena hal tersebut berpotensi membunuh mereka?
bahwa Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat ditulis di atas kertas yang terbuat dari marijuana?
bahwa dahulu ular memiliki kaki-kaki yang digunakan untuk bergerak?
(vivanews.com)
bahwa tanduk badak sebenernya terbentuk dari rambutnya yang mengeras?
bahwa mulut kita setiap harinya memproduksi air ludah kira-kira sebanyak 1 liter?
bahwa dengan gaya yang sama, apabila kita melempar ke arah barat, maka lemparan kita akan lebih jauh jatuhnya daripada apabila kita melempar ke arah timur karena pengaruh rotasi bumi? Dalam kasus ini hal-hal pengganggu lainnya diasumsikan tidak ada.
bahwa Ganymede merupakan satelit alam(bulan) Jupiter yang memiliki ukuran diameter lebih besar daripada planet Merkurius?
bahwa babi tidak bisa berkeringat karena tidak mempunyai kelenjar keringat di tubuhnya? Karena itu babi mendinginkan tubuhnya dengan cara mandi di lumpur.
bahwa sidik jari manusia sudah mulai terbentuk sejak manusia itu masih janin 3 bulan?
bahwa dalam setetes air terdapat lebih dari 50.000.000 bakteri?
bahwa sebatang coklat dapat menyebabkan seekor anjing terbunuh,karena langsung mempengaruhi jantung dan susunan syarafnya?
bahwa ketika bom pertama sekutu dijatuhkan di Berlin pada perang dunia ke II. Hanya membunuh satu-satunya gajah di Kebun Binatang Berlin?
bahwa kecoa bisa hidup 9 hari tanpa kepala dan akan mati karena kelaparan?
bahwa apabila jumlah air di tubuh kamu berkurang 1% saja, maka kamu langsung merasakan haus?
bahwa otot yang bergerak paling cepat adalah otot pada kelopak mata? Kelopak mata dapat berkedip hingga 5 kali dalam satu detik.
bahwa jika anda masuk ke ke sumur yang dalam, anda bisa melihat bintang dilangit walaupun siang hari?
di Amerika, seseorang dinyatakan menderita AIDS tiap 10 menit. Sedangkan diAfrika, seseorang meninggal karena AIDS tiap 10 menit
bahwa karena saking langkanya logam, Piala Oscar yang dibagikan ke pemenang ketika Perang Dunia 2 terbuat dari kayu?
bahwa daerah di kutub bumi kehilangan cahaya matahari selama 186 hari penuh setiap tahunnya?
(indonesiaindonesia.com)
bahwa benda hidup terbesar di bumi adalah sebuah jamur yang hidup di bawah tanah di Oregon, Amerika Serikat? Panjangnya melintang sekitar 5,6 km.
(wikipedia)
bahwa Jika anda memiliki 10 trilyun rupiah dan menghabiskan 1000 rupiah setiap detik, dibutuhkan 317 tahun sebelum anda jatuh miskin?
(forumsains.com)
ketika para astronot Apollo 12 mendarat di Bulan, dampaknya menghasilkan getaran selama 55 menit di permukaannya? Getaran ini tertangkap oleh peralatan laboratorium di Bumi dan menyebabkan para geolog menyimpulkan bahwa permukaan bulan terdiri dari lapisan-lapisan batu yang rapuh
bahwa belut listrik yang besarnya antara 1,5 - 2 meter mampu menghasilkan listrik hingga 600 volt yang cukup besar untuk mengejutkan seekor kuda?
bahwa tiap harinya kita bernafas sebanyak kurang lebih 22.000 kali? Tapi karena begitu menyatunya dengan kehidupan, kita sering tak menyadarinya.
bahwa hardisk yang pertama kali ditemukan IBM pada tanggal 4 September 1956 berukuran sebesar 2 kulkas zaman sekarang dan hanya berkapasitas 5 MB atau hanya cukup untuk menyimpan 1 lagu penuh dalam format MP3?
(sukardiarifin.com)
bahwa dalam satu tahun, ayam-ayam di Amerika Serikat menghasilkan cukup banyak telur untuk mengelilingi bumi sebanyak seratus kali?
(sumbawanews.com)
bahwa jika anda berteriak terus menerus selama 8 tahun, 7 bulan dan 6 hari, energi yang anda keluarkan akan cukup untuk memanaskan secangkir kopi?
(sudarsana.net)
bahwa pabrikan handphone terkenal NOKIA tidak pernah menerbitkan handphone yang berawalan angka 4, Karena angka 4 dianggap angka sial?
Fun Fun Elmo
Sesame Street telah mengembangkan serangkaian program pendidikan pengajaran Mandarin dasar untuk anak-anak. Hal ini disebut Fun Fun Elmo, dengan animasi dan dicatat secara lokal konten dari China. Setiap episode memiliki lagu dan memperkenalkan nada dalam bahasa Mandarin China, beberapa kata, dan urutan guratan untuk menulis karakter. Episode pertama memperkenalkan karakter "一" dan frase seperti "你好" dan "再见".
Binatang-binatang peliharaan yang besar
Foto-Foto yang menampilkan binatang-binatang peliharaan yang besar (Raksasa), mungkin karena turunan atau karena doyan makan..
Cerita Asal-usul sumber garam Sepang
Kalimantan Tengah (Kalteng) adalah salah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan. Ibukotanya adalah Kota Palangka Raya. Luas: Kalimantan tengah 153.564 km². berikut kisah cerita asal kalteng mengenai asal-usul sumber garam Sepang
Di bumi ini, secara umum kita mengenal dua jenis air yaitu air tawar dan air asin. Air tawar adalah air yang tidak mengandung banyak garam di dalamnya, sehingga air ini bisa diminum oleh manusia. Ketika menyebutkan air tawar, orang biasanya merujuk ke air yang banyak terdapat di daerah daratan seperti danau, sungai, salju dan es. Sementara, air asin adalah air yang banyak mengandung garam. Air asin sering diartikan sebagai air yang berasal dari laut atau samudera, atau lebih dikenal dengan sebutan air laut. Namun, air asin tidak selamanya berada di laut atau samudera. Adakalnya air asin juga berada di danau seperti Danau Kaspia (di Rusia), Danau Laut Mati (di daerah perbatasan Israel, Palestina dan Yordania), Danau Laut Aral (di utara Uzbekistan), dan Great Salt (di Utah, Amerika Serikat). Menurut ahli, air danau tersebut asin karena dua hal yaitu di danau tersebut terjadi penguapan yang sangat tinggi; dan air yang masuk ke danau biasanya tidak lagi mengalir ke tempat lain.
Di daerah Kalimantan Tengah, juga terdapat sejenis air asin yang tidak berada di laut dan tidak pula di danau, melainkan berada di sumber air Sepang. Menurut masyarakat setempat, keberadaan sumber air asin itu tidak berkaitan dengan faktor-faktor alamiah seperti beberapa danau yang disebutkan di atas, akan tetapi dikaitkan dengan sebuah cerita rakyat yang berkembang di kalangan masyarakat Sepang, Kabupaten Gunung Emas, Propinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. Cerita rakyat itu mengisahkan tentang terjadinya perubahan sumber air tawar menjadi sumber air asin di Sepang. Dalam cerita rakyat itu, dikisahkan tentang seorang gadis cantik jelita yang bernama Tumbai, yang telah menolak banyak pinangan yang datang kepadanya.
Ia menolak pinangan tersebut, karena belum ada peminang yang mampu memenuhi syarat yang ia ajukan. Suatu hari, datanglah seorang pemuda tampan dari daerah hilir Sungai Barito untuk meminang gadis cantik itu. Kedatangan pemuda itu disambut baik oleh Tumbai dan ibunya. Kemudian, pemuda itu mengutarakan maksud kedatangannya, yakni hendak meminang Tumbai. Tumbai pun mengajukan syarat yang sama seperti pemuda-pemuda lainnya. Apa syarat-syarat yang diberikan Tumbai kepada setiap pemuda yang meminangnya? Mampukah pemuda tampan dari hilir Sungai Barito itu memenuhi syarat-syarat yang diberikan Tumbai itu? Untuk mengetahui jawabannya, ikuti kisahnya dalam cerita Asal-Mula Sumber Garam Sepang berikut ini.
Alkisah pada zaman dahulu kala, di Desa Sepang (sekarang Kecamatan Sepang), Kalimantan Tengah, hiduplah seorang janda yang bernama Emas. Ia hidup bersama dengan putrinya yang bernama Tumbai. Tumbai adalah gadis yang cantik nan rupawan. Ia juga baik hati dan sangat ramah kepada setiap orang. Setiap pemuda yang melihatnya berkeinginan untuk menjadi pendamping hidupnya. Oleh karena itu, banyak pemuda yang datang untuk meminangnya. Namun, Tumbai selalu menolak setiap pinangan yang datang kepadanya. Ibunya sangat gelisah melihat sikap Tumbai. Meskipun ibunya sudah berusaha membujuk Tumbai agar menerima salah satu pinangan, Tumbai tetap saja menolak.
Tumbai sangat mengerti kerisauan ibunya. Akan tetapi, apa yang pernah ia ucapkan tidak mungkin ditariknya kembali. Tumbai sudah bertekad keras mengajukan syarat kepada setiap pemuda yang meminangnya. Syarat itu sangat berat dan terasa mustahil untuk diwujudkan, yaitu mengubah sumber air tawar Sepang menjadi asin seperti air laut. Ibunya tidak habis pikir, bagaimana mungkin hal itu diwujudkan? Oleh karena itu, ia meminta kepada Tumbai agar syarat itu dihilangkan. “Anakku, sebaiknya kamu pikirkan lagi syarat-syaratmu itu,” kata ibunya. “Mana ada yang bisa memenuhi permintaanmu itu?” tambah ibunya mendesak. “Tidak, Ibu. Saya sudah memikirkannya siang dan malam. Begitulah petunjuk yang saya peroleh melalui mimpi. Pasti ada yang dapat memenuhi permintaan saya. Siapapun pemuda itu, dialah yang akan menjadi suami saya,” tegas Tumbai kepada ibunya.
Melihat keteguhan hati anaknya, ibu Tumbai tidak pernah menyinggung hal itu lagi. Akan tetapi hatinya tetap menyimpan kecemasan yang luar biasa. Ia khawatir anaknya tidak memperoleh jodoh, karena tidak ada pemuda yang sanggup memenuhi persyaratannya. Meskipun demikian, ibunya tidak pernah putus asa. Setiap malam ia selalu berdoa kepada Tuhan agar keinginan anaknya itu segera terkabul. “Ya Tuhan! Kabulkanlah keinginan putriku, semoga ada pemuda yang mampu memenuhi persyaratannya!” doa ibu Tumbai.
Rupanya doa ibu Tumbai dikabulkan oleh Tuhan. Pada suatu hari, datanglah seorang pemuda tampan dari daerah hilir Sungai Barito menemui Tumbai dan ibunya. Kedatangannya disambut dengan baik oleh Tumbai dan ibunya. Pemuda tampan itu kemudian mengutarakan maksud kedatangannya yaitu untuk meminang Tumbai. “Maaf, Ibu. Saya datang ke sini bermaksud untuk meminang putri ibu,” kata pemuda itu. “Wahai Tuan yang budiman, anakku tidak meminta maskawin yang mahal, tetapi ia hanya mengajukan syarat yang harus dipenuhi sebagai maskawinnya. Apakah Tuan sudah pernah mendengarnya?” tanya ibu Tumbai. “Sudah, Ibu. Bukankah putri Ibu menginginkan sumber air Sepang yang tawar itu menjadi air asin seperti air laut?” tanya pemuda itu dengan ramah. “Betul Tuan! Memang itulah yang diinginkan oleh putri saya. Apakah Tuan bersedia memenuhi syarat itu?” tanya ibu Tumbai. Pertanyaan itu membuat pemuda itu merasa
tertantang. Ia pun segera menyanggupi persyaratan Tumbai. “Baiklah! Saya akan mencobanya, Ibu. Mohon doa restu Ibu agar saya dapat memenuhi permintaan putri Ibu,” kata pemuda tampan itu dengan rendah hati.
Ibu Tumbai pun mengizinkan pemuda yang terlihat baik itu untuk mencoba memenuhi persyaratan yang diajukan anaknya. “Semoga dia dapat memenuhi permintaan anakku,” kata ibu Tumbai dalam hati saat mengantar pemuda tampan itu keluar dari rumahnya. Orang-orang yang ada di kampung itu menganggapnya sebagai orang gila. Menurut mereka, mustahil ia mampu mengubah sumber air tawar di sungai menjadi sumber air asin seperti air laut. Pemuda tampan itu tidak peduli terhadap omongan orang-orang tersebut. Dengan kesaktian yang dimilikinya, ia bertekad untuk memenuhi persyaratan gadis cantik itu.
Pemuda tampan itu pun berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Ia duduk bersila di atas lempengan batu di sekitar sumber air tawar Sepang itu. Setelah ia berhari-hari berdoa, atas kekuasaan Tuhan, sumber air tawar di Sepang tiba-tiba berubah menjadi sumber air asin, seperti air laut. Semua orang yang tadinya meragukan kemampuan pemuda itu datang untuk membuktikannya. Setelah mereka mencicipi air tawar di Sepang itu, ternyata memang rasanya telah berubah menjadi asin. Kini, mereka mengakui kehebatan pemuda tampan itu yang mampu mengubah sumber air tawar di Sepang menjadi sumber air asin, seperti air laut.
Dengan demikian, terpenuhilah syarat yang telah diajukan Tumbai. Pinangan pemuda tampan itu pun diterima. Sesuai janji Tumbai, pemuda itu dibebaskan dari pembayaran maskawin. Ibu Tumbai sangat senang sekali. Kerisauannya terhadap anaknya tidak mendapat jodoh, telah hilang. Ia sangat bangga terhadap calon menantunya yang tampan itu. Kemudian, ibu Tumbai pun mulai sibuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk menggelar pesta pernikahan anaknya. Tidak ketinggalan pula, para tetangga Tumbai ikut sibuk membantunya.
Akhirnya, Tumbai dan suaminya hidup bahagia dan sejahtera. Mereka hidup dengan mengusahakan sumber air asin menjadi garam. Mereka menjadi kaya-raya. Penduduk di sekitarnya juga melakukan usaha yang sama, sehingga mereka pun turut menjadi kaya-raya. Seluruh penduduk Sepang menjadi makmur dan berkecukupan.
Hingga kini, masyarakat Kahayan Hulu menganggap cerita di atas benar-benar pernah terjadi, karena air di Sungai Kahayan itu sebagian memang ada yang terasa asin.
Cerita rakyat di atas termasuk ke dalam cerita-cerita teladan. Salah satu nilai moral yang terkandung di dalamnya yaitu sifat baik hati. Sifat ini tercermin pada sifat Tumbai yang yang ramah terhadap pemuda yang datang meminangnya. Sifat baik hati ini memang sudah menjadi fitrah manusia yang dibawa sejak lahir. Yang termasuk dalam sifat baik hati di antaranya adalah sopan santun, pemaaf, pemurah, ramah, kasih-sayang, simpati dan tenggang rasa. Adapun kekuatan sifat baik hati (the power of Kindness) adalah semua orang akan merasa senang kepada siapa pun yang memiliki sifat-sifat tersebut, seperti yang dialami oleh Tumbai dalam cerita di atas. Selain kecantikannya, ia juga disenangi oleh banyak orang, karena sifatnya yang baik hati.
Namun, dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang beranggapan bahwa orang yang baik hati adalah orang yang bodoh. Padahal sebenarnya, baik hati adalah etika moralitas yang paling tinggi di antara karakter manusia. Orang yang baik hati tidak serta-merta mengalami kerugian dalam hidupnya, malah sebaliknya, ia akan memperoleh imbalan rezeki. Sifat baik hati adalah salah satu sifat yang paling berharga dalam hidup manusia. Hati yang baik bagaikan emas murni, bersih dan kemilau bak sari embun. Hati yang baik pasti luas dan lapang, mampu mewadahi seluruh makhluk alam semesta, dan menciptakan kesejahteraan bagi kehidupan umat manusia. Orang yang baik hati seringkali membahagiakan orang lain, yang sesungguhnya juga membawa rezeki bagi dirinya sendiri. “Membantu orang lain, sama dengan membantu diri sendiri.”
Perkataan ini mutlak bukan hanya berupa imbalan sebab-akibat yang sederhana, melainkan adalah fitrah manusia. Biarkanlah kebaikan menyatu bersama jiwa, ini merupakan berkah besar bagi manusia. Asalkan terdapat kebaikan di dalam jiwa, tentu keceriaan akan sering hadir dalam kehidupan; asalkan terdapat kebaikan di dalam jiwa, dendam kesumat tidak akan pernah hadir dalam kehidupan. Dengan adanya kebaikan di dalam kehidupan, barulah jiwa bisa membubung dengan tiada henti. Sifat baik hati adalah emas yang memancarkan sinar kehidupan yang paling mulia di dalam karakter manusia.
Di bumi ini, secara umum kita mengenal dua jenis air yaitu air tawar dan air asin. Air tawar adalah air yang tidak mengandung banyak garam di dalamnya, sehingga air ini bisa diminum oleh manusia. Ketika menyebutkan air tawar, orang biasanya merujuk ke air yang banyak terdapat di daerah daratan seperti danau, sungai, salju dan es. Sementara, air asin adalah air yang banyak mengandung garam. Air asin sering diartikan sebagai air yang berasal dari laut atau samudera, atau lebih dikenal dengan sebutan air laut. Namun, air asin tidak selamanya berada di laut atau samudera. Adakalnya air asin juga berada di danau seperti Danau Kaspia (di Rusia), Danau Laut Mati (di daerah perbatasan Israel, Palestina dan Yordania), Danau Laut Aral (di utara Uzbekistan), dan Great Salt (di Utah, Amerika Serikat). Menurut ahli, air danau tersebut asin karena dua hal yaitu di danau tersebut terjadi penguapan yang sangat tinggi; dan air yang masuk ke danau biasanya tidak lagi mengalir ke tempat lain.
Di daerah Kalimantan Tengah, juga terdapat sejenis air asin yang tidak berada di laut dan tidak pula di danau, melainkan berada di sumber air Sepang. Menurut masyarakat setempat, keberadaan sumber air asin itu tidak berkaitan dengan faktor-faktor alamiah seperti beberapa danau yang disebutkan di atas, akan tetapi dikaitkan dengan sebuah cerita rakyat yang berkembang di kalangan masyarakat Sepang, Kabupaten Gunung Emas, Propinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. Cerita rakyat itu mengisahkan tentang terjadinya perubahan sumber air tawar menjadi sumber air asin di Sepang. Dalam cerita rakyat itu, dikisahkan tentang seorang gadis cantik jelita yang bernama Tumbai, yang telah menolak banyak pinangan yang datang kepadanya.
Ia menolak pinangan tersebut, karena belum ada peminang yang mampu memenuhi syarat yang ia ajukan. Suatu hari, datanglah seorang pemuda tampan dari daerah hilir Sungai Barito untuk meminang gadis cantik itu. Kedatangan pemuda itu disambut baik oleh Tumbai dan ibunya. Kemudian, pemuda itu mengutarakan maksud kedatangannya, yakni hendak meminang Tumbai. Tumbai pun mengajukan syarat yang sama seperti pemuda-pemuda lainnya. Apa syarat-syarat yang diberikan Tumbai kepada setiap pemuda yang meminangnya? Mampukah pemuda tampan dari hilir Sungai Barito itu memenuhi syarat-syarat yang diberikan Tumbai itu? Untuk mengetahui jawabannya, ikuti kisahnya dalam cerita Asal-Mula Sumber Garam Sepang berikut ini.
Alkisah pada zaman dahulu kala, di Desa Sepang (sekarang Kecamatan Sepang), Kalimantan Tengah, hiduplah seorang janda yang bernama Emas. Ia hidup bersama dengan putrinya yang bernama Tumbai. Tumbai adalah gadis yang cantik nan rupawan. Ia juga baik hati dan sangat ramah kepada setiap orang. Setiap pemuda yang melihatnya berkeinginan untuk menjadi pendamping hidupnya. Oleh karena itu, banyak pemuda yang datang untuk meminangnya. Namun, Tumbai selalu menolak setiap pinangan yang datang kepadanya. Ibunya sangat gelisah melihat sikap Tumbai. Meskipun ibunya sudah berusaha membujuk Tumbai agar menerima salah satu pinangan, Tumbai tetap saja menolak.
Tumbai sangat mengerti kerisauan ibunya. Akan tetapi, apa yang pernah ia ucapkan tidak mungkin ditariknya kembali. Tumbai sudah bertekad keras mengajukan syarat kepada setiap pemuda yang meminangnya. Syarat itu sangat berat dan terasa mustahil untuk diwujudkan, yaitu mengubah sumber air tawar Sepang menjadi asin seperti air laut. Ibunya tidak habis pikir, bagaimana mungkin hal itu diwujudkan? Oleh karena itu, ia meminta kepada Tumbai agar syarat itu dihilangkan. “Anakku, sebaiknya kamu pikirkan lagi syarat-syaratmu itu,” kata ibunya. “Mana ada yang bisa memenuhi permintaanmu itu?” tambah ibunya mendesak. “Tidak, Ibu. Saya sudah memikirkannya siang dan malam. Begitulah petunjuk yang saya peroleh melalui mimpi. Pasti ada yang dapat memenuhi permintaan saya. Siapapun pemuda itu, dialah yang akan menjadi suami saya,” tegas Tumbai kepada ibunya.
Melihat keteguhan hati anaknya, ibu Tumbai tidak pernah menyinggung hal itu lagi. Akan tetapi hatinya tetap menyimpan kecemasan yang luar biasa. Ia khawatir anaknya tidak memperoleh jodoh, karena tidak ada pemuda yang sanggup memenuhi persyaratannya. Meskipun demikian, ibunya tidak pernah putus asa. Setiap malam ia selalu berdoa kepada Tuhan agar keinginan anaknya itu segera terkabul. “Ya Tuhan! Kabulkanlah keinginan putriku, semoga ada pemuda yang mampu memenuhi persyaratannya!” doa ibu Tumbai.
Rupanya doa ibu Tumbai dikabulkan oleh Tuhan. Pada suatu hari, datanglah seorang pemuda tampan dari daerah hilir Sungai Barito menemui Tumbai dan ibunya. Kedatangannya disambut dengan baik oleh Tumbai dan ibunya. Pemuda tampan itu kemudian mengutarakan maksud kedatangannya yaitu untuk meminang Tumbai. “Maaf, Ibu. Saya datang ke sini bermaksud untuk meminang putri ibu,” kata pemuda itu. “Wahai Tuan yang budiman, anakku tidak meminta maskawin yang mahal, tetapi ia hanya mengajukan syarat yang harus dipenuhi sebagai maskawinnya. Apakah Tuan sudah pernah mendengarnya?” tanya ibu Tumbai. “Sudah, Ibu. Bukankah putri Ibu menginginkan sumber air Sepang yang tawar itu menjadi air asin seperti air laut?” tanya pemuda itu dengan ramah. “Betul Tuan! Memang itulah yang diinginkan oleh putri saya. Apakah Tuan bersedia memenuhi syarat itu?” tanya ibu Tumbai. Pertanyaan itu membuat pemuda itu merasa
tertantang. Ia pun segera menyanggupi persyaratan Tumbai. “Baiklah! Saya akan mencobanya, Ibu. Mohon doa restu Ibu agar saya dapat memenuhi permintaan putri Ibu,” kata pemuda tampan itu dengan rendah hati.
Ibu Tumbai pun mengizinkan pemuda yang terlihat baik itu untuk mencoba memenuhi persyaratan yang diajukan anaknya. “Semoga dia dapat memenuhi permintaan anakku,” kata ibu Tumbai dalam hati saat mengantar pemuda tampan itu keluar dari rumahnya. Orang-orang yang ada di kampung itu menganggapnya sebagai orang gila. Menurut mereka, mustahil ia mampu mengubah sumber air tawar di sungai menjadi sumber air asin seperti air laut. Pemuda tampan itu tidak peduli terhadap omongan orang-orang tersebut. Dengan kesaktian yang dimilikinya, ia bertekad untuk memenuhi persyaratan gadis cantik itu.
Pemuda tampan itu pun berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Ia duduk bersila di atas lempengan batu di sekitar sumber air tawar Sepang itu. Setelah ia berhari-hari berdoa, atas kekuasaan Tuhan, sumber air tawar di Sepang tiba-tiba berubah menjadi sumber air asin, seperti air laut. Semua orang yang tadinya meragukan kemampuan pemuda itu datang untuk membuktikannya. Setelah mereka mencicipi air tawar di Sepang itu, ternyata memang rasanya telah berubah menjadi asin. Kini, mereka mengakui kehebatan pemuda tampan itu yang mampu mengubah sumber air tawar di Sepang menjadi sumber air asin, seperti air laut.
Dengan demikian, terpenuhilah syarat yang telah diajukan Tumbai. Pinangan pemuda tampan itu pun diterima. Sesuai janji Tumbai, pemuda itu dibebaskan dari pembayaran maskawin. Ibu Tumbai sangat senang sekali. Kerisauannya terhadap anaknya tidak mendapat jodoh, telah hilang. Ia sangat bangga terhadap calon menantunya yang tampan itu. Kemudian, ibu Tumbai pun mulai sibuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk menggelar pesta pernikahan anaknya. Tidak ketinggalan pula, para tetangga Tumbai ikut sibuk membantunya.
Akhirnya, Tumbai dan suaminya hidup bahagia dan sejahtera. Mereka hidup dengan mengusahakan sumber air asin menjadi garam. Mereka menjadi kaya-raya. Penduduk di sekitarnya juga melakukan usaha yang sama, sehingga mereka pun turut menjadi kaya-raya. Seluruh penduduk Sepang menjadi makmur dan berkecukupan.
Hingga kini, masyarakat Kahayan Hulu menganggap cerita di atas benar-benar pernah terjadi, karena air di Sungai Kahayan itu sebagian memang ada yang terasa asin.
Cerita rakyat di atas termasuk ke dalam cerita-cerita teladan. Salah satu nilai moral yang terkandung di dalamnya yaitu sifat baik hati. Sifat ini tercermin pada sifat Tumbai yang yang ramah terhadap pemuda yang datang meminangnya. Sifat baik hati ini memang sudah menjadi fitrah manusia yang dibawa sejak lahir. Yang termasuk dalam sifat baik hati di antaranya adalah sopan santun, pemaaf, pemurah, ramah, kasih-sayang, simpati dan tenggang rasa. Adapun kekuatan sifat baik hati (the power of Kindness) adalah semua orang akan merasa senang kepada siapa pun yang memiliki sifat-sifat tersebut, seperti yang dialami oleh Tumbai dalam cerita di atas. Selain kecantikannya, ia juga disenangi oleh banyak orang, karena sifatnya yang baik hati.
Namun, dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang beranggapan bahwa orang yang baik hati adalah orang yang bodoh. Padahal sebenarnya, baik hati adalah etika moralitas yang paling tinggi di antara karakter manusia. Orang yang baik hati tidak serta-merta mengalami kerugian dalam hidupnya, malah sebaliknya, ia akan memperoleh imbalan rezeki. Sifat baik hati adalah salah satu sifat yang paling berharga dalam hidup manusia. Hati yang baik bagaikan emas murni, bersih dan kemilau bak sari embun. Hati yang baik pasti luas dan lapang, mampu mewadahi seluruh makhluk alam semesta, dan menciptakan kesejahteraan bagi kehidupan umat manusia. Orang yang baik hati seringkali membahagiakan orang lain, yang sesungguhnya juga membawa rezeki bagi dirinya sendiri. “Membantu orang lain, sama dengan membantu diri sendiri.”
Perkataan ini mutlak bukan hanya berupa imbalan sebab-akibat yang sederhana, melainkan adalah fitrah manusia. Biarkanlah kebaikan menyatu bersama jiwa, ini merupakan berkah besar bagi manusia. Asalkan terdapat kebaikan di dalam jiwa, tentu keceriaan akan sering hadir dalam kehidupan; asalkan terdapat kebaikan di dalam jiwa, dendam kesumat tidak akan pernah hadir dalam kehidupan. Dengan adanya kebaikan di dalam kehidupan, barulah jiwa bisa membubung dengan tiada henti. Sifat baik hati adalah emas yang memancarkan sinar kehidupan yang paling mulia di dalam karakter manusia.
Cerita dua remaja Ambun dan Rimbun
Kalimantan Tengah (Kalteng) adalah salah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan. Ibukotanya adalah Kota Palangka Raya. Luas Kalteng adalah : 153.564 km². berikut cerita dari rakyat Kalteng mengenai dua remaja yang bernama Ambun dan Rimbun ikuti kisahnya :
Ambun dan Rimbun adalah dua remaja laki-laki kakak-beradik. Mereka tinggal bersama ibunya di sebuah kampung di daerah Kalimantan Tengah. Sejak ayahnya meninggal, kehidupan mereka menjadi miskin. Meski demikian, kedua kakak beradik itu tetap saling menyayangi. Kemana pun pergi, mereka selalu bersama-sama. Pada suatu hari, Ambun dan Rimbun pergi merantau ke sebuah negeri untuk mengubah nasib keluarga mereka. Dalam perantauan, Ambun berhasil menjadi menantu raja di negeri itu. Apa yang terjadi sehingga Ambun dapat menikah dengan putri raja? Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita Ambun dan Rimbun berikut ini.
Konon, pada zaman dahulu kala, di sebuah kampung di daerah Kalimantan Tengah, hiduplah seorang janda bersama dua orang anak laki-lakinya yang sudah remaja. Anak pertamanya bernama Ambun, sedangkan anak keduanya bernama Rimbun. Banyak orang di kampung itu mengira mereka saudara kembar, karena wajah dan perawakan keduanya mirip sekali. Namun sebenarnya mereka bukanlah saudara kembar, karena umur keduanya selisih satu tahun.
Ambun dan Rimbun adalah anak yang rajin dan hormat kepada orang tua. Setiap hari mereka membantu ibunya mencari kayu bakar ke hutan dan menjualnya ke pasar.
Pada suatu sore, Rimbun melihat abangnya termenung seorang diri di beranda rumah mereka.
“Bang! Apa yang sedang Abang pikirkan?” tanya Rimbun.
“Abang sedang memikirkan nasib keluarga kita. Kalau setiap hari hanya mencari kayu bakar, kehidupan kita tidak akan pernah membaik,” keluh Ambun.
“Lalu, apa rencana Abang?” tanya Rimbun.
“Abang akan pergi merantau untuk mengubah nasib keluarga kita. Banyak orang di kampung ini kehidupannya menjadi lebih baik sepulangnya dari merantau,” jelas Ambun.
“Wah, kalau begitu, Adik akan ikut Abang,” kata Rimbun.
“Jangan, Dik! Kamu di sini saja menemani ibu. Kalau Adik ikut, kasihan ibu ditinggal sendiri,” cegah Ambun.
“Tidak, Bang! Adik harus ikut Abang,” tegas Rimbun bersikukuh ingin pergi merantau bersama Abangnya.
“Baiklah, kalau begitu,” kata Rimbun mengizinkan adiknya ikut serta.
Malam harinya, kedua kakak-beradik itu menyampaikan niat mereka kepada sang Ibu. Mendengar hal itu, sang Ibu hanya terdiam. Ia bingung bagaimana menyikapi keinginan kedua putranya. Menurutnya, apa yang dikatakan kedua putranya itu memang benar, bahwa merantau dapat memperbaiki kehidupan keluarga mereka, tetapi di satu sisi, umur mereka masih sangat muda.
“Bagaimana, Bu? Apakah ibu mengizinkan kami pergi?” Ambun kembali bertanya.
“Sebenarnya Ibu merasa berat mengizinkan kalian pergi. Ibu khawatir terhadap keselamatan kalian berdua di rantau. Kalian masih terlalu muda untuk merantau,” jawab sang Ibu dengan berat hati.
“Iya, Bu! Tapi, kami berdua bisa jaga diri dan saling menjaga,” sahut Rimbun.
“Baiklah, kalau memang kalian bersikukuh akan pergi, Ibu mengizinkan. Tapi Ibu berpesan, kalian harus menghormati orang lain dan jangan berpisah. Kalaupun harus berpisah, hendaknya kalian saling mengabari,” ujar sang Ibu.
“Terima kasih, Bu!” ucap keduanya serentak dengan perasaan gembira.
Ambun dan Rimbun segera menyiapkan segala keperluan mereka, termasuk celana dan baju mereka yang terbuat dari kulit kayu. Sementara sang Ibu sibuk menyiapkan makanan untuk bekal mereka di jalan. Ia memasak empat belas buah ketupat dan empat belas butir telur ayam untuk mereka berdua. Masing-masing mendapat tujuh buah ketupat dan tujuh biji telur ayam. Setelah itu, ia mengambil beberapa butir beras dan mencelupkannya ke dalam air, lalu mengoleskannya di ubun-ubun mereka seraya berdoa:
“Semoga Ranying Hatalla Langit (semoga Tuhan melidungi kalian berdua).”
Saat tengah malam, perempuan paruh baya itu membuka sebuah peti besi kecil berisi dua bilah dohong (keris pusaka) yang bentuk dan ukurannya sama. Yang satu berlilitkan kain merah dan yang satunya lagi berlilitkan kain kuning. Yang berlilitkan kain merah diserahkan kepada Ambun, sedangkan yang berlilitkan kain kuning diberikan kepada Rimbun.
“Senjata pusaka ini adalah peninggalan almarhum ayah kalian. Tapi, ingat! Senjata ini hanya boleh kalian gunakan jika dalam keadaan mendesak,” pesan sang Ibu seraya mencium kening kedua putra tercintanya.
“Baik, Bu! Kami akan selalu mengingat pesan Ibu,” kata Ambun dan Rimbun serentak.
Keesokan harinya, Ambun dan Rimbun bersiap-siap untuk berangkat dan berpamitan kepada sang Ibu tercinta. Suasana haru pun menyelimuti hati sang Ibu dan kedua putranya itu. Air mata sang Ibu tidak dapat dibendung lagi. Demikian pula kedua orang kakak-beradik itu. Mereka tidak kuat menahan rasa haru.
“Berangkatlah, Nak! Nanti kalian kemalaman di jalan. Jika sudah berhasil, cepatlah kembali menemani Ibu di sini!” pesan sang Ibu.
“Baik, Bu! Kami akan segera kembali jika sudah berhasil,” jawab keduanya serentak.
Usai mencium tangan sang Ibu, keduanya pun pergi meninggalkan kampung halaman mereka. Sang Ibu berdiri di depan pintu sambil melambaikan tangan mengiringi kepergian kedua putranya. Setelah keduanya menghilang di tikungan jalan kampung, barulah ia masuk ke dalam rumah.
Ambun dan Rimbun berjalan mendaki gunung, menuruni lembah, dan menyeberangi sungai. Mereka berjalan mengikuti arah matahari terbenam. Saat malam tiba, mereka berhenti untuk beristirahat. Ketupat dan telur pemberian sang Ibu mereka makan sedikit-sedikit. Ketika matahari mulai menampakkan wajahnya di ufuk timur, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Tidak terasa, sudah berhari-hari mereka berjalan.
Ketika memasuki hari ketujuh, Rimbun mendadak jatuh sakit, karena kelelahan berjalan jauh. Melihat kondisi adiknya itu, Ambun menjadi panik. Ia pun mencoba mengobati adiknya dengan memberinya minuman dari berbagai macam air akar-akaran. Namun, tidak satu pun yang mampu menyembuhkannya. Tidak terasa air matanya pun bercucuran membasahi pipinya. Ia sangat menyesal dan merasa bersalah
karena telah mengizinkan adiknya ikut serta. Beberapa saat kemudian, Rimbun akhirnya meninggal dunia.
“Rimbun... Adikku! Jangan tinggalkan Abang...!” teriak Ambun memecah kesunyian di tengah hutan.
Namun apa hendak diperbuat, adik tercintanya benar-benar telah menghembuskan nafas terakhirnya. Dengan diselimuti perasaan sedih, Ambun segera menggali lubang untuk kuburan adiknya. Setelah menguburkan jazad adiknya, Ambun mencabut dohong adiknya. Mata dohong itu ditancapkan di bagian kepala, sedangkan warangkanya ditancapkan di bagian kaki kuburan itu. Sementara kain berwarna kuning pembungkus dohong itu diikatkan pada nisannya.
Setelah itu, Ambun melanjutkan perjalanan dengan menyusuri hutan lebat. Saat hari menjelang siang, perutnya terasa lapar. Ia pun membuka bungkusan makanannya di bawah sebuah pohon besar dan tinggi. Setelah bungkusan itu terbuka, barulah ia menyadari ternyata bekalnya sudah habis. Hatinya pun mulai cemas. Ia lalu memanjat pohon besar dan tinggi tempatnya berteduh itu. Sesampainya di atas, ia melihat kepulan asap tidak jauh dari tempatnya berada.
“Wah, pasti ada orang di sana,” pikirnya dengan perasaan gembira.
Tanpa berpikir panjang, ia segera turun dari atas pohon lalu berjalan menuju ke arah kepulan asap. Setelah beberapa lama berjalan, terlihatlah sebuah rumah di tengah hutan. Saat menghampiri rumah itu, ia melihat seorang nenek sedang mengumpulkan kayu bakar di samping rumahnya. Agar nenek itu tidak terkejut, ia pun mendehem.
“Hemm, sedang apa, Nek?” tanya Ambun.
“Mengumpulkan kayu bakar,” jawab nenek itu.
“Siapa engkau ini anak muda? Kenapa bisa sampai ke tempat ini?” nenek itu balik bertanya.
“Saya Ambun, Nek,” jawab Ambun, lalu ia menceritakan semua peristiwa yang dialaminya hingga sampai di tempat itu.
“Nenek berduka cita atas meninggalnya adikmu,” kata nenek itu dengan perasaan haru.
Oleh karena merasa kasihan, perempuan tua itu mengizinkan Ambun untuk tinggal bersamanya. Setiap hari Ambun membantunya untuk mencari kayu bakar. Si Nenek pun sangat menyayangi Ambun seperti cucunya sendiri.
Pada suatu hari, sambil mengumpulkan kayu bakar, nenek itu bercerita kepada Ambun bahwa sebenarnya ia adalah bagian dari keluarga Kerajaan Sang Sambaratih. Ia diusir karena pernikahannya dengan almarhum suaminya yang berasal dari rakyat biasa. Meskipun dikucilkan dari istana, nenek malang itu masih mendapat perhatian dari sebagian keluarga istana. Hampir setiap minggu ada pengawal istana yang mengantarkan makanan untuknya.
Suatu hari, datanglah dua orang utusan dari istana Sang Sambaratih membawa makanan untuk si Nenek. Sebelum kembali ke istana, kedua utusan tersebut memberitahukan kepadanya bahwa raja akan mengadakan sayembara memetik bunga melati. Barangsiapa yang dapat melompat dari halaman rumah istana sampai ke atap istana untuk mengambil bunga melati, dan menyerahkannya kepada putri raja, maka dia akan dijadikan menantu raja. Akan tetapi jika gagal, maka dia akan mendapat hukuman gantung.
Si Ambun yang mendengar kabar itu, hampir semalaman tidak dapat memejamkam matanya. Ia ingin sekali mengikuti sayembara itu. Keesokan harinya, Ambun menemui si Nenek.
“Nek, bolehkah Ambun mengikuti sayembara itu?” tanya Ambun.
“Oh jangan, Cucuku! Kamu akan dihukum gantung jika gagal memetik bunga melati itu,” cegah si Nenek.
“Nenek tidak usah khawatir. Ambun pasti dapat mengatasinya,” kata si Ambun seraya memperlihatkan senjata dohongnya.
“Benda apa ini, Cucuku?” tanya si Nenek penasaran.
“Senjata pusaka peninggalan ayahku, Nek. Senjata ini dapat menolong jika diperlukan,” jelas Ambun.
Si Nenek pun yakin dan percaya dengan kata-kata Ambun, dan mengizinkannya untuk mengikuti sayembara tersebut. Keesokan harinya, Ambun sudah bersiap-siap berangkat menuju istana untuk mengikuti sayembara tersebut.
“Maaf, Nek! Ambun ada satu permintaan,” kata Ambun.
“Apakah itu, Cucuku?” tanya si Nenek penasaran.
“Bersediakah Nenek menyaksikan sayembara itu. Jika seandainya Ambun gagal, Nenek dapat menyaksikan Ambun menjalani hukuman gantung, dan saat itu adalah pertemuan terkahir kita,” bujuk Ambun.
Oleh karena sayang kepada Ambun, nenek itu pun memenuhi keinginan Ambun. Maka berangkatlah mereka berdua menuju istana. Selama dalam perjalanan, si Nenek senantiasa diselimuti perasaan cemas. Sementara si Ambun meminta kepada si Nenek untuk mendoakannya agar dapat meraih kemenangan.
Setibanya di halaman istana, penonton sudah penuh sesak dan para peserta sudah bersiap-siap mengikuti sayembara. Peserta sayembara tersebut terdiri dari delapan orang, yaitu tujuh pangeran dari kerajaan bawahan Kerajaan Sang Sambaratih, dan si Ambun sendiri. Satu per satu pangeran tersebut mengeluarkan kesaktiannya, namun tak seorang pun yang berhasil melompat ke atap istana dan memetik bunga melati. Kini giliran Ambun yang akan memperlihatkan kesaktiannya. Ketika Ambun memasuki arena, para penonton bertepuk tangan disertai dengan suara ejekan. Mereka meragukan kemampuan Ambun. Jangankan Ambun yang hanya orang kampung, para pangeran saja tidak satu pun yang berhasil melalui ujian itu. Namun dengan penuh percaya diri, Ambun tetap tenang dan berkonsentrasi penuh. Saat mengambil ancang-ancang, dengan suara nyaring Ambun berteriak memanggil ayahnya sambil mencabut dohong pusaka yang terselip dipinggangnya.
Dengan secepat kilat, Ambun melejit ke atas atap memetik bunga melati itu dan menyerahkannya kepada tuan putri yang duduk di samping raja. Seketika itu pula suara tepuk tangan dan teriakan penonton bergemuruh bagaikan membelah bumi. Suara teriakan penonton bukan lagi suara ejekan, melainkan suara kekaguman melihat kesaktian Ambun. Raja yang menyaksikan peristiwa itu langsung berdiri sambil bertepuk tangan dengan penuh kekaguman.
Sementara ketujuh pangeran tersebut merasa tidak puas. Mereka pun menyatakan perang kepada raja Sang Sambaratih. Namun atas bantuan Ambun dengan senjata dohongnya, ketujuh pangeran tersebut dapat dikalahkan. Akhirnya, Ambun dinikahkan dengan putri raja. Pesta pernikahannya dilangsungkan dengan meriah selama tujuh hari tujuh malam.
Seminggu setelah pernikahan mereka, raja Sang Sambaratih menyerahkan kekuasaannya kepada Ambun, karena sudah tua. Sejak dinobatkan menjadi raja, Ambun berusaha mencari ibunya. Pada suatu hari, Ambun bersama beberapa orang pengawalnya menyusuri jalan yang pernah dilaluinya ketika ia berangkat merantau. Setelah tujuh hari tujuh malam berjalan, ia pun menemukan ibunya. Alangkah bahagianya sang Ibu saat melihat anaknya kembali dan berhasil menjadi raja. Namun, di satu sisi, sang Ibu tetap bersedih karena kehilangan Rimbun anak bungsunya.
Oleh karena tidak ingin melihat ibunya bersedih, Ambun bersama ibu dan para pengawalnya pergi mencari kuburan Rimbun. Setelah menemukan kuburan Rimbun, Ambun segera memerintahkan sebagian pengawalnya untuk menggali kuburan itu, dan memerintahkan sebagian yang lain untuk mencari Danum Kaharingan Belom (air kehidupan) di Bukit Kamiting.
Menjelang sore, pengawal yang diutus ke Bukit Kamiting telah kembali dengan membawa Danun Kaharingan Belom. Ambun segera meneteskan air kehidupan itu ke tulang-tulang adiknya yang sudah terpisah-pisah. Tidak lama kemudian, tulang-tulang itu menyusun diri. Daging dan kulitnya pun kembali seperti semula. Akhirnya Rimbun hidup lagi. Keluarga Ambun kini telah berkumpul kembali.
Setelah itu, Ambun mengajak keluarganya hidup bersama di istana Kerajaan Sang Sambaratih dengan penuh kebahagiaan.
Ambun dan Rimbun adalah dua remaja laki-laki kakak-beradik. Mereka tinggal bersama ibunya di sebuah kampung di daerah Kalimantan Tengah. Sejak ayahnya meninggal, kehidupan mereka menjadi miskin. Meski demikian, kedua kakak beradik itu tetap saling menyayangi. Kemana pun pergi, mereka selalu bersama-sama. Pada suatu hari, Ambun dan Rimbun pergi merantau ke sebuah negeri untuk mengubah nasib keluarga mereka. Dalam perantauan, Ambun berhasil menjadi menantu raja di negeri itu. Apa yang terjadi sehingga Ambun dapat menikah dengan putri raja? Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita Ambun dan Rimbun berikut ini.
Konon, pada zaman dahulu kala, di sebuah kampung di daerah Kalimantan Tengah, hiduplah seorang janda bersama dua orang anak laki-lakinya yang sudah remaja. Anak pertamanya bernama Ambun, sedangkan anak keduanya bernama Rimbun. Banyak orang di kampung itu mengira mereka saudara kembar, karena wajah dan perawakan keduanya mirip sekali. Namun sebenarnya mereka bukanlah saudara kembar, karena umur keduanya selisih satu tahun.
Ambun dan Rimbun adalah anak yang rajin dan hormat kepada orang tua. Setiap hari mereka membantu ibunya mencari kayu bakar ke hutan dan menjualnya ke pasar.
Pada suatu sore, Rimbun melihat abangnya termenung seorang diri di beranda rumah mereka.
“Bang! Apa yang sedang Abang pikirkan?” tanya Rimbun.
“Abang sedang memikirkan nasib keluarga kita. Kalau setiap hari hanya mencari kayu bakar, kehidupan kita tidak akan pernah membaik,” keluh Ambun.
“Lalu, apa rencana Abang?” tanya Rimbun.
“Abang akan pergi merantau untuk mengubah nasib keluarga kita. Banyak orang di kampung ini kehidupannya menjadi lebih baik sepulangnya dari merantau,” jelas Ambun.
“Wah, kalau begitu, Adik akan ikut Abang,” kata Rimbun.
“Jangan, Dik! Kamu di sini saja menemani ibu. Kalau Adik ikut, kasihan ibu ditinggal sendiri,” cegah Ambun.
“Tidak, Bang! Adik harus ikut Abang,” tegas Rimbun bersikukuh ingin pergi merantau bersama Abangnya.
“Baiklah, kalau begitu,” kata Rimbun mengizinkan adiknya ikut serta.
Malam harinya, kedua kakak-beradik itu menyampaikan niat mereka kepada sang Ibu. Mendengar hal itu, sang Ibu hanya terdiam. Ia bingung bagaimana menyikapi keinginan kedua putranya. Menurutnya, apa yang dikatakan kedua putranya itu memang benar, bahwa merantau dapat memperbaiki kehidupan keluarga mereka, tetapi di satu sisi, umur mereka masih sangat muda.
“Bagaimana, Bu? Apakah ibu mengizinkan kami pergi?” Ambun kembali bertanya.
“Sebenarnya Ibu merasa berat mengizinkan kalian pergi. Ibu khawatir terhadap keselamatan kalian berdua di rantau. Kalian masih terlalu muda untuk merantau,” jawab sang Ibu dengan berat hati.
“Iya, Bu! Tapi, kami berdua bisa jaga diri dan saling menjaga,” sahut Rimbun.
“Baiklah, kalau memang kalian bersikukuh akan pergi, Ibu mengizinkan. Tapi Ibu berpesan, kalian harus menghormati orang lain dan jangan berpisah. Kalaupun harus berpisah, hendaknya kalian saling mengabari,” ujar sang Ibu.
“Terima kasih, Bu!” ucap keduanya serentak dengan perasaan gembira.
Ambun dan Rimbun segera menyiapkan segala keperluan mereka, termasuk celana dan baju mereka yang terbuat dari kulit kayu. Sementara sang Ibu sibuk menyiapkan makanan untuk bekal mereka di jalan. Ia memasak empat belas buah ketupat dan empat belas butir telur ayam untuk mereka berdua. Masing-masing mendapat tujuh buah ketupat dan tujuh biji telur ayam. Setelah itu, ia mengambil beberapa butir beras dan mencelupkannya ke dalam air, lalu mengoleskannya di ubun-ubun mereka seraya berdoa:
“Semoga Ranying Hatalla Langit (semoga Tuhan melidungi kalian berdua).”
Saat tengah malam, perempuan paruh baya itu membuka sebuah peti besi kecil berisi dua bilah dohong (keris pusaka) yang bentuk dan ukurannya sama. Yang satu berlilitkan kain merah dan yang satunya lagi berlilitkan kain kuning. Yang berlilitkan kain merah diserahkan kepada Ambun, sedangkan yang berlilitkan kain kuning diberikan kepada Rimbun.
“Senjata pusaka ini adalah peninggalan almarhum ayah kalian. Tapi, ingat! Senjata ini hanya boleh kalian gunakan jika dalam keadaan mendesak,” pesan sang Ibu seraya mencium kening kedua putra tercintanya.
“Baik, Bu! Kami akan selalu mengingat pesan Ibu,” kata Ambun dan Rimbun serentak.
Keesokan harinya, Ambun dan Rimbun bersiap-siap untuk berangkat dan berpamitan kepada sang Ibu tercinta. Suasana haru pun menyelimuti hati sang Ibu dan kedua putranya itu. Air mata sang Ibu tidak dapat dibendung lagi. Demikian pula kedua orang kakak-beradik itu. Mereka tidak kuat menahan rasa haru.
“Berangkatlah, Nak! Nanti kalian kemalaman di jalan. Jika sudah berhasil, cepatlah kembali menemani Ibu di sini!” pesan sang Ibu.
“Baik, Bu! Kami akan segera kembali jika sudah berhasil,” jawab keduanya serentak.
Usai mencium tangan sang Ibu, keduanya pun pergi meninggalkan kampung halaman mereka. Sang Ibu berdiri di depan pintu sambil melambaikan tangan mengiringi kepergian kedua putranya. Setelah keduanya menghilang di tikungan jalan kampung, barulah ia masuk ke dalam rumah.
Ambun dan Rimbun berjalan mendaki gunung, menuruni lembah, dan menyeberangi sungai. Mereka berjalan mengikuti arah matahari terbenam. Saat malam tiba, mereka berhenti untuk beristirahat. Ketupat dan telur pemberian sang Ibu mereka makan sedikit-sedikit. Ketika matahari mulai menampakkan wajahnya di ufuk timur, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Tidak terasa, sudah berhari-hari mereka berjalan.
Ketika memasuki hari ketujuh, Rimbun mendadak jatuh sakit, karena kelelahan berjalan jauh. Melihat kondisi adiknya itu, Ambun menjadi panik. Ia pun mencoba mengobati adiknya dengan memberinya minuman dari berbagai macam air akar-akaran. Namun, tidak satu pun yang mampu menyembuhkannya. Tidak terasa air matanya pun bercucuran membasahi pipinya. Ia sangat menyesal dan merasa bersalah
karena telah mengizinkan adiknya ikut serta. Beberapa saat kemudian, Rimbun akhirnya meninggal dunia.
“Rimbun... Adikku! Jangan tinggalkan Abang...!” teriak Ambun memecah kesunyian di tengah hutan.
Namun apa hendak diperbuat, adik tercintanya benar-benar telah menghembuskan nafas terakhirnya. Dengan diselimuti perasaan sedih, Ambun segera menggali lubang untuk kuburan adiknya. Setelah menguburkan jazad adiknya, Ambun mencabut dohong adiknya. Mata dohong itu ditancapkan di bagian kepala, sedangkan warangkanya ditancapkan di bagian kaki kuburan itu. Sementara kain berwarna kuning pembungkus dohong itu diikatkan pada nisannya.
Setelah itu, Ambun melanjutkan perjalanan dengan menyusuri hutan lebat. Saat hari menjelang siang, perutnya terasa lapar. Ia pun membuka bungkusan makanannya di bawah sebuah pohon besar dan tinggi. Setelah bungkusan itu terbuka, barulah ia menyadari ternyata bekalnya sudah habis. Hatinya pun mulai cemas. Ia lalu memanjat pohon besar dan tinggi tempatnya berteduh itu. Sesampainya di atas, ia melihat kepulan asap tidak jauh dari tempatnya berada.
“Wah, pasti ada orang di sana,” pikirnya dengan perasaan gembira.
Tanpa berpikir panjang, ia segera turun dari atas pohon lalu berjalan menuju ke arah kepulan asap. Setelah beberapa lama berjalan, terlihatlah sebuah rumah di tengah hutan. Saat menghampiri rumah itu, ia melihat seorang nenek sedang mengumpulkan kayu bakar di samping rumahnya. Agar nenek itu tidak terkejut, ia pun mendehem.
“Hemm, sedang apa, Nek?” tanya Ambun.
“Mengumpulkan kayu bakar,” jawab nenek itu.
“Siapa engkau ini anak muda? Kenapa bisa sampai ke tempat ini?” nenek itu balik bertanya.
“Saya Ambun, Nek,” jawab Ambun, lalu ia menceritakan semua peristiwa yang dialaminya hingga sampai di tempat itu.
“Nenek berduka cita atas meninggalnya adikmu,” kata nenek itu dengan perasaan haru.
Oleh karena merasa kasihan, perempuan tua itu mengizinkan Ambun untuk tinggal bersamanya. Setiap hari Ambun membantunya untuk mencari kayu bakar. Si Nenek pun sangat menyayangi Ambun seperti cucunya sendiri.
Pada suatu hari, sambil mengumpulkan kayu bakar, nenek itu bercerita kepada Ambun bahwa sebenarnya ia adalah bagian dari keluarga Kerajaan Sang Sambaratih. Ia diusir karena pernikahannya dengan almarhum suaminya yang berasal dari rakyat biasa. Meskipun dikucilkan dari istana, nenek malang itu masih mendapat perhatian dari sebagian keluarga istana. Hampir setiap minggu ada pengawal istana yang mengantarkan makanan untuknya.
Suatu hari, datanglah dua orang utusan dari istana Sang Sambaratih membawa makanan untuk si Nenek. Sebelum kembali ke istana, kedua utusan tersebut memberitahukan kepadanya bahwa raja akan mengadakan sayembara memetik bunga melati. Barangsiapa yang dapat melompat dari halaman rumah istana sampai ke atap istana untuk mengambil bunga melati, dan menyerahkannya kepada putri raja, maka dia akan dijadikan menantu raja. Akan tetapi jika gagal, maka dia akan mendapat hukuman gantung.
Si Ambun yang mendengar kabar itu, hampir semalaman tidak dapat memejamkam matanya. Ia ingin sekali mengikuti sayembara itu. Keesokan harinya, Ambun menemui si Nenek.
“Nek, bolehkah Ambun mengikuti sayembara itu?” tanya Ambun.
“Oh jangan, Cucuku! Kamu akan dihukum gantung jika gagal memetik bunga melati itu,” cegah si Nenek.
“Nenek tidak usah khawatir. Ambun pasti dapat mengatasinya,” kata si Ambun seraya memperlihatkan senjata dohongnya.
“Benda apa ini, Cucuku?” tanya si Nenek penasaran.
“Senjata pusaka peninggalan ayahku, Nek. Senjata ini dapat menolong jika diperlukan,” jelas Ambun.
Si Nenek pun yakin dan percaya dengan kata-kata Ambun, dan mengizinkannya untuk mengikuti sayembara tersebut. Keesokan harinya, Ambun sudah bersiap-siap berangkat menuju istana untuk mengikuti sayembara tersebut.
“Maaf, Nek! Ambun ada satu permintaan,” kata Ambun.
“Apakah itu, Cucuku?” tanya si Nenek penasaran.
“Bersediakah Nenek menyaksikan sayembara itu. Jika seandainya Ambun gagal, Nenek dapat menyaksikan Ambun menjalani hukuman gantung, dan saat itu adalah pertemuan terkahir kita,” bujuk Ambun.
Oleh karena sayang kepada Ambun, nenek itu pun memenuhi keinginan Ambun. Maka berangkatlah mereka berdua menuju istana. Selama dalam perjalanan, si Nenek senantiasa diselimuti perasaan cemas. Sementara si Ambun meminta kepada si Nenek untuk mendoakannya agar dapat meraih kemenangan.
Setibanya di halaman istana, penonton sudah penuh sesak dan para peserta sudah bersiap-siap mengikuti sayembara. Peserta sayembara tersebut terdiri dari delapan orang, yaitu tujuh pangeran dari kerajaan bawahan Kerajaan Sang Sambaratih, dan si Ambun sendiri. Satu per satu pangeran tersebut mengeluarkan kesaktiannya, namun tak seorang pun yang berhasil melompat ke atap istana dan memetik bunga melati. Kini giliran Ambun yang akan memperlihatkan kesaktiannya. Ketika Ambun memasuki arena, para penonton bertepuk tangan disertai dengan suara ejekan. Mereka meragukan kemampuan Ambun. Jangankan Ambun yang hanya orang kampung, para pangeran saja tidak satu pun yang berhasil melalui ujian itu. Namun dengan penuh percaya diri, Ambun tetap tenang dan berkonsentrasi penuh. Saat mengambil ancang-ancang, dengan suara nyaring Ambun berteriak memanggil ayahnya sambil mencabut dohong pusaka yang terselip dipinggangnya.
Dengan secepat kilat, Ambun melejit ke atas atap memetik bunga melati itu dan menyerahkannya kepada tuan putri yang duduk di samping raja. Seketika itu pula suara tepuk tangan dan teriakan penonton bergemuruh bagaikan membelah bumi. Suara teriakan penonton bukan lagi suara ejekan, melainkan suara kekaguman melihat kesaktian Ambun. Raja yang menyaksikan peristiwa itu langsung berdiri sambil bertepuk tangan dengan penuh kekaguman.
Sementara ketujuh pangeran tersebut merasa tidak puas. Mereka pun menyatakan perang kepada raja Sang Sambaratih. Namun atas bantuan Ambun dengan senjata dohongnya, ketujuh pangeran tersebut dapat dikalahkan. Akhirnya, Ambun dinikahkan dengan putri raja. Pesta pernikahannya dilangsungkan dengan meriah selama tujuh hari tujuh malam.
Seminggu setelah pernikahan mereka, raja Sang Sambaratih menyerahkan kekuasaannya kepada Ambun, karena sudah tua. Sejak dinobatkan menjadi raja, Ambun berusaha mencari ibunya. Pada suatu hari, Ambun bersama beberapa orang pengawalnya menyusuri jalan yang pernah dilaluinya ketika ia berangkat merantau. Setelah tujuh hari tujuh malam berjalan, ia pun menemukan ibunya. Alangkah bahagianya sang Ibu saat melihat anaknya kembali dan berhasil menjadi raja. Namun, di satu sisi, sang Ibu tetap bersedih karena kehilangan Rimbun anak bungsunya.
Oleh karena tidak ingin melihat ibunya bersedih, Ambun bersama ibu dan para pengawalnya pergi mencari kuburan Rimbun. Setelah menemukan kuburan Rimbun, Ambun segera memerintahkan sebagian pengawalnya untuk menggali kuburan itu, dan memerintahkan sebagian yang lain untuk mencari Danum Kaharingan Belom (air kehidupan) di Bukit Kamiting.
Menjelang sore, pengawal yang diutus ke Bukit Kamiting telah kembali dengan membawa Danun Kaharingan Belom. Ambun segera meneteskan air kehidupan itu ke tulang-tulang adiknya yang sudah terpisah-pisah. Tidak lama kemudian, tulang-tulang itu menyusun diri. Daging dan kulitnya pun kembali seperti semula. Akhirnya Rimbun hidup lagi. Keluarga Ambun kini telah berkumpul kembali.
Setelah itu, Ambun mengajak keluarganya hidup bersama di istana Kerajaan Sang Sambaratih dengan penuh kebahagiaan.
Asal mula pulau Nusa di kalimantan selatan
Kalimantan Tengah (Kalteng) adalah salah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan. Ibukotanya adalah Kota Palangka Raya. Luas Prov Kalteng : 153.564 km²
Pulau Nusa adalah sebuah pulau yang terletak di Sungai Kahayan, Kalimantan Tengah, Indonesia. Bentuk pulau itu berkelok-kelok seperti ular naga. Menurut cerita yang beredar di kalangan masyarakat setempat, pulau ini terbentuk dari seekor naga besar yang sudah mati di dasar Sungai Kahayan. Peristiwa apakah yang sebenarnya terjadi? Bagaimana bangkai naga besar itu bisa menjelma menjadi sebuah pulau? Temukan jawabannya dalam cerita Asal Mula Pulau Nusa berikut ini!
Alkisah, pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang laki-laki bernama Nusa. Ia tinggal bersama istri dan adik ipar laki-lakinya di sebuah kampung yang berada di pinggir Sungai Kahayan, Kalimantan Tengah. Pekerjaan sehari-hari Nusa dan adik iparnya adalah bercocok tanam dan menangkap ikan di Sungai Kahayan.
Pada suatu waktu, kemarau panjang melanda daerah tempat tinggal mereka. Kelaparan terjadi di mana-mana. Semua tanaman penduduk tidak dapat tumbuh dengan baik. Tanaman padi menjadi layu, buah pisang menjadi kerdil. Air Sungai Kahayan surut dan ikan-ikannya pun semakin berkurang.
Melihat kondisi itu, Nusa bersama istri dan adik iparnya memutuskan untuk pindah ke sebuah udik (dusun) dengan harapan akan mendapatkan sumber penghidupan yang lebih baik. Kalaupun tanaman singkong penduduk kampung itu tidak ada, setidaknya tetumbuhan hutan masih dapat membantu mereka untuk bertahan hidup.
Setelah mempersiapkan bekal seadanya, berangkatlah mereka menuju udik dengan menggunakan perahu. Setelah tiga hari menyusuri Sungai Rungan (anak Sungai Kahayan), sampailah mereka di persimpangan sungai. Namun, mereka tidak dapat melanjutkan perjalanan, karena ada sebatang pohon besar yang tumbang dan melintang di tengah sungai. Untuk melintasi sungai itu, mereka harus memotong pohon itu. Akhirnya Nusa dan adik iparnya secara bergantian memotong pohon itu dengan menggunakan kapak.
Hingga sore, pohon itu belum juga terputus. Perut mereka pun sudah mulai keroncongan. Sementara bekal yang mereka bawa sudah habis. Akhirnya, Nusa memutuskan untuk pergi mencari makanan ke hutan di sekitar sungai itu.
“Aku akan pergi mencari makanan di tengah hutan itu. Kamu selesaikan saja pekerjaan itu,” kata Nusa kepada adik iparnya yang sedang memotong pohon itu.
“Baik, Bang!” jawab adik iparnya.
Setelah berpamitan kepada istrinya, berangkatlah Nusa ke tengah hutan. Tidak lama kemudian, Nusa sudah kembali membawa sebutir telur yang besarnya dua kali telur angsa.
“Hei, lihatlah! Aku membawa makanan enak untuk makan malam kita. Dik, tolong rebus telur ini!” pinta Nusa kepada istrinya.
“Maaf, Bang! Adik tidak mau, karena Adik tahu telur binatang apa yang Abang bawa itu,” jawab istri Nusa menolak.
“Ah, Abang tidak peduli ini telur binatang apa. Yang penting Abang bisa kenyang. Abang sudah tidak kuat lagi menahan lapar,” kata Nusa dengan nada ketus.
Akhirnya, telur itu dimasak sendiri oleh Nusa. Hampir tengah malam telur itu baru matang. Ia pun membangunkan istri dan adik iparnya yang sudah terlelap tidur. Namun keduanya tidak mau memakan telur itu. Akhirnya, telur itu dimakan sendiri oleh Nusa sampai habis. Sementara istri dan adik iparnya kembali melanjutkan tidurnya.
Keesokan harinya, alangkah terkejutnya Nusa saat terbangun dari tidurnya. Tubuhnya dipenuhi dengan bintil-bintil berwarna merah dan terasa sangat gatal. Ia pun mulai panik dan kemudian menyuruh istri dan adik iparnya untuk membantu menggaruk tubuhnya. Namun anehnya, semakin digaruk, tubuhnya semakin terasa gatal dan perih. Melihat kondisinya seperti itu, Nusa segera menyuruh adik iparnya untuk pergi mencari bantuan. Sementara istrinya terus membantu menggaruk tubuhnya.
Menjelang siang, keadaan Nusa semakin mengerikan. Bintil-bintil merah itu berubah menjadi sisik sebesar uang logam memenuhi sebagian tubuhnya. Beberapa saat kemudian, tubuhnya bertambah besar dan memanjang hingga mencapai sekitar lima depa. Dari kaki sampai ke ketiaknya telah berubah menjadi naga, sedangkan tangan, leher, dan kepalanya masih berwujud manusia.
“Maafkan Abang, Dik! Rupanya telur yang Abang makan tadi malam adalah telur naga. Lihat tubuh dan kaki Abang! Sebentar lagi Abang akan menjadi seekor naga. Tapi, Adik tidak usah sedih, karena ini sudah takdir Tuhan,” ujar Nusa kepada istrinya.
Istrinya hanya terdiam dan bersedih melihat nasib malang yang menimpa suaminya. Air matanya pun tidak terbendung lagi. Tidak lama kemudian, adik iparnya kembali bersama dua puluh orang warga yang siap untuk membantunya. Namun saat melihat tubuh Nusa, mereka tidak dapat berbuat apa-apa, karena mereka belum pernah melihat kejadian aneh seperti itu. Akhirnya, hampir sehari semalam mereka hanya duduk mengelilingi tubuh Nusa yang tergeletak tidak berdaya di atas pasir sambil memerhatikan perkembangan selanjutnya.
Keesokan harinya, Nusa benar-benar sudah berubah menjadi seekor ular naga. Tubuhnya semakin panjang dan besar. Panjangnya sudah mencapai sekitar duapuluh lima depa, dan besarnya tiga kali pohon kelapa.
Menjelang siang, Nusa meminta kepada seluruh warga agar menggulingkan tubuhnya ke sungai.
“Tolong bantu gulingkan tubuhku ke dalam sungai itu! Aku sudah tidak kuat lagi menahan terik matahari,” keluh Nusa.
Warga pun beramai-ramai mendorong tubuhnya ke dalam sungai. Namun, baru beberapa saat berada di dalam air, tiba-tiba Nusa merasa sangat lapar.
“Aduh..., aku lapar sekali. Tolong carikan aku ikan!” seru Nusa sambil menahan rasa lapar.
Warga pun segera berpencar mencari ikan di danau atau telaga yang berada di sekitar hutan. Beberapa lama kemudian, warga kembali dengan membawa ikan yang banyak. Dalam sekejap, ikan-ikan itu pun habis dilahapnya. Menjelang senja, Nusa berpesan kepada istrinya.
“Dik! Nanti malam akan turun hujan lebat diiringi guntur dan petir. Air sungai ini akan meluap. Sampaikan hal ini kepada warga, agar segera meninggalkan tempat ini. Saat sungai banjir, Abang akan menuju ke Sungai Kahayan dan terus ke muara. Abang akan tinggal beberapa waktu di sana, dan kemudian meneruskan perjalanan ke laut. Di sanalah Abang akan tinggal untuk selamanya,” ucap Nusa sambil meneteskan air mata.
Istrinya pun tidak kuat menahan tangis. Ia benar-benar akan kehilangan suaminya.
“Bang, jangan tinggalkan Adik! Adik tidak mau kehilangan Abang,” istri Nusa mengiba sambil menangis tersedu-sedu.
“Sudahlah, Dik! Ini sudah takdir Tuhan. Setelah Abang pergi, pulanglah bersama warga itu!” ujar Nusa kepada istrinya.
Ketika malam sudah larut, apa yang diramalkan Nusa benar-benar terjadi. Suara guntur bergemuruh diiringi oleh petir yang menyambar-nyambar. Kilat memancar sambung-menyambung. Tidak lama kemudian, hujan pun turun dengan lebat. Istri Nusa dan semua warga segera menjauh dari sungai. Mereka dirundung perasaan cemas dan diselimuti perasaan takut. Beberapa saat kemudian, air Sungai Rungan pun meluap. Tubuh Nusa terbawa arus banjir menuju Sungai Kahayan. Mereka yang menyaksikan peristiwa itu hanya diam terpaku. Mereka sudah tidak dapat lagi menolong Nusa. Setelah air Sungai Rungan surut, para warga kembali ke perkampungan mereka. Istri dan adik ipar Nusa pun mengikuti rombongan itu.
Sementara itu, Nusa sudah tiba di muara Sungai Kahayan. Ia menetap sementara di sebuah teluk yang agak dalam. Ia sangat senang, karena terdapat banyak jenis ikan yang hidup di sana. Namun kehadirannya menjadi ancaman bagi kehidupan ikan-ikan tersebut. Oleh karena itu, ikan-ikan tersebut berusaha mencari cara untuk mengusirnya. Mereka pun berkumpul di suatu tempat yang tersembunyi.
“Apa yang harus kita lakukan untuk mengusir naga itu?” tanya Ikan Jelawat bingung.
“Aku punya akal. Aku akan bercerita kepada naga itu bahwa di lautan sana ada seekor naga besar yang ingin mengadu kekuatan dengannya,” kata Ikan Saluang (sejenis ikan teri).
“Lalu, apa rencanamu selanjutnya?” tanya Ikan Jelawat bertambah bingung.
“Tenang, saudara-saudara! Serahkan semua persoalan ini kepadaku. Aku akan meminta bantuan kalian jika aku memerlukannya. Bersiap-siap saja menunggu komando dariku,” ujar Ikan Saluang.
Akhirnya, semua ikan yang ada di situ setuju dengan keputusan Ikan Saluang. Keesokan harinya, Ikan Saluang mulai menjalankan rencananya. Ia diam termenung seorang diri di suatu tempat yang tidak jauh dari naga itu berada. Ia berpikir, naga itu tidak mungkin memangsa tubuhnya yang kecil itu, karena tentu tidak akan mengenyangkannya. Tidak lama kemudian, naga itu pun datang menghampirinya.
“Hei, Ikan Saluang! Kenapa kamu bersedih?” tanya Naga Nusa.
“Iya, Tuan Naga! Ada sesuatu yang membuat Hamba bersedih,” jawab Ikan Saluang.
“Apakah itu, Ikan Saluang? Katakanlah!” desak Naga Nusa.
“Begini, Tuan. Kemarin Hamba bertemu seekor naga besar di lautan sana,” kata Ikan Saluang.
“Apa katamu? Naga? Apakah dia lebih besar dari pada aku?” tanya Naga Nusa itu mulai gusar.
“Besarnya hampir sama seperti Tuan. Rupanya dia sudah mengetahui keberadaan Tuan di sini. Bahkan, dia menantang Tuan untuk mengadu kekuatan,” jawab Ikan Saluang.
Mendengar cerita Ikan Saluang itu, Naga Nusa pun naik pitam.
“Berani sekali naga itu menantangku. Katakan padanya bahwa aku menerima tantangannya! Besok suruh dia datang ke tempat ini, aku akan menunggunya!” seru Naga Nusa.
“Baik, Tuan Naga!” jawab Ikan Saluang lalu pergi.
Keesokan harinya, Naga Nusa pun datang menunggu di tempat itu. Sementara Ikan Saluang, bukannya pergi memanggil naga yang ada di lautan sana, melainkan bersembunyi di balik bebatuan bersama teman-temannya sambil memerhatikan gerak-gerik Naga Nusa yang sedang mondar-mandir menunggu kedatangan musuhnya. Namun, musuh yang ditunggu-tunggunya tak kunjung datang, karena naga yang dimaksudkan Ikan Saluang itu memang tidak ada. Akhirnya ia pun kelelahan dan tertidur di tempat itu.
Ikan Saluang pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Pelan-pelan ia mendekati ekor Naga Nusa, lalu berteriak dengan keras.
“Tuanku! Musuh datang!”
Mendengar teriakan itu, Naga Nusa menjadi panik. Dengan secepat kilat, ia memutar kepalanya ke arah ekornya, sehingga air sungai itu mendesau. Ia mengira suara air yang mendesau itu adalah musuhnya. Tanpa berpikir panjang, ia pun menyerang dan menggigitnya. Namun, tanpa disadari, ia menggigit ekornya sendiri hingga terputus.
“Aduuhhh....!” terdengar suara jeritan Naga Nusa menahan rasa sakit.
Pada saat itulah, Ikan Saluang segera memerintahkan semua teman-temannya untuk menggerogoti luka Naga Nusa. Naga Nusa pun semakin menjerit dan mengamuk. Tempat itu bergetar seolah-olah terjadi gempa bumi. Namun, kejadian itu tidak berlangsung lama. Tenaga Naga Nusa semakin lemah, karena kehabisan darah. Beberapa saat kemudian, Naga Nusa akhirnya mati.
Semua ikan yang ada di dasar Sungai Kahayan berdatangan memakan daging Naga Nusa hingga habis. Hanya kerangkanya yang tersisa. Lama kelamaan, kerangka tersebut tertimbun tanah dan ditumbuhi pepohonan. Tumpukan pepohonan itu kemudian membentuk sebuah pulau yang kini dikenal dengan nama Pulau Nusa.
Pulau Nusa adalah sebuah pulau yang terletak di Sungai Kahayan, Kalimantan Tengah, Indonesia. Bentuk pulau itu berkelok-kelok seperti ular naga. Menurut cerita yang beredar di kalangan masyarakat setempat, pulau ini terbentuk dari seekor naga besar yang sudah mati di dasar Sungai Kahayan. Peristiwa apakah yang sebenarnya terjadi? Bagaimana bangkai naga besar itu bisa menjelma menjadi sebuah pulau? Temukan jawabannya dalam cerita Asal Mula Pulau Nusa berikut ini!
Alkisah, pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang laki-laki bernama Nusa. Ia tinggal bersama istri dan adik ipar laki-lakinya di sebuah kampung yang berada di pinggir Sungai Kahayan, Kalimantan Tengah. Pekerjaan sehari-hari Nusa dan adik iparnya adalah bercocok tanam dan menangkap ikan di Sungai Kahayan.
Pada suatu waktu, kemarau panjang melanda daerah tempat tinggal mereka. Kelaparan terjadi di mana-mana. Semua tanaman penduduk tidak dapat tumbuh dengan baik. Tanaman padi menjadi layu, buah pisang menjadi kerdil. Air Sungai Kahayan surut dan ikan-ikannya pun semakin berkurang.
Melihat kondisi itu, Nusa bersama istri dan adik iparnya memutuskan untuk pindah ke sebuah udik (dusun) dengan harapan akan mendapatkan sumber penghidupan yang lebih baik. Kalaupun tanaman singkong penduduk kampung itu tidak ada, setidaknya tetumbuhan hutan masih dapat membantu mereka untuk bertahan hidup.
Setelah mempersiapkan bekal seadanya, berangkatlah mereka menuju udik dengan menggunakan perahu. Setelah tiga hari menyusuri Sungai Rungan (anak Sungai Kahayan), sampailah mereka di persimpangan sungai. Namun, mereka tidak dapat melanjutkan perjalanan, karena ada sebatang pohon besar yang tumbang dan melintang di tengah sungai. Untuk melintasi sungai itu, mereka harus memotong pohon itu. Akhirnya Nusa dan adik iparnya secara bergantian memotong pohon itu dengan menggunakan kapak.
Hingga sore, pohon itu belum juga terputus. Perut mereka pun sudah mulai keroncongan. Sementara bekal yang mereka bawa sudah habis. Akhirnya, Nusa memutuskan untuk pergi mencari makanan ke hutan di sekitar sungai itu.
“Aku akan pergi mencari makanan di tengah hutan itu. Kamu selesaikan saja pekerjaan itu,” kata Nusa kepada adik iparnya yang sedang memotong pohon itu.
“Baik, Bang!” jawab adik iparnya.
Setelah berpamitan kepada istrinya, berangkatlah Nusa ke tengah hutan. Tidak lama kemudian, Nusa sudah kembali membawa sebutir telur yang besarnya dua kali telur angsa.
“Hei, lihatlah! Aku membawa makanan enak untuk makan malam kita. Dik, tolong rebus telur ini!” pinta Nusa kepada istrinya.
“Maaf, Bang! Adik tidak mau, karena Adik tahu telur binatang apa yang Abang bawa itu,” jawab istri Nusa menolak.
“Ah, Abang tidak peduli ini telur binatang apa. Yang penting Abang bisa kenyang. Abang sudah tidak kuat lagi menahan lapar,” kata Nusa dengan nada ketus.
Akhirnya, telur itu dimasak sendiri oleh Nusa. Hampir tengah malam telur itu baru matang. Ia pun membangunkan istri dan adik iparnya yang sudah terlelap tidur. Namun keduanya tidak mau memakan telur itu. Akhirnya, telur itu dimakan sendiri oleh Nusa sampai habis. Sementara istri dan adik iparnya kembali melanjutkan tidurnya.
Keesokan harinya, alangkah terkejutnya Nusa saat terbangun dari tidurnya. Tubuhnya dipenuhi dengan bintil-bintil berwarna merah dan terasa sangat gatal. Ia pun mulai panik dan kemudian menyuruh istri dan adik iparnya untuk membantu menggaruk tubuhnya. Namun anehnya, semakin digaruk, tubuhnya semakin terasa gatal dan perih. Melihat kondisinya seperti itu, Nusa segera menyuruh adik iparnya untuk pergi mencari bantuan. Sementara istrinya terus membantu menggaruk tubuhnya.
Menjelang siang, keadaan Nusa semakin mengerikan. Bintil-bintil merah itu berubah menjadi sisik sebesar uang logam memenuhi sebagian tubuhnya. Beberapa saat kemudian, tubuhnya bertambah besar dan memanjang hingga mencapai sekitar lima depa. Dari kaki sampai ke ketiaknya telah berubah menjadi naga, sedangkan tangan, leher, dan kepalanya masih berwujud manusia.
“Maafkan Abang, Dik! Rupanya telur yang Abang makan tadi malam adalah telur naga. Lihat tubuh dan kaki Abang! Sebentar lagi Abang akan menjadi seekor naga. Tapi, Adik tidak usah sedih, karena ini sudah takdir Tuhan,” ujar Nusa kepada istrinya.
Istrinya hanya terdiam dan bersedih melihat nasib malang yang menimpa suaminya. Air matanya pun tidak terbendung lagi. Tidak lama kemudian, adik iparnya kembali bersama dua puluh orang warga yang siap untuk membantunya. Namun saat melihat tubuh Nusa, mereka tidak dapat berbuat apa-apa, karena mereka belum pernah melihat kejadian aneh seperti itu. Akhirnya, hampir sehari semalam mereka hanya duduk mengelilingi tubuh Nusa yang tergeletak tidak berdaya di atas pasir sambil memerhatikan perkembangan selanjutnya.
Keesokan harinya, Nusa benar-benar sudah berubah menjadi seekor ular naga. Tubuhnya semakin panjang dan besar. Panjangnya sudah mencapai sekitar duapuluh lima depa, dan besarnya tiga kali pohon kelapa.
Menjelang siang, Nusa meminta kepada seluruh warga agar menggulingkan tubuhnya ke sungai.
“Tolong bantu gulingkan tubuhku ke dalam sungai itu! Aku sudah tidak kuat lagi menahan terik matahari,” keluh Nusa.
Warga pun beramai-ramai mendorong tubuhnya ke dalam sungai. Namun, baru beberapa saat berada di dalam air, tiba-tiba Nusa merasa sangat lapar.
“Aduh..., aku lapar sekali. Tolong carikan aku ikan!” seru Nusa sambil menahan rasa lapar.
Warga pun segera berpencar mencari ikan di danau atau telaga yang berada di sekitar hutan. Beberapa lama kemudian, warga kembali dengan membawa ikan yang banyak. Dalam sekejap, ikan-ikan itu pun habis dilahapnya. Menjelang senja, Nusa berpesan kepada istrinya.
“Dik! Nanti malam akan turun hujan lebat diiringi guntur dan petir. Air sungai ini akan meluap. Sampaikan hal ini kepada warga, agar segera meninggalkan tempat ini. Saat sungai banjir, Abang akan menuju ke Sungai Kahayan dan terus ke muara. Abang akan tinggal beberapa waktu di sana, dan kemudian meneruskan perjalanan ke laut. Di sanalah Abang akan tinggal untuk selamanya,” ucap Nusa sambil meneteskan air mata.
Istrinya pun tidak kuat menahan tangis. Ia benar-benar akan kehilangan suaminya.
“Bang, jangan tinggalkan Adik! Adik tidak mau kehilangan Abang,” istri Nusa mengiba sambil menangis tersedu-sedu.
“Sudahlah, Dik! Ini sudah takdir Tuhan. Setelah Abang pergi, pulanglah bersama warga itu!” ujar Nusa kepada istrinya.
Ketika malam sudah larut, apa yang diramalkan Nusa benar-benar terjadi. Suara guntur bergemuruh diiringi oleh petir yang menyambar-nyambar. Kilat memancar sambung-menyambung. Tidak lama kemudian, hujan pun turun dengan lebat. Istri Nusa dan semua warga segera menjauh dari sungai. Mereka dirundung perasaan cemas dan diselimuti perasaan takut. Beberapa saat kemudian, air Sungai Rungan pun meluap. Tubuh Nusa terbawa arus banjir menuju Sungai Kahayan. Mereka yang menyaksikan peristiwa itu hanya diam terpaku. Mereka sudah tidak dapat lagi menolong Nusa. Setelah air Sungai Rungan surut, para warga kembali ke perkampungan mereka. Istri dan adik ipar Nusa pun mengikuti rombongan itu.
Sementara itu, Nusa sudah tiba di muara Sungai Kahayan. Ia menetap sementara di sebuah teluk yang agak dalam. Ia sangat senang, karena terdapat banyak jenis ikan yang hidup di sana. Namun kehadirannya menjadi ancaman bagi kehidupan ikan-ikan tersebut. Oleh karena itu, ikan-ikan tersebut berusaha mencari cara untuk mengusirnya. Mereka pun berkumpul di suatu tempat yang tersembunyi.
“Apa yang harus kita lakukan untuk mengusir naga itu?” tanya Ikan Jelawat bingung.
“Aku punya akal. Aku akan bercerita kepada naga itu bahwa di lautan sana ada seekor naga besar yang ingin mengadu kekuatan dengannya,” kata Ikan Saluang (sejenis ikan teri).
“Lalu, apa rencanamu selanjutnya?” tanya Ikan Jelawat bertambah bingung.
“Tenang, saudara-saudara! Serahkan semua persoalan ini kepadaku. Aku akan meminta bantuan kalian jika aku memerlukannya. Bersiap-siap saja menunggu komando dariku,” ujar Ikan Saluang.
Akhirnya, semua ikan yang ada di situ setuju dengan keputusan Ikan Saluang. Keesokan harinya, Ikan Saluang mulai menjalankan rencananya. Ia diam termenung seorang diri di suatu tempat yang tidak jauh dari naga itu berada. Ia berpikir, naga itu tidak mungkin memangsa tubuhnya yang kecil itu, karena tentu tidak akan mengenyangkannya. Tidak lama kemudian, naga itu pun datang menghampirinya.
“Hei, Ikan Saluang! Kenapa kamu bersedih?” tanya Naga Nusa.
“Iya, Tuan Naga! Ada sesuatu yang membuat Hamba bersedih,” jawab Ikan Saluang.
“Apakah itu, Ikan Saluang? Katakanlah!” desak Naga Nusa.
“Begini, Tuan. Kemarin Hamba bertemu seekor naga besar di lautan sana,” kata Ikan Saluang.
“Apa katamu? Naga? Apakah dia lebih besar dari pada aku?” tanya Naga Nusa itu mulai gusar.
“Besarnya hampir sama seperti Tuan. Rupanya dia sudah mengetahui keberadaan Tuan di sini. Bahkan, dia menantang Tuan untuk mengadu kekuatan,” jawab Ikan Saluang.
Mendengar cerita Ikan Saluang itu, Naga Nusa pun naik pitam.
“Berani sekali naga itu menantangku. Katakan padanya bahwa aku menerima tantangannya! Besok suruh dia datang ke tempat ini, aku akan menunggunya!” seru Naga Nusa.
“Baik, Tuan Naga!” jawab Ikan Saluang lalu pergi.
Keesokan harinya, Naga Nusa pun datang menunggu di tempat itu. Sementara Ikan Saluang, bukannya pergi memanggil naga yang ada di lautan sana, melainkan bersembunyi di balik bebatuan bersama teman-temannya sambil memerhatikan gerak-gerik Naga Nusa yang sedang mondar-mandir menunggu kedatangan musuhnya. Namun, musuh yang ditunggu-tunggunya tak kunjung datang, karena naga yang dimaksudkan Ikan Saluang itu memang tidak ada. Akhirnya ia pun kelelahan dan tertidur di tempat itu.
Ikan Saluang pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Pelan-pelan ia mendekati ekor Naga Nusa, lalu berteriak dengan keras.
“Tuanku! Musuh datang!”
Mendengar teriakan itu, Naga Nusa menjadi panik. Dengan secepat kilat, ia memutar kepalanya ke arah ekornya, sehingga air sungai itu mendesau. Ia mengira suara air yang mendesau itu adalah musuhnya. Tanpa berpikir panjang, ia pun menyerang dan menggigitnya. Namun, tanpa disadari, ia menggigit ekornya sendiri hingga terputus.
“Aduuhhh....!” terdengar suara jeritan Naga Nusa menahan rasa sakit.
Pada saat itulah, Ikan Saluang segera memerintahkan semua teman-temannya untuk menggerogoti luka Naga Nusa. Naga Nusa pun semakin menjerit dan mengamuk. Tempat itu bergetar seolah-olah terjadi gempa bumi. Namun, kejadian itu tidak berlangsung lama. Tenaga Naga Nusa semakin lemah, karena kehabisan darah. Beberapa saat kemudian, Naga Nusa akhirnya mati.
Semua ikan yang ada di dasar Sungai Kahayan berdatangan memakan daging Naga Nusa hingga habis. Hanya kerangkanya yang tersisa. Lama kelamaan, kerangka tersebut tertimbun tanah dan ditumbuhi pepohonan. Tumpukan pepohonan itu kemudian membentuk sebuah pulau yang kini dikenal dengan nama Pulau Nusa.
Cerita tentang Uder Mancing
Kalimantan Tengah adalah salah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan. Ibukotanya adalah Kota Palangka Raya. Luas: prov Kalteng 153.564 km² berikut salah satu Cerita asal Kalimantan tengah mengenai Uder mancing Ikuti kisah nya :
Uder Mancing adalah seorang laki-laki pemalas yang tinggal di sebuah kampung di daerah Kalimantan Tengah. Kerjanya hanya tidur dan memancing. Pada suatu hari, ketika hendak pergi memancing ke daerah udik (hulu sungai), tiba-tiba ia diserang dan ditawan oleh kawanan kera. Mengapa Uder Mancing diserang dan ditawan kawanan kera itu? Lalu, bagaimanakah nasib Uder Mancing selanjutnya? Temukan jawabannya dalam cerita Uder Mancing berikut ini!
Alkisah, di sebuah kampung di daerah Kalimantan Tengah, hiduplah seorang laki-laki bernama Uder. Ia tinggal bersama istrinya di sebuah gubuk yang berada di tepi sungai. Uder seorang suami pemalas. Semua pekerjaan dianggapnya berat. Hanya tidur dan memancing yang menjadi kesenangannya. Jika tidak pergi memancing, ia hanya tidur di rumah sampai berjam-jam. Bahkan ia terkadang tidur dari pagi hingga sore. Ia baru bangun pada saat perutnya lapar, dan kembali tidur setelah perutnya kenyang.
Begitu pula halnya jika memancing, si Uder terkadang berhari-hari tidak pulang ke rumahnya. Ia sangat bangga jika pulang ke rumah membawa ikan walau hanya satu ekor atau hanya ikan kecil sekalipun. Oleh karena itu, orang-orang kampung memanggilnya Uder Mancing.
Demikian yang dilakukan Uder Mancing setiap hari. Istrinya sudah jemu menasehatinya. Bahkan mertuanya pun pernah menasehatinya, namun perilakunya tetap tidak mau berubah. Oleh karenanya, apa pun yang dilakukan Uder, mertua dan istrinya tidak mau tahu lagi. Jika pergi ke ladang, istrinya berangkat sendiri dan membiarkan Uder tidur di rumah.
Pada suatu pagi, Uder baru saja bangun tidur karena kelaparan. Setelah masuk ke dapur, ia tidak menemukan makanan sedikit pun. Ia pun segera mencari istrinya. Saat membuka pintu belakang gubuknya, ia melihat istrinya sedang membersihkan ayam yang baru saja disembelihnya. Tiba-tiba ia merampas usus ayam itu dari tangan istrinya.
“Bang, untuk apa usus ayam itu?” tanya istrinya heran.
“Untuk umpan pancing,” jawab Uder seraya memotong kecil-kecil usus itu.
Setelah menyantap ayam masakan istrinya, Uder Mancing segera mengambil kail dan umpannya untuk pergi memancing ke udik (hulu sungai). Dengan penuh semangat, ia mendayung perahunya menuju ke sebuah teluk besar yang di dalamnya terdapat banyak ikan.
“Hari ini aku akan memperoleh ikan yang banyak,” gumam Udik Mancing sambil mendayung perahunya.
Di tengah perjalanan, ia berpapasan dengan orang sekampungnya yang baru pulang dari ladangnya.
“Hendak ke mana, Der?” tanya orang itu.
“Hendak ke udik untuk memancing,” jawab Uder.
“Umpannya apa, Der?” orang kembali bertanya.
“Usus ayam,” jawab Uder.
Tidak berapa jauh kemudian, Uder berpapasan lagi dengan orang kampung yang baru saja pulang dari memancing. Orang itu pun bertanya kepada Uder dengan pertanyaan yang sama seperti pertanyaan orang kampung yang tadi. Si Uder pun menjawab pertanyaan itu dengan jawaban yang sama, walaupun dengan perasaan jengkel.
Setelah orang itu berlalu, Uder kembali mendayung perahunya ke arah pinggir sungai agar tidak berpapasan lagi dengan orang lain. Ia sudah jemu ditanya dengan pertanyaan yang sama. Ia pun menyusuri pinggir sungai menuju udik. Namun, saat lewat di bawah sebatang pohon rindang yang menjorok ke sungai, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara kawanan kera dari atas pohon itu.
‘Hendak ke mana, Der?” tanya seekor kera.
Mendengar pertanyaan itu, Uder semakin jengkel dan marah. Dengan suara nyaring ia menjawab;
“Memancing!”
“Umpannya apa, Der?” tanya kera lainnya dengan pelan.
“Ususmu itu!” jawab Uder semakin marah.
Jawaban Uder membuat kawanan kera itu tersinggung dan marah. Tanpa diduga, kawanan kera yang berjumlah puluhan itu melompat ke atas perahunya. Ada yang mengigit tangan dan kakinya, mencakar wajahnya, bahkan ada yang melepas bajunya. Uder pun tergeletak tidak sadarkan diri di atas perahunya. Kemudian kawanan kera itu beramai-ramai mengangkat tubuh Uder naik ke daratan dan mengikatnya di bawah sebuah pohon tidak jauh dari tempat tinggal mereka.
Menjelang sore, Uder tersadar dari pingsannya. Saat membuka matanya, ia melihat puluhan kera sedang duduk mengelilinginya. Hari pun mulai gelap. Kawanan kera itu tetap membiarkan Uder terikat di pohon tanpa baju. Hampir semalaman Uder tidak bisa tidur digigiti nyamuk
Keesokan harinya, kawanan kera itu kembali berkumpul di sekitar Uder.
“Mimpi apa samalam, Der?” tanya seekor kera.
“Bagaimana bisa mimpi, di sini banyak nyamuk,” ucap Uder dengan ketus.
Hingga siang hari, Uder tetap terikat di pohon. Tubuhnya mulai menggigil karena kelaparan dan kehausan. Ia pun merintih dan menangis. Beberapa ekor kera kecil mendekatinya. Tetapi, bukannya memberi makanan atau minuman, melainkan mengejeknya. Uder pun semakin kesal dan berteriak meminta makanan dan minuman. Tidak berapa lama kemudian, kera besar yang menjadi pemimpin datang membawakan makanan dan minuman untuknya. Uder pun kembali segar dan bertenaga.
Malam harinya, kawanan kera itu memindahkan Uder ke halaman rumah mereka. Keesokan harinya, mereka menanyakan lagi mimpi Uder semalam. Namun, Uder tetap tidak bisa bermimpi karena banyak nyamuk. Pada malam berikutnya, mereka memindahkan Uder ke dalam rumah agar tidak digigit nyamuk. Namun Uder tetap saja digigit nyamuk. Akhirnya, kawanan kera itu memutuskan untuk membuatkan Uder kelambu dari dedaunan. Malam harinya, Uder dapat tidur dengan nyenyak sekali, karena sudah tiga hari tiga malam tidak tidur.
Keesokan harinya, kawanan kera itu kembali bertanya kepada Uder tentang mimpinya semalam.
“Tadi malam aku bermimpi melihat sebatang pohon rambutan yang banyak buahnya,” jelas Uder.
“Di mana letak pohon rambutan itu, Der?” tanya pemimpin kera itu.
“Di hulu sungai,” jawab Uder dengan penuh keyakinan.
Kawanan kera bersorak gembira mendengar cerita Uder. Akhirnya, siang itu juga mereka meminta Uder untuk mengantarnya ke tempat yang ada dalam mimpi Uder. Uder bersedia mengantar mereka asalkan tali pengikatnya dilepaskan.
“Baiklah, Uder! Kami akan melepaskan tali pengikiatmu, asalkan kamu berjanji tidak akan melarikan diri,” kata pemimpin kera itu.
“Saya berjanji tidak akan melarikan diri,” ucap Uder.
Berangkatlah mereka menuju hulu sungai. Kawanan kera berjalan di depan, sedangkan Uder mengikutinya dari belakang. Saat lengah dari pengawasan kera itu, Uder mengambil dua buah batu kerikil dan damar lalu memasukkannya ke saku celananya. Tidak berapa lama kemudian, sampailah mereka di hulu sungai. Rupanya pohon rambutan yang ada dalam mimpi Uder benar-benar nyata.
Tanpa menunggu perintah dari pemimpin mereka, para kawanan kera itu berlomba-lomba memanjat pohon rambutan itu. Pemimpin kera yang tergiur dengan buah rambutan yang sudah matang tersebut, tidak mau ketinggalan. Ia pun menyusul kawanan kera lainnya memanjat pohon itu.
Ketika seluruh kawanan kera tersebut sedang asyik memakan buah rambutan, Uder tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia segera mengumpulkan ranting-ranting kayu kering yang berserakan di sekitarnya dan menumpuknya di bawah pohon rambutan itu. Dengan cepat, ia mengeluarkan kedua batu kerikil dan damar dari saku celananya. Kedua batu kerikil itu ia gesekkan hingga mengeluarkan percikan api. Setelah damar itu menyala, ia menyelipkannya ke dalam tumpukan ranting kayu kering. Sebentar kemudian, api besar pun menyala dan membakar kawanan kera itu. Tidak satu pun kera yang selamat.
Uder Mancing pun bersorak gembira. Ia merasa puas, karena dirinya dapat mengelabui kawanan kera itu. Setelah itu, Uder lansung kembali ke tempat perahunya ditambatkan oleh kawanan kera itu. Sesampainya di tempat itu, ia melihat seekor kera betina yang sedang hamil besar. Kera betina itu pun merengek-rengek memohon kepada Uder Mancing agar tidak membunuhnya. Uder Mancing pun membiarkannya hidup. Konon, kera betina itulah yang menjadi nenek moyang dari kera yang ada di daerah tersebut.
Setelah itu, Uder Mancing langsung pulang ke gubuknya. Alangkah terkejut istrinya saat melihat suaminya pulang. Ia mengira suaminya telah meninggal dunia, karena sudah lima hari ia tidak pulang. Uder Mancing pun menceritakan semua peristiwa yang dialaminya. Sejak itu, Uder Mancing mulai berubah menjadi orang yang rajin. Setiap hari ia bersama istrinya sibuk menggarap ladangnya yang cukup luas. Ia pergi memancing jika pekerjaannya di ladang telah selesai. Akhirnya, lama kelamaan Uder Mancing dan istrinya menjadi orang kaya di kampungnya.
Uder Mancing adalah seorang laki-laki pemalas yang tinggal di sebuah kampung di daerah Kalimantan Tengah. Kerjanya hanya tidur dan memancing. Pada suatu hari, ketika hendak pergi memancing ke daerah udik (hulu sungai), tiba-tiba ia diserang dan ditawan oleh kawanan kera. Mengapa Uder Mancing diserang dan ditawan kawanan kera itu? Lalu, bagaimanakah nasib Uder Mancing selanjutnya? Temukan jawabannya dalam cerita Uder Mancing berikut ini!
Alkisah, di sebuah kampung di daerah Kalimantan Tengah, hiduplah seorang laki-laki bernama Uder. Ia tinggal bersama istrinya di sebuah gubuk yang berada di tepi sungai. Uder seorang suami pemalas. Semua pekerjaan dianggapnya berat. Hanya tidur dan memancing yang menjadi kesenangannya. Jika tidak pergi memancing, ia hanya tidur di rumah sampai berjam-jam. Bahkan ia terkadang tidur dari pagi hingga sore. Ia baru bangun pada saat perutnya lapar, dan kembali tidur setelah perutnya kenyang.
Begitu pula halnya jika memancing, si Uder terkadang berhari-hari tidak pulang ke rumahnya. Ia sangat bangga jika pulang ke rumah membawa ikan walau hanya satu ekor atau hanya ikan kecil sekalipun. Oleh karena itu, orang-orang kampung memanggilnya Uder Mancing.
Demikian yang dilakukan Uder Mancing setiap hari. Istrinya sudah jemu menasehatinya. Bahkan mertuanya pun pernah menasehatinya, namun perilakunya tetap tidak mau berubah. Oleh karenanya, apa pun yang dilakukan Uder, mertua dan istrinya tidak mau tahu lagi. Jika pergi ke ladang, istrinya berangkat sendiri dan membiarkan Uder tidur di rumah.
Pada suatu pagi, Uder baru saja bangun tidur karena kelaparan. Setelah masuk ke dapur, ia tidak menemukan makanan sedikit pun. Ia pun segera mencari istrinya. Saat membuka pintu belakang gubuknya, ia melihat istrinya sedang membersihkan ayam yang baru saja disembelihnya. Tiba-tiba ia merampas usus ayam itu dari tangan istrinya.
“Bang, untuk apa usus ayam itu?” tanya istrinya heran.
“Untuk umpan pancing,” jawab Uder seraya memotong kecil-kecil usus itu.
Setelah menyantap ayam masakan istrinya, Uder Mancing segera mengambil kail dan umpannya untuk pergi memancing ke udik (hulu sungai). Dengan penuh semangat, ia mendayung perahunya menuju ke sebuah teluk besar yang di dalamnya terdapat banyak ikan.
“Hari ini aku akan memperoleh ikan yang banyak,” gumam Udik Mancing sambil mendayung perahunya.
Di tengah perjalanan, ia berpapasan dengan orang sekampungnya yang baru pulang dari ladangnya.
“Hendak ke mana, Der?” tanya orang itu.
“Hendak ke udik untuk memancing,” jawab Uder.
“Umpannya apa, Der?” orang kembali bertanya.
“Usus ayam,” jawab Uder.
Tidak berapa jauh kemudian, Uder berpapasan lagi dengan orang kampung yang baru saja pulang dari memancing. Orang itu pun bertanya kepada Uder dengan pertanyaan yang sama seperti pertanyaan orang kampung yang tadi. Si Uder pun menjawab pertanyaan itu dengan jawaban yang sama, walaupun dengan perasaan jengkel.
Setelah orang itu berlalu, Uder kembali mendayung perahunya ke arah pinggir sungai agar tidak berpapasan lagi dengan orang lain. Ia sudah jemu ditanya dengan pertanyaan yang sama. Ia pun menyusuri pinggir sungai menuju udik. Namun, saat lewat di bawah sebatang pohon rindang yang menjorok ke sungai, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara kawanan kera dari atas pohon itu.
‘Hendak ke mana, Der?” tanya seekor kera.
Mendengar pertanyaan itu, Uder semakin jengkel dan marah. Dengan suara nyaring ia menjawab;
“Memancing!”
“Umpannya apa, Der?” tanya kera lainnya dengan pelan.
“Ususmu itu!” jawab Uder semakin marah.
Jawaban Uder membuat kawanan kera itu tersinggung dan marah. Tanpa diduga, kawanan kera yang berjumlah puluhan itu melompat ke atas perahunya. Ada yang mengigit tangan dan kakinya, mencakar wajahnya, bahkan ada yang melepas bajunya. Uder pun tergeletak tidak sadarkan diri di atas perahunya. Kemudian kawanan kera itu beramai-ramai mengangkat tubuh Uder naik ke daratan dan mengikatnya di bawah sebuah pohon tidak jauh dari tempat tinggal mereka.
Menjelang sore, Uder tersadar dari pingsannya. Saat membuka matanya, ia melihat puluhan kera sedang duduk mengelilinginya. Hari pun mulai gelap. Kawanan kera itu tetap membiarkan Uder terikat di pohon tanpa baju. Hampir semalaman Uder tidak bisa tidur digigiti nyamuk
Keesokan harinya, kawanan kera itu kembali berkumpul di sekitar Uder.
“Mimpi apa samalam, Der?” tanya seekor kera.
“Bagaimana bisa mimpi, di sini banyak nyamuk,” ucap Uder dengan ketus.
Hingga siang hari, Uder tetap terikat di pohon. Tubuhnya mulai menggigil karena kelaparan dan kehausan. Ia pun merintih dan menangis. Beberapa ekor kera kecil mendekatinya. Tetapi, bukannya memberi makanan atau minuman, melainkan mengejeknya. Uder pun semakin kesal dan berteriak meminta makanan dan minuman. Tidak berapa lama kemudian, kera besar yang menjadi pemimpin datang membawakan makanan dan minuman untuknya. Uder pun kembali segar dan bertenaga.
Malam harinya, kawanan kera itu memindahkan Uder ke halaman rumah mereka. Keesokan harinya, mereka menanyakan lagi mimpi Uder semalam. Namun, Uder tetap tidak bisa bermimpi karena banyak nyamuk. Pada malam berikutnya, mereka memindahkan Uder ke dalam rumah agar tidak digigit nyamuk. Namun Uder tetap saja digigit nyamuk. Akhirnya, kawanan kera itu memutuskan untuk membuatkan Uder kelambu dari dedaunan. Malam harinya, Uder dapat tidur dengan nyenyak sekali, karena sudah tiga hari tiga malam tidak tidur.
Keesokan harinya, kawanan kera itu kembali bertanya kepada Uder tentang mimpinya semalam.
“Tadi malam aku bermimpi melihat sebatang pohon rambutan yang banyak buahnya,” jelas Uder.
“Di mana letak pohon rambutan itu, Der?” tanya pemimpin kera itu.
“Di hulu sungai,” jawab Uder dengan penuh keyakinan.
Kawanan kera bersorak gembira mendengar cerita Uder. Akhirnya, siang itu juga mereka meminta Uder untuk mengantarnya ke tempat yang ada dalam mimpi Uder. Uder bersedia mengantar mereka asalkan tali pengikatnya dilepaskan.
“Baiklah, Uder! Kami akan melepaskan tali pengikiatmu, asalkan kamu berjanji tidak akan melarikan diri,” kata pemimpin kera itu.
“Saya berjanji tidak akan melarikan diri,” ucap Uder.
Berangkatlah mereka menuju hulu sungai. Kawanan kera berjalan di depan, sedangkan Uder mengikutinya dari belakang. Saat lengah dari pengawasan kera itu, Uder mengambil dua buah batu kerikil dan damar lalu memasukkannya ke saku celananya. Tidak berapa lama kemudian, sampailah mereka di hulu sungai. Rupanya pohon rambutan yang ada dalam mimpi Uder benar-benar nyata.
Tanpa menunggu perintah dari pemimpin mereka, para kawanan kera itu berlomba-lomba memanjat pohon rambutan itu. Pemimpin kera yang tergiur dengan buah rambutan yang sudah matang tersebut, tidak mau ketinggalan. Ia pun menyusul kawanan kera lainnya memanjat pohon itu.
Ketika seluruh kawanan kera tersebut sedang asyik memakan buah rambutan, Uder tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia segera mengumpulkan ranting-ranting kayu kering yang berserakan di sekitarnya dan menumpuknya di bawah pohon rambutan itu. Dengan cepat, ia mengeluarkan kedua batu kerikil dan damar dari saku celananya. Kedua batu kerikil itu ia gesekkan hingga mengeluarkan percikan api. Setelah damar itu menyala, ia menyelipkannya ke dalam tumpukan ranting kayu kering. Sebentar kemudian, api besar pun menyala dan membakar kawanan kera itu. Tidak satu pun kera yang selamat.
Uder Mancing pun bersorak gembira. Ia merasa puas, karena dirinya dapat mengelabui kawanan kera itu. Setelah itu, Uder lansung kembali ke tempat perahunya ditambatkan oleh kawanan kera itu. Sesampainya di tempat itu, ia melihat seekor kera betina yang sedang hamil besar. Kera betina itu pun merengek-rengek memohon kepada Uder Mancing agar tidak membunuhnya. Uder Mancing pun membiarkannya hidup. Konon, kera betina itulah yang menjadi nenek moyang dari kera yang ada di daerah tersebut.
Setelah itu, Uder Mancing langsung pulang ke gubuknya. Alangkah terkejut istrinya saat melihat suaminya pulang. Ia mengira suaminya telah meninggal dunia, karena sudah lima hari ia tidak pulang. Uder Mancing pun menceritakan semua peristiwa yang dialaminya. Sejak itu, Uder Mancing mulai berubah menjadi orang yang rajin. Setiap hari ia bersama istrinya sibuk menggarap ladangnya yang cukup luas. Ia pergi memancing jika pekerjaannya di ladang telah selesai. Akhirnya, lama kelamaan Uder Mancing dan istrinya menjadi orang kaya di kampungnya.
Cerita Sangi sang pemburu
Kalimantan Tengah (Kalteng) adalah salah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan. Ibukotanya adalah Kota Palangka Raya. Luas: Prov Kalteng adalah 153.564 km²
Kalimantan merupakan pulau terbesar di Indonesia yang memiliki kekayaan alam berupa emas yang sangat melimpah. Logam berwarna kuning mengkilau itu banyak terdapat di dasar Sungai Kahayan. Di atas Sungai Kahayan yang panjangnya 600 kilometer tersebut, tampak sebuah pemandangan yang sangat menarik. Dari kejauhan kesan yang muncul adalah sebuah pemukiman terapung di tengah sungai. Kesan pemukiman terapung itu semakin kuat dengan adanya asap hitam yang mengepul tinggi ke angkasa. Setelah dilihat dari dekat, ternyata pemukiman itu adalah ribuan lanting (rakit kayu) tambang emas yang berbentuk rumah terapung berjejer hampir menutup semua alur sungai. Lanting-lanting tersebut berisi peralatan tambang berupa mesin yang setiap hari bekerja melakukan kegiatan penambangan, menyedot lumpur dan pasir dari dasar Sungai Kahayan untuk mencari emas.
Masyarakat di sekitar Sungai Kahayan meyakini bahwa keberadaan emas yang melimpah tersebut merupakan peninggalan leluhur mereka. Menurut cerita yang beredar, pada zaman dahulu kala, di daerah itu telah hidup seorang pemuda gagah yang bernama Sangi. Sehari-hari ia bekerja sebagai pemburu. Suatu hari, ketika ia sedang berburu di hutan, ia bertemu dengan seekor naga yang bisa menjelma menjadi pemuda tampan. Konon, siapapun yang bertemu dengan naga itu, maka ia juga akan menjadi naga jadi-jadian dan selalu awet muda. Inilah yang dialami Sangi, setelah bertemu dengan pemuda tampan itu, ia kemudian menjelma menjadi naga jadi-jadian dan selalu awet muda. Akan tetapi, Sangi harus mematuhi larangan yang diberikan oleh sang Pemuda yaitu tidak boleh menceritakan kejadian itu kepada orang lain. Suatu ketika, Sangi melanggar larangan itu, akibatnya ia pun berubah menjadi naga. Pada saat sebelum menceburkan dirinya ke dalam Sungai Kahayan, Sangi sempat membuang harta pusakanya berupa perhiasan dan kepingan-kepingan emas ke dalam Sungai Kahayan. Cerita ini berkembang di kalangan suku-bangsa Dayak Ngaju di Kabupaten Gunung Emas, Kalimantan Tengah, yang dikenal dengan cerita Sangi Sang Pemburu.
+++
Pada zaman dahulu kala, di Kalimantan Tengah, hiduplah seorang pemburu tangguh bernama Sangi. Ia sangat ahli dalam menyumpit binatang buruan. Sumpitnya selalu mengenai sasaran. Setiap kali berburu, ia selalu berhasil membawa pulang banyak daging binatang buruan.
Sangi tinggal di daerah aliran Sungai Mahoroi, anak Sungai Kahayan. Ia tinggal bersama keluarga dan kerabatnya. Mereka hidup dari bercocok tanam di ladang dan berburu. Ladang mereka masih sering berpindah-pindah. Selain itu, mereka juga mencari bahan pangan dari tumbuh-tumbuhan yang terdapat di hutan-hutan pedalaman.
Pada suatu hari, seperti biasa Sangi pergi berburu. Namun hari itu, ia sangat kesal. Dari pagi hingga sore, tidak seekor binatang buruan pun yang diperolehnya. Karena hari mulai senja, ia berniat pulang.
Dalam perjalanan pulang, Sangi melihat air tepi sungai sangat keruh. ”Sepertinya baru saja seekor babi hutan lewat di tepi sungai itu,” kata Sangi dalam hati. Karena penasaran, Sangi kemudian memeriksa bekas jejak kaki babi di tanah. Ternyata dugaan Sangi benar. Ia melihat bekas jejak kaki babi hutan di tanah menuju ke arah sungai. Dengan penuh harap, Sangi mengikuti arah jejak binatang itu. Tidak seberapa jauh dari sungai, ia menemukan babi hutan yang dicarinya. Namun sayang, sebagian dari tubuh babi hutan itu telah berada di mulut seekor naga. Pemandangan itu sangat mengerikan dan menakutkan Sangi. Ia tidak bisa berteriak. Dengan pelan-pelan, ia beranjak dari tempatnya berdiri lalu bersembunyi di tempat yang tidak jauh dari naga itu.
Dari balik tempatnya bersembunyi, Sangi menyaksikan naga itu berusaha menelan seluruh tubuh babi hutan. Meskipun naga itu telah mencobanya berulang-ulang, namun usahanya selalu gagal. Karena kesal, akhirnya naga itu pun menyerah. Dengan murka ia palingkan wajahnya ke arah Sangi yang sejak tadi memerhatikannya.
Mengetahui hal tersebut, Sangi sangat ketakutan. Badannya gemetaran. ”Waduh gawat! Naga itu ternyata mengetahui keberadaan saya di sini. Jangan-jangan...naga itu hendak memangsa saya,” gumam Sangi dengan cemasnya. Baru saja ucapan itu lepas dari mulut Sangi, dalam sekejap mata bayangan naga itu menghilang dan menjelma menjadi seorang pemuda tampan. Sangi sangat heran. Ketakutannya berubah menjadi ketakjuban.
Tiba-tiba, pemuda tampan itu menghampiri Sangi dan memegang lengannya. “Hei, anak muda! Telan babi hutan itu! Kamu tidak seharusnya mengintip naga yang sedang menelan mangsanya!” bentak pemuda tampan itu. ”Saa…saa…ya…tidak bisa,” kata Sangi ketakutan. ”Bagaimana mungkin saya dapat menelan babi hutan sebesar itu?” tambahnya. “Turuti perintahku! Jangan membantah!” seru pemuda tampan itu tak mau dibantah.
Mendengar bentakan itu, Sangi tidak bisa menolak apa yang diperintahkan pemuda tampan itu. Sangi kemudian mendekati babi yang tergeletak di tanah tak jauh darinya. Sungguh ajaib, dengan mudah Sangi menelan babi hutan itu, seolah-olah ia seekor naga besar. Sangi pun terheran-heran pada dirinya sendiri. ”Kenapa hal ini bisa terjadi? Ini benar-benar tidak masuk akal,” kata Sangi dalam hati. “Karena kamu telah mengintip naga yang tengah memakan mangsanya, maka sejak itu pula kamu telah menjadi naga jadi-jadian. Kamu tidak dapat menolak apa yang sudah terjadi,” ujar pemuda tampan itu menjelaskan.
”Apa? Aku tidak mau jadi seekor naga jadi-jadian. Aku mau jadi manusia biasa!” seru Sangi tidak terima. ”Tuan, jadikan aku menusia biasa saja!” serunya memohon. Mendengar permohonan Sangi, pemuda tampan itu tertawa terbahak-bahak, ”Haa...haa...haa..., kamu tak perlu cemas anak muda. Selama kamu dapat merahasiakan kejadian ini, kamu dapat terus menjadi manusia,” jelas si pemuda tampan. Bernakah itu tuan?” tanya Sangi tak percaya. Karena masih dihantui rasa penasaran, Sangi kemudian bertanya lagi kepada pemuda tampan itu, ”Apa keistimewaan menjadi seekor naga jadi-jadian itu?” sambil tersenyum, pemuda tampan itu menjawab, ”Sebenarnya kamu orang yang sangat beruntung. Dengan demikian, kamu akan terus awet muda. Banyak orang ingin awet muda, akan tetapi tidak bisa. Sedangkan kamu, dengan mudah mendapatkannya”. Sangi sangat senang mendengar jawaban itu, ”Wah, menyenangkan sekali kalau begitu, Saya bisa hidup selama beratus-ratus tahun.” Lalu, Sangi bertanya kembali, ”Apa larangannya?” Pemuda tampan itu menjawab, ”Kamu tidak boleh menceritakan hal ini kepada siapa pun. Jika kamu melanggarnya, wujudmu akan menjelma menjadi seekor naga. Kamu paham?” tanya pemuda tampan itu. ”Wah...mudah sekali larangannya tuan. Kalau begitu saya bersedia untuk mematuhi larangan itu,” jawab Sangi dengan mantap. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba pemuda tampan di hadapannya itu menghilang entah ke mana. Sangi pun bergegas pulang ke rumahnya.
Sejak itu, Sangi terus menjaga agar rahasianya agar tidak diketahui orang lain, termasuk kerabat dan keluarga terdekatnya. Dengan begitu, ia tetap awet muda sampai usia 150 tahun. Hal ini membuat para kerabat, anak cucu, dan cicitnya ingin mengetahui rahasianya hingga tetap awet muda. Mereka juga ingin seperti Sangi. Panjang umur, sehat, dan awet muda.
Setiap hari, mereka terus bertanya kepada Sangi mengenai rahasianya. Karena didesak terus-menerus, akhirnya Sangi membeberkan rahasia yang telah lama ditutupinya. Dengan demikian, Sangi telah melanggar larangan yang dikiranya mudah itu. Akibatnya, tubuhnya mulai berganti rupa menjadi seekor naga. Kedua kulit kakinya pelan-pelan berganti menjadi sisik tebal, dan akhirnya berubah menjadi seekor naga yang besar dan panjang. Menyadari hal itu, Sangi kemudian menyalahkan seluruh keturunannya yang terus mendesaknya hingga ia membeberkan rahasianya. Hal inilah yang membuat Sangi sangat marah dan geram. ”Kalian memang jahat! Kalian semua akan mati!” seru Sangi dengan geram.
Setelah itu, Sangi lari ke sana ke mari dengan marah. Seluruh badannya terasa panas Akhirnya, tubuhnya menjelma menjadi seekor naga. Sebelum menceburkan diri ke dalam sungai, ia sempat mengambil harta pusaka yang lama disimpannya dalam sebuah guci Cina. Guci itu berisi perhiasan dan kepingan-kepingan emas. Sangi terus berlari ke sungai. Setibanya di Sungai Kahayan, ia segera menyebarkan perhiasan dan kepingan-kepingan emas itu sambil berseru, ”Siapa saja yang berani mendulang emas di daerah aliran sungai ini, maka ia akan mati. Emas-emas itu akan menjadi tumbal kematiannya!”
Setelah itu, Sangi yang telah menjelma menjadi seekor naga, menceburkan diri ke dalam hulu sungai. Sejak itu, ia menjadi penjaga Sungai Kahayan. Anak Sungai Kahayan itu kemudian disebut pula sebagai Sungai Sangi. Anak keturunan Sangi yang mempertanyakan rahasianya banyak yang meninggal setelah itu.
* * *
Suku Dayak Ot Danum dan Ngaju di Kalimantan Tengah mempercayai bahwa peristiwa dalam cerita di atas benar-benar pernah terjadi. Menurut beberapa orang yang sering berlayar dengan biduk atau perahu motor, mereka pernah melihat seekor ular raksasa. Kepalanya berukuran sebesar drum minyak tanah. Di musim kemarau, biasanya mereka melihat ular raksasa itu sedang melingkar di atas bongkahan batu-batu Sungai Kahayan pada saat bulan purnama. Ular raksasa atau naga itu adalah jelmaan Sangi. Sesuai dengan sumpahnya sebelum menceburkan diri ke dalam Sungai Kahayan, bahwa siapa pun yang mendulang emas di sungai akan mati, maka ia sering muncul di musim kemarau, karena pada musim itu penduduk di sekitarnya berramai-ramai melakukan penambangan emas di daerah itu.
Hingga kini, seiring dengan surutnya air Sungai Kahayan pada saat musim kemarau, bermunculan ribuan penambang emas di permukaan sungai. Lanting (rakit kayu) tambang emas tumbuh berjejeran di sepanjang alur sungai. Rakit-rakit tersebut dilengkapi dengan mesin sedot penambangan emas. Setiap mesin sedot dijalankan empat hingga lima orang. Mereka tidak hanya menyedot pasir di tepi sungai, akan tetapi juga di tengah-tengah sungai. Akibatnya, sejumlah tebing di pinggiran sungai menjadi longsor, sehingga menyebabkan sungai menjadi dangkal. Selain itu, pohon-pohon yang ada di tepian sungai bertumbangan dan kemudian hanyut terbawa arus sungai, sehingga menyebabkan lalu lintas sungai terganggu. Bahkan, pohon kayu yang hanyut tersebut sering kali menghantam perahu yang melaju dengan kecepatan tinggi.
Kegiatan penambangan emas tersebut pada umumnya dilakukan secara tidak resmi alias tidak memiliki izin dari pemerintah. Namun, pemerintah setempat tidak bisa berbuat banyak karena mereka menyadari bahwa keberadaan penambang emas tersebut tidak lepas dari kebutuhan masyarakat mencari nafkah. Pemerintah setempat hanya berharap agar seluruh penambang emas yang ada di Sungai Kahayan tersebut mengantongi Surat Izin Pertambangan Rakyat Daerah (SIPRD) dari pemerintah setempat.
Cerita di atas termasuk dalam cerita teladan yang mengandung nilai-nilai moral. Adapun nilai moral yang terkandung di dalamnya adalah setiap orang harus menepati janjinya. Jika janji itu diingkari, maka akan mencelakakan dirinya sendiri. Hal ini tercermin pada sifat Sangi yang telah mengingkari janjinya untuk tidak menceritakan peristiwa yang pernah ia alami bersama pemuda itu. Akibatnya, ia kemudian menjelma menjadi seekor naga
Kalimantan merupakan pulau terbesar di Indonesia yang memiliki kekayaan alam berupa emas yang sangat melimpah. Logam berwarna kuning mengkilau itu banyak terdapat di dasar Sungai Kahayan. Di atas Sungai Kahayan yang panjangnya 600 kilometer tersebut, tampak sebuah pemandangan yang sangat menarik. Dari kejauhan kesan yang muncul adalah sebuah pemukiman terapung di tengah sungai. Kesan pemukiman terapung itu semakin kuat dengan adanya asap hitam yang mengepul tinggi ke angkasa. Setelah dilihat dari dekat, ternyata pemukiman itu adalah ribuan lanting (rakit kayu) tambang emas yang berbentuk rumah terapung berjejer hampir menutup semua alur sungai. Lanting-lanting tersebut berisi peralatan tambang berupa mesin yang setiap hari bekerja melakukan kegiatan penambangan, menyedot lumpur dan pasir dari dasar Sungai Kahayan untuk mencari emas.
Masyarakat di sekitar Sungai Kahayan meyakini bahwa keberadaan emas yang melimpah tersebut merupakan peninggalan leluhur mereka. Menurut cerita yang beredar, pada zaman dahulu kala, di daerah itu telah hidup seorang pemuda gagah yang bernama Sangi. Sehari-hari ia bekerja sebagai pemburu. Suatu hari, ketika ia sedang berburu di hutan, ia bertemu dengan seekor naga yang bisa menjelma menjadi pemuda tampan. Konon, siapapun yang bertemu dengan naga itu, maka ia juga akan menjadi naga jadi-jadian dan selalu awet muda. Inilah yang dialami Sangi, setelah bertemu dengan pemuda tampan itu, ia kemudian menjelma menjadi naga jadi-jadian dan selalu awet muda. Akan tetapi, Sangi harus mematuhi larangan yang diberikan oleh sang Pemuda yaitu tidak boleh menceritakan kejadian itu kepada orang lain. Suatu ketika, Sangi melanggar larangan itu, akibatnya ia pun berubah menjadi naga. Pada saat sebelum menceburkan dirinya ke dalam Sungai Kahayan, Sangi sempat membuang harta pusakanya berupa perhiasan dan kepingan-kepingan emas ke dalam Sungai Kahayan. Cerita ini berkembang di kalangan suku-bangsa Dayak Ngaju di Kabupaten Gunung Emas, Kalimantan Tengah, yang dikenal dengan cerita Sangi Sang Pemburu.
+++
Pada zaman dahulu kala, di Kalimantan Tengah, hiduplah seorang pemburu tangguh bernama Sangi. Ia sangat ahli dalam menyumpit binatang buruan. Sumpitnya selalu mengenai sasaran. Setiap kali berburu, ia selalu berhasil membawa pulang banyak daging binatang buruan.
Sangi tinggal di daerah aliran Sungai Mahoroi, anak Sungai Kahayan. Ia tinggal bersama keluarga dan kerabatnya. Mereka hidup dari bercocok tanam di ladang dan berburu. Ladang mereka masih sering berpindah-pindah. Selain itu, mereka juga mencari bahan pangan dari tumbuh-tumbuhan yang terdapat di hutan-hutan pedalaman.
Pada suatu hari, seperti biasa Sangi pergi berburu. Namun hari itu, ia sangat kesal. Dari pagi hingga sore, tidak seekor binatang buruan pun yang diperolehnya. Karena hari mulai senja, ia berniat pulang.
Dalam perjalanan pulang, Sangi melihat air tepi sungai sangat keruh. ”Sepertinya baru saja seekor babi hutan lewat di tepi sungai itu,” kata Sangi dalam hati. Karena penasaran, Sangi kemudian memeriksa bekas jejak kaki babi di tanah. Ternyata dugaan Sangi benar. Ia melihat bekas jejak kaki babi hutan di tanah menuju ke arah sungai. Dengan penuh harap, Sangi mengikuti arah jejak binatang itu. Tidak seberapa jauh dari sungai, ia menemukan babi hutan yang dicarinya. Namun sayang, sebagian dari tubuh babi hutan itu telah berada di mulut seekor naga. Pemandangan itu sangat mengerikan dan menakutkan Sangi. Ia tidak bisa berteriak. Dengan pelan-pelan, ia beranjak dari tempatnya berdiri lalu bersembunyi di tempat yang tidak jauh dari naga itu.
Dari balik tempatnya bersembunyi, Sangi menyaksikan naga itu berusaha menelan seluruh tubuh babi hutan. Meskipun naga itu telah mencobanya berulang-ulang, namun usahanya selalu gagal. Karena kesal, akhirnya naga itu pun menyerah. Dengan murka ia palingkan wajahnya ke arah Sangi yang sejak tadi memerhatikannya.
Mengetahui hal tersebut, Sangi sangat ketakutan. Badannya gemetaran. ”Waduh gawat! Naga itu ternyata mengetahui keberadaan saya di sini. Jangan-jangan...naga itu hendak memangsa saya,” gumam Sangi dengan cemasnya. Baru saja ucapan itu lepas dari mulut Sangi, dalam sekejap mata bayangan naga itu menghilang dan menjelma menjadi seorang pemuda tampan. Sangi sangat heran. Ketakutannya berubah menjadi ketakjuban.
Tiba-tiba, pemuda tampan itu menghampiri Sangi dan memegang lengannya. “Hei, anak muda! Telan babi hutan itu! Kamu tidak seharusnya mengintip naga yang sedang menelan mangsanya!” bentak pemuda tampan itu. ”Saa…saa…ya…tidak bisa,” kata Sangi ketakutan. ”Bagaimana mungkin saya dapat menelan babi hutan sebesar itu?” tambahnya. “Turuti perintahku! Jangan membantah!” seru pemuda tampan itu tak mau dibantah.
Mendengar bentakan itu, Sangi tidak bisa menolak apa yang diperintahkan pemuda tampan itu. Sangi kemudian mendekati babi yang tergeletak di tanah tak jauh darinya. Sungguh ajaib, dengan mudah Sangi menelan babi hutan itu, seolah-olah ia seekor naga besar. Sangi pun terheran-heran pada dirinya sendiri. ”Kenapa hal ini bisa terjadi? Ini benar-benar tidak masuk akal,” kata Sangi dalam hati. “Karena kamu telah mengintip naga yang tengah memakan mangsanya, maka sejak itu pula kamu telah menjadi naga jadi-jadian. Kamu tidak dapat menolak apa yang sudah terjadi,” ujar pemuda tampan itu menjelaskan.
”Apa? Aku tidak mau jadi seekor naga jadi-jadian. Aku mau jadi manusia biasa!” seru Sangi tidak terima. ”Tuan, jadikan aku menusia biasa saja!” serunya memohon. Mendengar permohonan Sangi, pemuda tampan itu tertawa terbahak-bahak, ”Haa...haa...haa..., kamu tak perlu cemas anak muda. Selama kamu dapat merahasiakan kejadian ini, kamu dapat terus menjadi manusia,” jelas si pemuda tampan. Bernakah itu tuan?” tanya Sangi tak percaya. Karena masih dihantui rasa penasaran, Sangi kemudian bertanya lagi kepada pemuda tampan itu, ”Apa keistimewaan menjadi seekor naga jadi-jadian itu?” sambil tersenyum, pemuda tampan itu menjawab, ”Sebenarnya kamu orang yang sangat beruntung. Dengan demikian, kamu akan terus awet muda. Banyak orang ingin awet muda, akan tetapi tidak bisa. Sedangkan kamu, dengan mudah mendapatkannya”. Sangi sangat senang mendengar jawaban itu, ”Wah, menyenangkan sekali kalau begitu, Saya bisa hidup selama beratus-ratus tahun.” Lalu, Sangi bertanya kembali, ”Apa larangannya?” Pemuda tampan itu menjawab, ”Kamu tidak boleh menceritakan hal ini kepada siapa pun. Jika kamu melanggarnya, wujudmu akan menjelma menjadi seekor naga. Kamu paham?” tanya pemuda tampan itu. ”Wah...mudah sekali larangannya tuan. Kalau begitu saya bersedia untuk mematuhi larangan itu,” jawab Sangi dengan mantap. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba pemuda tampan di hadapannya itu menghilang entah ke mana. Sangi pun bergegas pulang ke rumahnya.
Sejak itu, Sangi terus menjaga agar rahasianya agar tidak diketahui orang lain, termasuk kerabat dan keluarga terdekatnya. Dengan begitu, ia tetap awet muda sampai usia 150 tahun. Hal ini membuat para kerabat, anak cucu, dan cicitnya ingin mengetahui rahasianya hingga tetap awet muda. Mereka juga ingin seperti Sangi. Panjang umur, sehat, dan awet muda.
Setiap hari, mereka terus bertanya kepada Sangi mengenai rahasianya. Karena didesak terus-menerus, akhirnya Sangi membeberkan rahasia yang telah lama ditutupinya. Dengan demikian, Sangi telah melanggar larangan yang dikiranya mudah itu. Akibatnya, tubuhnya mulai berganti rupa menjadi seekor naga. Kedua kulit kakinya pelan-pelan berganti menjadi sisik tebal, dan akhirnya berubah menjadi seekor naga yang besar dan panjang. Menyadari hal itu, Sangi kemudian menyalahkan seluruh keturunannya yang terus mendesaknya hingga ia membeberkan rahasianya. Hal inilah yang membuat Sangi sangat marah dan geram. ”Kalian memang jahat! Kalian semua akan mati!” seru Sangi dengan geram.
Setelah itu, Sangi lari ke sana ke mari dengan marah. Seluruh badannya terasa panas Akhirnya, tubuhnya menjelma menjadi seekor naga. Sebelum menceburkan diri ke dalam sungai, ia sempat mengambil harta pusaka yang lama disimpannya dalam sebuah guci Cina. Guci itu berisi perhiasan dan kepingan-kepingan emas. Sangi terus berlari ke sungai. Setibanya di Sungai Kahayan, ia segera menyebarkan perhiasan dan kepingan-kepingan emas itu sambil berseru, ”Siapa saja yang berani mendulang emas di daerah aliran sungai ini, maka ia akan mati. Emas-emas itu akan menjadi tumbal kematiannya!”
Setelah itu, Sangi yang telah menjelma menjadi seekor naga, menceburkan diri ke dalam hulu sungai. Sejak itu, ia menjadi penjaga Sungai Kahayan. Anak Sungai Kahayan itu kemudian disebut pula sebagai Sungai Sangi. Anak keturunan Sangi yang mempertanyakan rahasianya banyak yang meninggal setelah itu.
* * *
Suku Dayak Ot Danum dan Ngaju di Kalimantan Tengah mempercayai bahwa peristiwa dalam cerita di atas benar-benar pernah terjadi. Menurut beberapa orang yang sering berlayar dengan biduk atau perahu motor, mereka pernah melihat seekor ular raksasa. Kepalanya berukuran sebesar drum minyak tanah. Di musim kemarau, biasanya mereka melihat ular raksasa itu sedang melingkar di atas bongkahan batu-batu Sungai Kahayan pada saat bulan purnama. Ular raksasa atau naga itu adalah jelmaan Sangi. Sesuai dengan sumpahnya sebelum menceburkan diri ke dalam Sungai Kahayan, bahwa siapa pun yang mendulang emas di sungai akan mati, maka ia sering muncul di musim kemarau, karena pada musim itu penduduk di sekitarnya berramai-ramai melakukan penambangan emas di daerah itu.
Hingga kini, seiring dengan surutnya air Sungai Kahayan pada saat musim kemarau, bermunculan ribuan penambang emas di permukaan sungai. Lanting (rakit kayu) tambang emas tumbuh berjejeran di sepanjang alur sungai. Rakit-rakit tersebut dilengkapi dengan mesin sedot penambangan emas. Setiap mesin sedot dijalankan empat hingga lima orang. Mereka tidak hanya menyedot pasir di tepi sungai, akan tetapi juga di tengah-tengah sungai. Akibatnya, sejumlah tebing di pinggiran sungai menjadi longsor, sehingga menyebabkan sungai menjadi dangkal. Selain itu, pohon-pohon yang ada di tepian sungai bertumbangan dan kemudian hanyut terbawa arus sungai, sehingga menyebabkan lalu lintas sungai terganggu. Bahkan, pohon kayu yang hanyut tersebut sering kali menghantam perahu yang melaju dengan kecepatan tinggi.
Kegiatan penambangan emas tersebut pada umumnya dilakukan secara tidak resmi alias tidak memiliki izin dari pemerintah. Namun, pemerintah setempat tidak bisa berbuat banyak karena mereka menyadari bahwa keberadaan penambang emas tersebut tidak lepas dari kebutuhan masyarakat mencari nafkah. Pemerintah setempat hanya berharap agar seluruh penambang emas yang ada di Sungai Kahayan tersebut mengantongi Surat Izin Pertambangan Rakyat Daerah (SIPRD) dari pemerintah setempat.
Cerita di atas termasuk dalam cerita teladan yang mengandung nilai-nilai moral. Adapun nilai moral yang terkandung di dalamnya adalah setiap orang harus menepati janjinya. Jika janji itu diingkari, maka akan mencelakakan dirinya sendiri. Hal ini tercermin pada sifat Sangi yang telah mengingkari janjinya untuk tidak menceritakan peristiwa yang pernah ia alami bersama pemuda itu. Akibatnya, ia kemudian menjelma menjadi seekor naga
Cerita tentang Nyai Balau
Nyai Balau adalah seorang perempuan cantik dari daerah Tewah, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Ia hidup bahagia bersama suami dan seorang putranya. Suatu hari, putra semata wayang mereka hilang ketika sedang bermain di sekitar rumah. Hilang ke manakah anak itu? Lalu, berhasilkah mereka menemukannya? Simak kisahnya dalam cerita Nyai Balau Kehilangan Anak berikut ini!
Dulu, di daerah Tewah, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, ada seorang perempuan bernama Nyai Balau. Selain anggun dan rupawan, Nyai Balau memiliki perangai yang baik, sopan dalam berucap dan santun dalam berperilaku. Ia juga penurut dan patuh kepada kedua orangtuanya. Kecantikannya telah mengundang decak kagum para pemuda di kampungnya. Namun, tak seorang pun yang berani melamarnya karena Nyai Balau berasal dari keluarga terpandang sehingga orangtuanya menginginkan Nyai Balau menikah dengan laki-laki dari keluarga terpandang pula.
Mendengar kabar kecantikan Nyai Balau, seorang pemuda yang berasal dari keluarga terpandang bernama Kenyapi datang melamarnya. Selain tampan, pemuda itu pun bijaksana. Maka, keluarga Nyai Balau pun langsung menerima lamaran itu. Pernikahan antara Nyai Balau dan Kenyapi dilangsungkan dengan meriah. Setelah menikah, Nyai Balau bermaksud untuk hidup mandiri bersama suaminya. Maka, ia ditemani sang Suami menyampaikan niat tersebut kepada kedua orang tuanya.
“Ayah, Ibu. Perkenankanlah Ananda dan Bang Kenyapi hidup mandiri,” pinta Nyai Balau.
“Baiklah. Jika memang itu yang kalian inginkan, Ayah akan membuatkan rumah untuk tempat tinggal kalian,” ujar Ayah Nyai Balau.
Setelah rumah itu selesai dibangun, Nyai Balau dan suaminya pun segera menempatinya. Keduanya hidup dengan penuh kebahagiaan., saling menyayangi satu sama lain. Kebahagiaan mereka semakin bertambah saat Kenyapi diangkat menjadi tumenggung dengan gelar Tumenggung Kenyapi. Namun sayang, sudah bertahun-tahun mereka menikah, tapi belum juga dikaruniai anak. Mereka tidak pernah berputus asa untuk selalu berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar dikaruniai anak. Ketika usia pernikahan mereka memasuki tahun ketujuh, Nyai Balau pun melahirkan seorang anak laki-laki yang tampan.
“Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa atas semua kebahagiaan ini,” ucap Nyai Balau dengan penuh rasa syukur.
Kenyapi pun tak kuasa menahan rasa haru atas kebahagiaan yang dirasakannya.
“Sungguh kebahagiaan yang luar biasa, Dinda,” ucapnya, “Sebagai rasa syukur, nikmat Tuhan ini harus kita rawat dan jaga dengan sebaik-baiknya.”
“Benar, Kanda. Dinda ingin anak kita tumbuh menjadi anak yang berbakti dan berguna bagi sesama,” kata Nyai Balau.
Tumenggung Kenyapi menginginkan anaknya berkembang dengan sewajarnya, ia ingin anaknya pandai bergaul dengan sesama maupun dengan lingkungan sekitar. Untuk itu, mereka pun memberi kebebasan kepada anak itu untuk bermain di luar rumah maupun dengan anak-anak lain di lingkungannya.
Suatu sore, anak itu belum juga pulang dari bermain. Nyai Balau pun mulai gelisah.
“Kanda, kenapa anak kita belum juga pulang?” tanya Nyai Balau kepada suaminya, “Padahal, biasanya dia sudah kembali ketika hari sudah sore.”
“Ah, barangkali dia masih asyik bermain bersama teman-temannya,” jawab Tumenggung Kenyapi.
“Tidak biasanya dia pulang terlambat seperti ini,” sanggah Nyai Balau.
Hingga hari sudah gelap, anak itu belum juga pulang. Nyai Balau pun semakin cemas.
“Kanda, ayo kita cari dia,” ajak Nyai Balau.
Akhirnya, Nyai Balau bersama suaminya segera mencari anak sematawayang mereka ke seluruh kampung. Namun, hingga larut malam, anak itu tidak juga mereka temukan. Nyai Balau pun menangis tersedu-sedu memikirkan nasib putranya.
“Kanda, hilang ke mana anak kita? Kita sudah mencarinya ke mana-mana, tapi tidak menemukannya juga,” keluh Nyai Balau.
“Entahlah, Dinda. Kanda pun tidak tahu keberadaannya,” jawab suaminya “Malam sudah larut, sebaiknya Dinda beristirahat dulu. Pencarian kita lanjutkan besok saja.”
Keesokan hari, Nyai Balau bersama sang Suami dengan dibantu oleh seluruh warga melanjutkan pencarian, namun anak itu belum juga berhasil ditemukan. Betapa sedihnya hati Nyai Balau karena anaknya benar-benar telah hilang. Namun, ia tidak mau berputus asa. Ia bertekad untuk terus mencari tahu keberadaan putranya.
Suatu hari, Nyai Balau diam-diam meninggalkan rumah menuju ke sebuah hutan yang belum pernah dijamah manusia. Di hutan itu, ia balampah atau bertapa untuk meminta petunjuk kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Setelah tujuh hari tujuh malam bertapa, akhirnya petunjuk itu pun datang melalui seorang nenek. Nenek itu kemudian berkata kepada Nyai Balau.
“Wahai, Cucuku! Janganlah kamu mencari putramu lagi, ia telah tiada,” ungkap nenek itu.
“Apa maksud, Nenek?” tanya Nyai Balau dengan perasaan cemas.
“Ketahuilah, Cucuku! Putramu telah dikayau oleh Antang dari Juking Sopang,” jelas nenek itu.
Mendengar kabar itu, Nyai Balau pun tak kuasa menahan air mata. Hatinya sangat sedih atas nasib yang menimpa putranya. Ia pun berniat untuk menuntut balas atas kematian putranya. Namun, apa daya, dia tidak mempunyai kesaktian untuk menghadapi Antang.
“Jangan khawatir, Cucuku! Aku akan membantu untuk membalaskan dendammu. Aku akan memberimu kesaktian,” ujar nenek itu yang mengetahui niat Nyai Balau.
Nenek itu pun memberikan sebuah selendang sakti kepada Nyai Balau.
“Ambillah selendang sakti ini. Sewaktu-waktu kamu bisa menggunakannya saat menghadapi musuh,” ujar nenek itu seraya menyerahkan selendang itu kepada Nyai Balau.
“Terima kasih, Nek,” ucap Nyai Balau.
Setelah mendapatkan selendang itu, Nyai Balau pun bergegas kembali ke rumahnya. Setiba di rumah, suami dan seluruh keluarganya pun menyambutnya dengan perasaan suka cita.
“Oh, Dindaku! Engkau telah membuat kami semua cemas. Setengah bulan lebih kami terus mencari, tapi tidak menemukan Dinda. Ke mana saja Dinda selama ini?” tanya Tumenggung Kenyapi.
“Maafkan Dinda, Kanda! Dinda memang pergi dari rumah tanpa memberitahukan siapa pun,” jawab Nyai Balau.
Nyai Balau pun kemudian menceritakan perjalanannya ke hutan itu hingga bertemu dengan si nenek sakti. Ia juga menceritakan perihal putranya yang telah meninggal dunia yang dikayau oleh si Antang. Karena itulah, ia pun mengajak suami dan seluruh keluarga serta sejumlah prajuritnya menuju Juking Sopang untuk menuntut balas atas kematian putranya.
Setiba di Juking Sopang, Nyai Balau pun meminta kepada Antang agar mengakui kesalahannya dan meminta maaf.
“Hai, Antang! Benarkah kamu yang telah mengayau putraku? Jika memang benar, mengakulah dan meminta maaflah kepada kami!” seru Nyai Balau.
“Hai, wanita cantik! Kamu jangan sembarang menuduh seperti itu! Apa buktinya atas tuduhanmu itu?” sangkal Antang.
“Kamu tidak usah menyangkal! Kamulah pelakunya!” ujar Nyai Balau.
Antang yang angkuh itu tetap tidak mau mengakui kesalahannya. Bahkan, ia malah menyerang Nyai Balau. Di luar dugaann, ternyata wanita yang ia hadapi bukanlah orang sembarangan. Serangannya dapat dihindari dengan mudah oleh Nyai Balau. Antang yang mulai kesal akhirnya menyerang Nyai Balau dengan membabi buta. Namun, begitu ia lengah, Nyai Balau yang sakti itu langsung melemparkan selendangnya ke arah dada Antang. Tak ayal, pemuda yang sombong itu pun jatuh tersungkur ke tanah.
Setelah berhasil menjatuhkan Antang, Nyai Balau kemudian mengajak keluarga pemuda itu untuk berdamai. Keluarga Antang pun menerima ajakan tersebut. Menurut adat suku Dayak, Antang harus membayar ganti rugi atas kesalahannya. Namun, kesombongan Antang tidak habis. Ia menolak untuk membayar denda tersebut. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimiliki, ia berusaha bangkit dan kembali menyerang Nyai Balau. Akhirnya, pertarungan sengit pun kembali terjadi. Nyai Balau yang sudah muak melihat kesombongan pemuda itu langsung menyerang dengan selendang saktinya. Tak ayal, Antang pun tewas di tangan Nyai Balau.
Nyai Balau bersama suami dan rombongannya pun pulang dengan perasaan lega. Sejak itulah, Nyai Balau semakin terkenal sebagai orang yang sakti. Tewah pun menjadi negeri yang aman dan damai. Tak seorang pun yang berani mengusik kedamaian itu karena takut pada kesaktian Nyai Balau. Atas permintaan seluruh rakyat Tewah, Nyai Balau pun dinobatkan menjadi pemimpin. Perempuan sakti itu memerintah dengan penuh bijaksana sehingga Tewah bertambah makmur.
Di Negeri Joking Sepong, keluarga Antang ternyata menyimpan dendam kepada Nyai Balau. Setelah diam-diam menyusun kekuatan, mereka pun bergerak menuju Tewah untuk melakukan penyerangan. Agar kedatangannya tidak diketahui oleh pasukan Nyai Balau, mereka sengaja melewati jalan darat dengan menerobos hutan dan perbukitan yang belum pernah dilewati manusia.
Setiba di Bukit Ngalangkang yang terletak di belakang perbukitan Tewah, pasukan keluarga Antang berhenti untuk mengatur siasat. Ketika hari mulai gelap, mereka turun dari bukit untuk menyerang Tewah. Anehnya, setiap kali hendak memasuki daerah Tewah, mereka selalu tersesat. Hal itu terjadi hingga berhari-hari lamanya.
“Hai, kenapa kita hanya hanya berputar-putar di sekitar perbukitan ini?” tanya salah seorang anggota keluarga Antang.
Seorang anggota keluarga lainnya menyahut, “Ini pasti dikarenakan oleh kesaktian Nyai Balau itu. Aku yakin, dia telah membentengi Tewah dengan kekuatan gaibnya.”
Akhirnya, pasukan keluarga Antang tersebut memutuskan untuk pulang ke Joking Sopang dengan perasaan kecewa. Sementara itu, Nyai Balau dengan kesaktiannya sudah mengetahui peristiwa yang terjadi di sekitar Bukit Ngalangkang. Namun, ia baru memberitahukan hal itu kepada seluruh warganya setelah pasukan musuh itu telah pergi. Setelah peristiwa itu, tidak pernah lagi ada musuh yang berani mengusik Tewah. Demikian pula warga Tewah, tak seorang pun yang berani berbuat kejahatan karena takut pada Nyai Balau. Hingga akhirnya hayatnya, Nyai Balau memimpin Tewah dengan arif dan bijaksana. Atas jasa-jasanya, ia pun selalu dikenang oleh warganya.
Dulu, di daerah Tewah, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, ada seorang perempuan bernama Nyai Balau. Selain anggun dan rupawan, Nyai Balau memiliki perangai yang baik, sopan dalam berucap dan santun dalam berperilaku. Ia juga penurut dan patuh kepada kedua orangtuanya. Kecantikannya telah mengundang decak kagum para pemuda di kampungnya. Namun, tak seorang pun yang berani melamarnya karena Nyai Balau berasal dari keluarga terpandang sehingga orangtuanya menginginkan Nyai Balau menikah dengan laki-laki dari keluarga terpandang pula.
Mendengar kabar kecantikan Nyai Balau, seorang pemuda yang berasal dari keluarga terpandang bernama Kenyapi datang melamarnya. Selain tampan, pemuda itu pun bijaksana. Maka, keluarga Nyai Balau pun langsung menerima lamaran itu. Pernikahan antara Nyai Balau dan Kenyapi dilangsungkan dengan meriah. Setelah menikah, Nyai Balau bermaksud untuk hidup mandiri bersama suaminya. Maka, ia ditemani sang Suami menyampaikan niat tersebut kepada kedua orang tuanya.
“Ayah, Ibu. Perkenankanlah Ananda dan Bang Kenyapi hidup mandiri,” pinta Nyai Balau.
“Baiklah. Jika memang itu yang kalian inginkan, Ayah akan membuatkan rumah untuk tempat tinggal kalian,” ujar Ayah Nyai Balau.
Setelah rumah itu selesai dibangun, Nyai Balau dan suaminya pun segera menempatinya. Keduanya hidup dengan penuh kebahagiaan., saling menyayangi satu sama lain. Kebahagiaan mereka semakin bertambah saat Kenyapi diangkat menjadi tumenggung dengan gelar Tumenggung Kenyapi. Namun sayang, sudah bertahun-tahun mereka menikah, tapi belum juga dikaruniai anak. Mereka tidak pernah berputus asa untuk selalu berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar dikaruniai anak. Ketika usia pernikahan mereka memasuki tahun ketujuh, Nyai Balau pun melahirkan seorang anak laki-laki yang tampan.
“Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa atas semua kebahagiaan ini,” ucap Nyai Balau dengan penuh rasa syukur.
Kenyapi pun tak kuasa menahan rasa haru atas kebahagiaan yang dirasakannya.
“Sungguh kebahagiaan yang luar biasa, Dinda,” ucapnya, “Sebagai rasa syukur, nikmat Tuhan ini harus kita rawat dan jaga dengan sebaik-baiknya.”
“Benar, Kanda. Dinda ingin anak kita tumbuh menjadi anak yang berbakti dan berguna bagi sesama,” kata Nyai Balau.
Tumenggung Kenyapi menginginkan anaknya berkembang dengan sewajarnya, ia ingin anaknya pandai bergaul dengan sesama maupun dengan lingkungan sekitar. Untuk itu, mereka pun memberi kebebasan kepada anak itu untuk bermain di luar rumah maupun dengan anak-anak lain di lingkungannya.
Suatu sore, anak itu belum juga pulang dari bermain. Nyai Balau pun mulai gelisah.
“Kanda, kenapa anak kita belum juga pulang?” tanya Nyai Balau kepada suaminya, “Padahal, biasanya dia sudah kembali ketika hari sudah sore.”
“Ah, barangkali dia masih asyik bermain bersama teman-temannya,” jawab Tumenggung Kenyapi.
“Tidak biasanya dia pulang terlambat seperti ini,” sanggah Nyai Balau.
Hingga hari sudah gelap, anak itu belum juga pulang. Nyai Balau pun semakin cemas.
“Kanda, ayo kita cari dia,” ajak Nyai Balau.
Akhirnya, Nyai Balau bersama suaminya segera mencari anak sematawayang mereka ke seluruh kampung. Namun, hingga larut malam, anak itu tidak juga mereka temukan. Nyai Balau pun menangis tersedu-sedu memikirkan nasib putranya.
“Kanda, hilang ke mana anak kita? Kita sudah mencarinya ke mana-mana, tapi tidak menemukannya juga,” keluh Nyai Balau.
“Entahlah, Dinda. Kanda pun tidak tahu keberadaannya,” jawab suaminya “Malam sudah larut, sebaiknya Dinda beristirahat dulu. Pencarian kita lanjutkan besok saja.”
Keesokan hari, Nyai Balau bersama sang Suami dengan dibantu oleh seluruh warga melanjutkan pencarian, namun anak itu belum juga berhasil ditemukan. Betapa sedihnya hati Nyai Balau karena anaknya benar-benar telah hilang. Namun, ia tidak mau berputus asa. Ia bertekad untuk terus mencari tahu keberadaan putranya.
Suatu hari, Nyai Balau diam-diam meninggalkan rumah menuju ke sebuah hutan yang belum pernah dijamah manusia. Di hutan itu, ia balampah atau bertapa untuk meminta petunjuk kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Setelah tujuh hari tujuh malam bertapa, akhirnya petunjuk itu pun datang melalui seorang nenek. Nenek itu kemudian berkata kepada Nyai Balau.
“Wahai, Cucuku! Janganlah kamu mencari putramu lagi, ia telah tiada,” ungkap nenek itu.
“Apa maksud, Nenek?” tanya Nyai Balau dengan perasaan cemas.
“Ketahuilah, Cucuku! Putramu telah dikayau oleh Antang dari Juking Sopang,” jelas nenek itu.
Mendengar kabar itu, Nyai Balau pun tak kuasa menahan air mata. Hatinya sangat sedih atas nasib yang menimpa putranya. Ia pun berniat untuk menuntut balas atas kematian putranya. Namun, apa daya, dia tidak mempunyai kesaktian untuk menghadapi Antang.
“Jangan khawatir, Cucuku! Aku akan membantu untuk membalaskan dendammu. Aku akan memberimu kesaktian,” ujar nenek itu yang mengetahui niat Nyai Balau.
Nenek itu pun memberikan sebuah selendang sakti kepada Nyai Balau.
“Ambillah selendang sakti ini. Sewaktu-waktu kamu bisa menggunakannya saat menghadapi musuh,” ujar nenek itu seraya menyerahkan selendang itu kepada Nyai Balau.
“Terima kasih, Nek,” ucap Nyai Balau.
Setelah mendapatkan selendang itu, Nyai Balau pun bergegas kembali ke rumahnya. Setiba di rumah, suami dan seluruh keluarganya pun menyambutnya dengan perasaan suka cita.
“Oh, Dindaku! Engkau telah membuat kami semua cemas. Setengah bulan lebih kami terus mencari, tapi tidak menemukan Dinda. Ke mana saja Dinda selama ini?” tanya Tumenggung Kenyapi.
“Maafkan Dinda, Kanda! Dinda memang pergi dari rumah tanpa memberitahukan siapa pun,” jawab Nyai Balau.
Nyai Balau pun kemudian menceritakan perjalanannya ke hutan itu hingga bertemu dengan si nenek sakti. Ia juga menceritakan perihal putranya yang telah meninggal dunia yang dikayau oleh si Antang. Karena itulah, ia pun mengajak suami dan seluruh keluarga serta sejumlah prajuritnya menuju Juking Sopang untuk menuntut balas atas kematian putranya.
Setiba di Juking Sopang, Nyai Balau pun meminta kepada Antang agar mengakui kesalahannya dan meminta maaf.
“Hai, Antang! Benarkah kamu yang telah mengayau putraku? Jika memang benar, mengakulah dan meminta maaflah kepada kami!” seru Nyai Balau.
“Hai, wanita cantik! Kamu jangan sembarang menuduh seperti itu! Apa buktinya atas tuduhanmu itu?” sangkal Antang.
“Kamu tidak usah menyangkal! Kamulah pelakunya!” ujar Nyai Balau.
Antang yang angkuh itu tetap tidak mau mengakui kesalahannya. Bahkan, ia malah menyerang Nyai Balau. Di luar dugaann, ternyata wanita yang ia hadapi bukanlah orang sembarangan. Serangannya dapat dihindari dengan mudah oleh Nyai Balau. Antang yang mulai kesal akhirnya menyerang Nyai Balau dengan membabi buta. Namun, begitu ia lengah, Nyai Balau yang sakti itu langsung melemparkan selendangnya ke arah dada Antang. Tak ayal, pemuda yang sombong itu pun jatuh tersungkur ke tanah.
Setelah berhasil menjatuhkan Antang, Nyai Balau kemudian mengajak keluarga pemuda itu untuk berdamai. Keluarga Antang pun menerima ajakan tersebut. Menurut adat suku Dayak, Antang harus membayar ganti rugi atas kesalahannya. Namun, kesombongan Antang tidak habis. Ia menolak untuk membayar denda tersebut. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimiliki, ia berusaha bangkit dan kembali menyerang Nyai Balau. Akhirnya, pertarungan sengit pun kembali terjadi. Nyai Balau yang sudah muak melihat kesombongan pemuda itu langsung menyerang dengan selendang saktinya. Tak ayal, Antang pun tewas di tangan Nyai Balau.
Nyai Balau bersama suami dan rombongannya pun pulang dengan perasaan lega. Sejak itulah, Nyai Balau semakin terkenal sebagai orang yang sakti. Tewah pun menjadi negeri yang aman dan damai. Tak seorang pun yang berani mengusik kedamaian itu karena takut pada kesaktian Nyai Balau. Atas permintaan seluruh rakyat Tewah, Nyai Balau pun dinobatkan menjadi pemimpin. Perempuan sakti itu memerintah dengan penuh bijaksana sehingga Tewah bertambah makmur.
Di Negeri Joking Sepong, keluarga Antang ternyata menyimpan dendam kepada Nyai Balau. Setelah diam-diam menyusun kekuatan, mereka pun bergerak menuju Tewah untuk melakukan penyerangan. Agar kedatangannya tidak diketahui oleh pasukan Nyai Balau, mereka sengaja melewati jalan darat dengan menerobos hutan dan perbukitan yang belum pernah dilewati manusia.
Setiba di Bukit Ngalangkang yang terletak di belakang perbukitan Tewah, pasukan keluarga Antang berhenti untuk mengatur siasat. Ketika hari mulai gelap, mereka turun dari bukit untuk menyerang Tewah. Anehnya, setiap kali hendak memasuki daerah Tewah, mereka selalu tersesat. Hal itu terjadi hingga berhari-hari lamanya.
“Hai, kenapa kita hanya hanya berputar-putar di sekitar perbukitan ini?” tanya salah seorang anggota keluarga Antang.
Seorang anggota keluarga lainnya menyahut, “Ini pasti dikarenakan oleh kesaktian Nyai Balau itu. Aku yakin, dia telah membentengi Tewah dengan kekuatan gaibnya.”
Akhirnya, pasukan keluarga Antang tersebut memutuskan untuk pulang ke Joking Sopang dengan perasaan kecewa. Sementara itu, Nyai Balau dengan kesaktiannya sudah mengetahui peristiwa yang terjadi di sekitar Bukit Ngalangkang. Namun, ia baru memberitahukan hal itu kepada seluruh warganya setelah pasukan musuh itu telah pergi. Setelah peristiwa itu, tidak pernah lagi ada musuh yang berani mengusik Tewah. Demikian pula warga Tewah, tak seorang pun yang berani berbuat kejahatan karena takut pada Nyai Balau. Hingga akhirnya hayatnya, Nyai Balau memimpin Tewah dengan arif dan bijaksana. Atas jasa-jasanya, ia pun selalu dikenang oleh warganya.