Archive for February 2013
Anak-Anak di larang Begadang
Begadang jangan Begadang, Anak2 dilarang begadang.
Memastikan anak Anda tidur dengan cukup dan lelap itu sangat penting, lho. Mengapa? Itu salah satu cara agar perkembangan otak dan tubuhnya sempurna. Dalam bukunya, Healthy Sleep Habits, Happy Child , Marc Weissbluth, MD., menjelaskan fungsi tidur pada anak,Tidur merupakan sumber daya yang baik untuk membuat pikiran kita tetap waspada dan tenang. Tidur, lanjut Marc ibarat mengisi bateraidalam otak.
Tidur memiliki andil yang besar dalam meningkatkan daya tahan tubuh –terutama pada bayi- terhadap infeksi. Jadi, meskipun tampaknya kurang penting, memastikan anak kita tidur sehat dapat membantu meningkatkan tumbuh kembangnya.
Jika anak kurang tidur, itu bisa memicu dampak yang tidak baik bagi perkembangan kesehatan dan perilakunya. Misalnya saja, anak jadi suka mengantuk, lemas, tidak bergairah melakukan apapun, mudah emosi, kemampuan berpikirnya rendah, perilaku sosialnya tidak terkendali, bahkan sampai pada stress. Jika ini dibiarkan terus, kebiasaan buruk ini akan berlaku padanya hingga ia dewasa nanti. Duh, ngeri, ya.
Jadi, ubah dan aturlah pola hidup anak Anda dari sekarang. Jika bukan Anda, siapa lagi yang akan membantu anak melakukannya.
Memastikan anak Anda tidur dengan cukup dan lelap itu sangat penting, lho. Mengapa? Itu salah satu cara agar perkembangan otak dan tubuhnya sempurna. Dalam bukunya, Healthy Sleep Habits, Happy Child , Marc Weissbluth, MD., menjelaskan fungsi tidur pada anak,Tidur merupakan sumber daya yang baik untuk membuat pikiran kita tetap waspada dan tenang. Tidur, lanjut Marc ibarat mengisi bateraidalam otak.
Tidur memiliki andil yang besar dalam meningkatkan daya tahan tubuh –terutama pada bayi- terhadap infeksi. Jadi, meskipun tampaknya kurang penting, memastikan anak kita tidur sehat dapat membantu meningkatkan tumbuh kembangnya.
Jika anak kurang tidur, itu bisa memicu dampak yang tidak baik bagi perkembangan kesehatan dan perilakunya. Misalnya saja, anak jadi suka mengantuk, lemas, tidak bergairah melakukan apapun, mudah emosi, kemampuan berpikirnya rendah, perilaku sosialnya tidak terkendali, bahkan sampai pada stress. Jika ini dibiarkan terus, kebiasaan buruk ini akan berlaku padanya hingga ia dewasa nanti. Duh, ngeri, ya.
Jadi, ubah dan aturlah pola hidup anak Anda dari sekarang. Jika bukan Anda, siapa lagi yang akan membantu anak melakukannya.
Pola tidur anak yang benar
Jika anak Anda suka rewel, cengeng, atau sulit diatur, bisa jadi itu karena jam tidurnya tidak baik. Yuk, cari tahu seperti apa, sih, pola tidur yang baik untuk anak Anda. Banyak dampak negatif yang akan dirasakan anak ketika ia kurang tidur. Beberapa di antaranya adalah anak jadi suka mengantuk, lemas, tidak bergairah melakukan apapun, mudah emosi, kemampuan berpikirnya rendah, perilaku sosialnya tidak terkendali, bahkan sampai pada stress. Kalau sudah begitu, bukan anak saja yang dirugikan, orang tua juga bisa stres.
Lantas bagaimana cara tidur yang benar pada anak? Berikut ini hal-hal yang harus Anda perhatikan. Jumlah jam tidur. Perhatikan, dalam sehari, berapa jam waktu tidur yang dibutuhkan anak.
Sesuaikan dengan usia anak. Sesuaikan jam tidur dengan usia anak sebagai berikut:
Anak usia 0 – 2 bulan butuh 10,5 – 18 jam perhari.
Anak usia 2 – 12 bulan butuh 14 – 15 jam perhari.
Anak usia 3 – 5 tahun butuh 11 – 13 jam perhari.
Anak usia 5 – 12 tahun butuh 10 – 11 jam perhari.
Jauh dari gangguan. Ketika anak tertidur, pastikan ia jauh dari gangguan. Misalnya, suara deru sepeda motor, teriakan anak-anak lain yang sedang bermain, suara televisi, orang tua yang bertengkar, atau lainnya. Intinya, kondisi yang berisik dapat mengganggu tidur anak.
Tidur yang terganggu dapat menurunkan kadar sel darah putih dalam tubuh. Dengan begitu, aktivitas sistem daya tubuhnya pun akan ikut menurun. Dampak lainnya, anak bisa jadi tidak mood lagi untuk tidur padahal, mungkin pada saat itu, kebutuhan tidurnya belum tercukupi. Hal ini bisa menyebabkan anak jadi rewel, pemarah, cengeng, dan lainnya.
Atur ritme tidur. Untuk memenuhi jam tidur yang dibutuhkan, ada baiknya anak juga tidur siang. Para orang tua diharapkan dapat mengatur rentang tidur malam dan siang anaknya.
Lantas bagaimana cara tidur yang benar pada anak? Berikut ini hal-hal yang harus Anda perhatikan. Jumlah jam tidur. Perhatikan, dalam sehari, berapa jam waktu tidur yang dibutuhkan anak.
Sesuaikan dengan usia anak. Sesuaikan jam tidur dengan usia anak sebagai berikut:
Anak usia 0 – 2 bulan butuh 10,5 – 18 jam perhari.
Anak usia 2 – 12 bulan butuh 14 – 15 jam perhari.
Anak usia 3 – 5 tahun butuh 11 – 13 jam perhari.
Anak usia 5 – 12 tahun butuh 10 – 11 jam perhari.
Jauh dari gangguan. Ketika anak tertidur, pastikan ia jauh dari gangguan. Misalnya, suara deru sepeda motor, teriakan anak-anak lain yang sedang bermain, suara televisi, orang tua yang bertengkar, atau lainnya. Intinya, kondisi yang berisik dapat mengganggu tidur anak.
Tidur yang terganggu dapat menurunkan kadar sel darah putih dalam tubuh. Dengan begitu, aktivitas sistem daya tubuhnya pun akan ikut menurun. Dampak lainnya, anak bisa jadi tidak mood lagi untuk tidur padahal, mungkin pada saat itu, kebutuhan tidurnya belum tercukupi. Hal ini bisa menyebabkan anak jadi rewel, pemarah, cengeng, dan lainnya.
Atur ritme tidur. Untuk memenuhi jam tidur yang dibutuhkan, ada baiknya anak juga tidur siang. Para orang tua diharapkan dapat mengatur rentang tidur malam dan siang anaknya.
Penyakit Umum pada anak-anak
Anda mungkin tak mengetahui apa yang sedang terjadi diluaran sana. Ketika teman sekolah si Upik ternyata menderita ruam (entah mengapa), dipulangkan karena menderita flu berat, atau beberapa teman dekatnya menderita sakit mata. Lantas, kapan sebaiknya orangtua harus peduli? Apa yang dapat dilakukan?
Berikut panduan penyakit umum anak-anak yang patut Anda waspadai, baik itu penyakit menular maupun tak menular. Juga beberapa tips bagaimana menjaga anak tetap sehat dan memulihkan diri dengan optimal.
Flu dan Pilek : Menular
Tak heran jika penyakit ini kerap disebut sebagai penyakit peralihan musim. Kebanyakan anak dapat menderita flu 6 hingga 10 kali setahun. Beberapa gejala flu diantaranya, nyeri tenggorokan, batuk, bersin-bersin, dan nyeri sekujur tubuh (semacam pegal linu di persendian). Gejala ini dapat dirasakan hingga beberapa hari bahkan minggu ke depan.
Penularan
Virus flu dapat menyebar melalui droplet (cipratan air ludah yang dapat berukuran sangat kecil, Red.) dari orang yang menderita flu. Bisa tertular saat berada disekitar orang yang bersin maupun batuk.
Selain itu, anak-anak juga dapat tertular langsung dari ingus atau permukaan yang terkontak virus, seperti, dinding atau pilar, mainan, meja dan kursi dan masih banyak lagi. Terutama jika anak tidak menggunakan penutup mulut sehingga dapat sering menyentuh mulut maupun mata.
Pencegahan
Berikan anak-anak vaksin flu per tahun untuk mencegahnya. Anda juga dapat mengurangi risiko penularan dengan membiasakan anak mencuci tangan sesering mungkin dengan air hangat dan sabun. Anak-anak juga sebaiknya belajar menghindari kontak langsung dengan teman yang menderita flu, misalnya, berbagi makanan atau menggunakan alat makan yang sama dengan teman tersebut.
Pengobatan
Saat terinfeksi flu, anak-anak dapat menjadi rewel karena menderita beberapa gejala, seperti, demam, nyeri otot, dan rasa letih berlebih. Sayangnya, tak ada obat persis yang dapat menyembuhkan flu. Namun Anda dapat membuat anak merasa senyaman mungkin ketika sedang terjangkit flu. Asetaminofen dan penambahan intake cairan dapat diberikan untuk meredakan rasa sakit anak. Berkumur air garam juga dapat dilakukan untuk meredakan sakit tenggorokan. Bila perlu, berikan inhalasi atau penguapan untuk melegakan saluran nafas yang sesak dengan lendir. Jika gejala tak reda dan gejala semakin berat, sebaiknya bicarakan dengan dokter tentang cara-cara meredakan gejala.
Penyakit Mulut, Tangan dan Kaki : Menular
Penyakit mulut, tangan dan kaki atau Hand-Foot-Mouth-Disease (HFMD) adalah penyakit yang kerap menjangkiti bayi dan anak-anak dibawah 5 tahun. Gejala yang diderita umumnya, demam, ruam di dalam mulut dan kulit.
Penularan
Virus penyebab HFMD dapat menular melalui air liur, lendir hidung dan cairan ruam dari mulut atau kulit orang yang terinfeksi. Anak-anak juga dapat terjangkit dari menyentuh beberapa benda atau permukaan yang disentuh oleh orang yang sakit.
Pencegahan
Membiasakan anak mencuci tangan dapat meminimalisir risiko penularan HFMD. Anak-anak juga sebaiknya menghindari kontak langsung dengan penderita, maupun berbagi alat makan dan makanan dengan anak-anak lain. Jika anak yang menderita HFMD telah bertandang ke rumah, jangan lupa mencuci beberapa peralatan dan mainan yang dapat menyebarkan virus. Kemudian, lakukan desinfektan dengan menggunakan satu sendok makan pemutih dan 4 cangkir air.
Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus bagi penderita HFMD namun Anda dapat mengurangi gejala yang diderita sang buah hati. Berikan asetaminofen untuk meredakan nyeri dan demam. Pencuci mulut dan semprotan dengan analgesik dapat mengurangi nyeri akibat ruam dalam mulut. Jika Anda khawatir dengan gejala yang berkembang, cobalah hubungi dokter.
Sakit Mata : Menular
Sakit mata atau conjunctivitis, adalah iritasi mata dan bagian dalam mata. Gejala sakit mata diantaranya, rasa gatal, pedih, panas, kemerahan, sensitivitas terhadap cahaya, pembengkakan pada kelopak serta garis bulu mata, dan produksi air mata yang relatif lebih banyak.
Penularan
Penyakit mata dapat disebabkan oleh virus, alergen, bakteri dan iritan. Penyakit mata yang disebabkan oleh bakteri atau virus, umumnya didapat karena anak kerap menyentuh bagian mata ketika tangannya kurang bersih.
Pencegahan
Untuk melindungi anak juga diri Anda dari penyakit mata, biasakan kerap mencuci tangan dengan air hangat dan sabun. Anda juga dapat membekali anak dengan hand sanitizer atau gel tangan (sebaiknya gunakan gel tangan bebas alkohol) untuk meminimalisir risiko terjangkit penyakit mata. Jangan biarkan anak-anak berbagi handuk, bantal, waslap dan barang lain dengan orang yang sakit mata. Dan, jika ada yang sedang sakit mata di rumah, pisahkan cucian maupun pakaian serta handuknya dari yang lain. Selain itu, cuci pakaian penderita dengan air panas dan deterjen untuk mencegah penularan.
Pengobatan
Sakit mata ringan umumnya akan sembuh sendiri seiring waktu. Air mata buatan dan kompres dingin juga dapat mengurangi penderitaan karena kekeringan dan inflamasi. Namun jika anak menderita sakit mata disertai demam, gangguan penglihatan, sakit kepala, kemerahan yang kian parah selama beberapa hari, pertimbangkan untuk menghubungi dokter agar mendapatkan resep obat yang dibutuhkan.
Flu Perut : Menular
“Flu Perut” sebenarnya tak ada hubungannya dengan penyakit flu (influenza). Namun ini sebenarnya adalah istilah bagi gastroenteritis atau radang lambung, yang mengacu pada gangguan perut disebabkan oleh virus. Gejala yang dirasakan diantaranya kram pada perut, diare, demam, hingga muntah. Biasanya penyakit ini akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.
Penularan
Anak-anak dapat menderita gastroenteritis karena kontak langsung dengan penderita atau memakan makanan yang terkontaminasi kuman, kurang bersih, atau tersentuh oleh penderita.
Pencegahan
Jauhkan anak-anak dari orang yang menderita flu perut. Biasakan anak untuk sering mencuci tangan, terutama sebelum makan dan setelah menggunakan kamar mandi. Ajarkan anak untuk tak berbagi makanan dan alat makan dengan anak-anak lain. Ajarkan anak untuk tak memasukkan jari dalam mulut.
Pengobatan
Tidak ada obat khusus untuk menyembuhkan flu perut. Berikan anak ekstra cairan untuk membuatnya tetap terhidrasi. Selain itu, upayakan anak cukup istirahat, hindari makanan pedas dan makanan yang digoreng. Jika perlu, atur anak untuk mendapatkan makanan bertekstur lunak seperti gelatin (semacam puding), roti, nasi lembek, atau pisang. Baru kemudian dapat makan seperti sediakala dalam porsi kecil namun dalam frekuensi sering. Jika anak tetap kurang minum atau menolak untuk minum (khususnya pada anak usia 1 tahunke atas perlu minum sekali setiap jam, Red.) sebaiknya hubungi dokter. Jika anak berusia kurang dari 1 tahun menderita muntah dan diare, segera hubungi dokter dan jangan menunggu gejala selanjutnya.
Penyakit Fifth Disease atau Pipi Kemerahan : Menular
Penyakit ini biasanya menjangkit pada anak-anak usia sekolah di negara 4 musim. Umumnya pada musim dingin dan musim semi. Biasanya diawai dengan demam ringan (hangat), sakit kepala, dan hidung berair. Tapi gejala utamanya adalah kemerahan yang dimulai dari pipi sehingga nampak seperti pipi yang baru saja ditampar. Kemerahan ini dapat menyebar hingga badan, lengan dan kaki.
Penularan
Penyakit yang disebabkan oleh parvovirus B19 ini dapat menyebar melalui air liur, lendir hidung dan dahak.
Pencegahan
Penyakit fifth disease ini sangat menular terutama ketika sedang dalam fase hidung berair (sebelum kemerahan mulai muncul), sehingga kerapkali sulit dicegah. Sebaiknya anak dihindarkan dari berkontak dengan anak yang sedang menderita batuk dan bersin-bersin. Selain itu, biasakan anak mencuci tangan khususnya sebelum menyentuh daerah mata-hidung dan mulut.
Pengobatan
Pada fifth disease yang tidak terlalu parah, upayakan anak cukup istirahat. Jika perlu, berikan asetaminofen maupun obat pereda gatal untuk mengatasi gejala. Bagaimanapun, parvovirusB19 dapat menyebabkan komplikasi serius pada orang dengan sistem ketahanan tubuh lemah, anemia kronis, dan pada wanita hamil. Oleh karena itu, penting untuk berkonsultasi dengan dokter apabila menemui gejala fifth disease .
Eksim : Tak Menular
Eksim atau dermatitis atopik dapat menginfeksi satu dari 10 bayi dan anak-anak. Eksim biasanya diawali dengan gatal pada wajah, siku maupun lutut yang kemudian menyebar ke bagian –bagian lain termasuk kulit kepala dan belakang telinga. Kemerahan dapat membaik maupun pergi seiring dengan waktu, kendati dapat terjangkit kembali di lain waktu. Penyebab eksim terutama berkaitan dengan genetik dan lingkungan.
Pencegahan
Anda mungkin tak dapat menghindarkan anak dari eksim namun dapat mencegahnya menyebar ke seluruh tubuh. Kulit yang kering, kerap kali menjadi pemicu eksim terjadi. Sebaiknya selalu usahakan kulit anak tetap lembab terutama setelah mandi. Selain itu, upayakan bayi mengenakan pakaian yang lembut dan berbahan yang menyerap keringat seperti katun. Hindari pemakaian sabun atau losion berparfum (termasuk bubble baths ) karena dapat mengiritasi kulit. Kenali gejala infeksi kulit dan rawat sedini mungkin.
Pengobatan
Mandi air dingin dapat mengurangi rasa gatal. Pertimbangkan menemui dokter anak untuk mendapatkan resep dan anjuran pengobatan. Beberapa pengobatan seperti krim atau salep kortikosteroid, obat topikal, preparat tar, anti histamin, yang mungkin diresepkan dokter dapat mengurangi rasa gatal. Begitu pula antibiotik topikal dan oral, dapat diresepkan dokter untuk mengurangi infeksi penyebab kemerahan.
Infeksi Telinga : Tak Menular
Banyak dari anak berusia 2 tahun menderita infeksi saluran tengah telinga. Alergi dan Flu kerapkali dituding sebagai penyebabnya. Ini memicu bakteri tumbuh di dalam saluran tengah telinga. Ini menyebabkan saluran tuba eustachian terblokir, dimana ini menghubungkan saluran tengah telinga ke tenggorokan. Akibatnya, terjadi nyeri, demam dan bahkan disertai gangguan pendengaran.
Penyebab
Kendati infeksi telinga tidak menular dari satu anak ke anak lain, namun penyakit pemicu seperti flu dapat tertular pada anak. Ini akan memperbesar peluang anak terkena infeksi telinga.
Pencegahan
Mengurangi risiko infeksi telinga, bantu anak menjaga jarak dari orang-orang yang sedang sakit dan mencuci tangannya sesering mungkin. Hindarkan anak dari asap rokok yang dapat meningkatkan risiko terkena infeksi telinga.
Pengobatan
Jika anak menderita demam akibat infeksi telinga, berikan asetaminofen untuk membuatnya nyaman. Selain itu, ajaklah anak menemui dokter karena mereka mungkin butuh antibiotik. Kendati banyak pula kondisi infeksi telinga yang sembuh seiring dengan waktu. Kebanyakan gejala infeksi telinga akan hilang sendiri dalam beberapa hari.
Berikut panduan penyakit umum anak-anak yang patut Anda waspadai, baik itu penyakit menular maupun tak menular. Juga beberapa tips bagaimana menjaga anak tetap sehat dan memulihkan diri dengan optimal.
Flu dan Pilek : Menular
Tak heran jika penyakit ini kerap disebut sebagai penyakit peralihan musim. Kebanyakan anak dapat menderita flu 6 hingga 10 kali setahun. Beberapa gejala flu diantaranya, nyeri tenggorokan, batuk, bersin-bersin, dan nyeri sekujur tubuh (semacam pegal linu di persendian). Gejala ini dapat dirasakan hingga beberapa hari bahkan minggu ke depan.
Penularan
Virus flu dapat menyebar melalui droplet (cipratan air ludah yang dapat berukuran sangat kecil, Red.) dari orang yang menderita flu. Bisa tertular saat berada disekitar orang yang bersin maupun batuk.
Selain itu, anak-anak juga dapat tertular langsung dari ingus atau permukaan yang terkontak virus, seperti, dinding atau pilar, mainan, meja dan kursi dan masih banyak lagi. Terutama jika anak tidak menggunakan penutup mulut sehingga dapat sering menyentuh mulut maupun mata.
Pencegahan
Berikan anak-anak vaksin flu per tahun untuk mencegahnya. Anda juga dapat mengurangi risiko penularan dengan membiasakan anak mencuci tangan sesering mungkin dengan air hangat dan sabun. Anak-anak juga sebaiknya belajar menghindari kontak langsung dengan teman yang menderita flu, misalnya, berbagi makanan atau menggunakan alat makan yang sama dengan teman tersebut.
Pengobatan
Saat terinfeksi flu, anak-anak dapat menjadi rewel karena menderita beberapa gejala, seperti, demam, nyeri otot, dan rasa letih berlebih. Sayangnya, tak ada obat persis yang dapat menyembuhkan flu. Namun Anda dapat membuat anak merasa senyaman mungkin ketika sedang terjangkit flu. Asetaminofen dan penambahan intake cairan dapat diberikan untuk meredakan rasa sakit anak. Berkumur air garam juga dapat dilakukan untuk meredakan sakit tenggorokan. Bila perlu, berikan inhalasi atau penguapan untuk melegakan saluran nafas yang sesak dengan lendir. Jika gejala tak reda dan gejala semakin berat, sebaiknya bicarakan dengan dokter tentang cara-cara meredakan gejala.
Penyakit Mulut, Tangan dan Kaki : Menular
Penyakit mulut, tangan dan kaki atau Hand-Foot-Mouth-Disease (HFMD) adalah penyakit yang kerap menjangkiti bayi dan anak-anak dibawah 5 tahun. Gejala yang diderita umumnya, demam, ruam di dalam mulut dan kulit.
Penularan
Virus penyebab HFMD dapat menular melalui air liur, lendir hidung dan cairan ruam dari mulut atau kulit orang yang terinfeksi. Anak-anak juga dapat terjangkit dari menyentuh beberapa benda atau permukaan yang disentuh oleh orang yang sakit.
Pencegahan
Membiasakan anak mencuci tangan dapat meminimalisir risiko penularan HFMD. Anak-anak juga sebaiknya menghindari kontak langsung dengan penderita, maupun berbagi alat makan dan makanan dengan anak-anak lain. Jika anak yang menderita HFMD telah bertandang ke rumah, jangan lupa mencuci beberapa peralatan dan mainan yang dapat menyebarkan virus. Kemudian, lakukan desinfektan dengan menggunakan satu sendok makan pemutih dan 4 cangkir air.
Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus bagi penderita HFMD namun Anda dapat mengurangi gejala yang diderita sang buah hati. Berikan asetaminofen untuk meredakan nyeri dan demam. Pencuci mulut dan semprotan dengan analgesik dapat mengurangi nyeri akibat ruam dalam mulut. Jika Anda khawatir dengan gejala yang berkembang, cobalah hubungi dokter.
Sakit Mata : Menular
Sakit mata atau conjunctivitis, adalah iritasi mata dan bagian dalam mata. Gejala sakit mata diantaranya, rasa gatal, pedih, panas, kemerahan, sensitivitas terhadap cahaya, pembengkakan pada kelopak serta garis bulu mata, dan produksi air mata yang relatif lebih banyak.
Penularan
Penyakit mata dapat disebabkan oleh virus, alergen, bakteri dan iritan. Penyakit mata yang disebabkan oleh bakteri atau virus, umumnya didapat karena anak kerap menyentuh bagian mata ketika tangannya kurang bersih.
Pencegahan
Untuk melindungi anak juga diri Anda dari penyakit mata, biasakan kerap mencuci tangan dengan air hangat dan sabun. Anda juga dapat membekali anak dengan hand sanitizer atau gel tangan (sebaiknya gunakan gel tangan bebas alkohol) untuk meminimalisir risiko terjangkit penyakit mata. Jangan biarkan anak-anak berbagi handuk, bantal, waslap dan barang lain dengan orang yang sakit mata. Dan, jika ada yang sedang sakit mata di rumah, pisahkan cucian maupun pakaian serta handuknya dari yang lain. Selain itu, cuci pakaian penderita dengan air panas dan deterjen untuk mencegah penularan.
Pengobatan
Sakit mata ringan umumnya akan sembuh sendiri seiring waktu. Air mata buatan dan kompres dingin juga dapat mengurangi penderitaan karena kekeringan dan inflamasi. Namun jika anak menderita sakit mata disertai demam, gangguan penglihatan, sakit kepala, kemerahan yang kian parah selama beberapa hari, pertimbangkan untuk menghubungi dokter agar mendapatkan resep obat yang dibutuhkan.
Flu Perut : Menular
“Flu Perut” sebenarnya tak ada hubungannya dengan penyakit flu (influenza). Namun ini sebenarnya adalah istilah bagi gastroenteritis atau radang lambung, yang mengacu pada gangguan perut disebabkan oleh virus. Gejala yang dirasakan diantaranya kram pada perut, diare, demam, hingga muntah. Biasanya penyakit ini akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.
Penularan
Anak-anak dapat menderita gastroenteritis karena kontak langsung dengan penderita atau memakan makanan yang terkontaminasi kuman, kurang bersih, atau tersentuh oleh penderita.
Pencegahan
Jauhkan anak-anak dari orang yang menderita flu perut. Biasakan anak untuk sering mencuci tangan, terutama sebelum makan dan setelah menggunakan kamar mandi. Ajarkan anak untuk tak berbagi makanan dan alat makan dengan anak-anak lain. Ajarkan anak untuk tak memasukkan jari dalam mulut.
Pengobatan
Tidak ada obat khusus untuk menyembuhkan flu perut. Berikan anak ekstra cairan untuk membuatnya tetap terhidrasi. Selain itu, upayakan anak cukup istirahat, hindari makanan pedas dan makanan yang digoreng. Jika perlu, atur anak untuk mendapatkan makanan bertekstur lunak seperti gelatin (semacam puding), roti, nasi lembek, atau pisang. Baru kemudian dapat makan seperti sediakala dalam porsi kecil namun dalam frekuensi sering. Jika anak tetap kurang minum atau menolak untuk minum (khususnya pada anak usia 1 tahunke atas perlu minum sekali setiap jam, Red.) sebaiknya hubungi dokter. Jika anak berusia kurang dari 1 tahun menderita muntah dan diare, segera hubungi dokter dan jangan menunggu gejala selanjutnya.
Penyakit Fifth Disease atau Pipi Kemerahan : Menular
Penyakit ini biasanya menjangkit pada anak-anak usia sekolah di negara 4 musim. Umumnya pada musim dingin dan musim semi. Biasanya diawai dengan demam ringan (hangat), sakit kepala, dan hidung berair. Tapi gejala utamanya adalah kemerahan yang dimulai dari pipi sehingga nampak seperti pipi yang baru saja ditampar. Kemerahan ini dapat menyebar hingga badan, lengan dan kaki.
Penularan
Penyakit yang disebabkan oleh parvovirus B19 ini dapat menyebar melalui air liur, lendir hidung dan dahak.
Pencegahan
Penyakit fifth disease ini sangat menular terutama ketika sedang dalam fase hidung berair (sebelum kemerahan mulai muncul), sehingga kerapkali sulit dicegah. Sebaiknya anak dihindarkan dari berkontak dengan anak yang sedang menderita batuk dan bersin-bersin. Selain itu, biasakan anak mencuci tangan khususnya sebelum menyentuh daerah mata-hidung dan mulut.
Pengobatan
Pada fifth disease yang tidak terlalu parah, upayakan anak cukup istirahat. Jika perlu, berikan asetaminofen maupun obat pereda gatal untuk mengatasi gejala. Bagaimanapun, parvovirusB19 dapat menyebabkan komplikasi serius pada orang dengan sistem ketahanan tubuh lemah, anemia kronis, dan pada wanita hamil. Oleh karena itu, penting untuk berkonsultasi dengan dokter apabila menemui gejala fifth disease .
Eksim : Tak Menular
Eksim atau dermatitis atopik dapat menginfeksi satu dari 10 bayi dan anak-anak. Eksim biasanya diawali dengan gatal pada wajah, siku maupun lutut yang kemudian menyebar ke bagian –bagian lain termasuk kulit kepala dan belakang telinga. Kemerahan dapat membaik maupun pergi seiring dengan waktu, kendati dapat terjangkit kembali di lain waktu. Penyebab eksim terutama berkaitan dengan genetik dan lingkungan.
Pencegahan
Anda mungkin tak dapat menghindarkan anak dari eksim namun dapat mencegahnya menyebar ke seluruh tubuh. Kulit yang kering, kerap kali menjadi pemicu eksim terjadi. Sebaiknya selalu usahakan kulit anak tetap lembab terutama setelah mandi. Selain itu, upayakan bayi mengenakan pakaian yang lembut dan berbahan yang menyerap keringat seperti katun. Hindari pemakaian sabun atau losion berparfum (termasuk bubble baths ) karena dapat mengiritasi kulit. Kenali gejala infeksi kulit dan rawat sedini mungkin.
Pengobatan
Mandi air dingin dapat mengurangi rasa gatal. Pertimbangkan menemui dokter anak untuk mendapatkan resep dan anjuran pengobatan. Beberapa pengobatan seperti krim atau salep kortikosteroid, obat topikal, preparat tar, anti histamin, yang mungkin diresepkan dokter dapat mengurangi rasa gatal. Begitu pula antibiotik topikal dan oral, dapat diresepkan dokter untuk mengurangi infeksi penyebab kemerahan.
Infeksi Telinga : Tak Menular
Banyak dari anak berusia 2 tahun menderita infeksi saluran tengah telinga. Alergi dan Flu kerapkali dituding sebagai penyebabnya. Ini memicu bakteri tumbuh di dalam saluran tengah telinga. Ini menyebabkan saluran tuba eustachian terblokir, dimana ini menghubungkan saluran tengah telinga ke tenggorokan. Akibatnya, terjadi nyeri, demam dan bahkan disertai gangguan pendengaran.
Penyebab
Kendati infeksi telinga tidak menular dari satu anak ke anak lain, namun penyakit pemicu seperti flu dapat tertular pada anak. Ini akan memperbesar peluang anak terkena infeksi telinga.
Pencegahan
Mengurangi risiko infeksi telinga, bantu anak menjaga jarak dari orang-orang yang sedang sakit dan mencuci tangannya sesering mungkin. Hindarkan anak dari asap rokok yang dapat meningkatkan risiko terkena infeksi telinga.
Pengobatan
Jika anak menderita demam akibat infeksi telinga, berikan asetaminofen untuk membuatnya nyaman. Selain itu, ajaklah anak menemui dokter karena mereka mungkin butuh antibiotik. Kendati banyak pula kondisi infeksi telinga yang sembuh seiring dengan waktu. Kebanyakan gejala infeksi telinga akan hilang sendiri dalam beberapa hari.
Kisah cerita tentang datu Pujung
Sejarah Provinsi Kalimantan Selatan
Sejarah Pemerintahan di Kalimantan Selatan diperkirakan dimulai ketika berdiri Kerajaan Tanjung Puri sekitar abad 5-6 Masehi. Kerajaan ini letaknya cukup strategis yaitu di Kaki Pegunungan Meratus dan di tepi sungai besar sehingga di kemudian hari menjadi bandar yang cukup maju. Kerajaan Tanjung Puri bisa juga disebut Kerajaan Kahuripan, yang cukup dikenal sebagai wadah pertama hibridasi, yaitu percampuran antarsuku dengan segala komponennya. Setelah itu berdiri kerajaan Negara Dipa yang dibangun perantau dari Jawa.
Pada abad ke 14 muncul Kerajaan Negara Daha yang memiliki unsur-unsur Kebudayaan Jawa akibat pendangkalan sungai di wilayah Negara Dipa. Sebuah serangan dari Jawa menghancurkan Kerajaan Dipa ini. Untuk menyelamatkan, dinasti baru pimpinan Maharaja Sari Kaburangan segera naik tahta dan memindahkan pusat pemerintahan ke arah hilir, yaitu ke arah laut di Muhara Rampiau. Negara Dipa terhindar dari kehancuran total, bahkan dapat menata diri menjadi besar dengan nama Negara Daha dengan raja sebagai pemimpin utama. Negara Daha pada akhirnya mengalami kemunduran dengan munculnya perebutan kekuasaan yang berlangsung sejak Pangeran Samudra mengangkat senjata dari arah muara, selain juga mendirikan rumah bagi para patih yang berada di muara tersebut.
Pemimpin utama para patih bernama MASIH. Sementara tempat tinggal para MASIH dinamakan BANDARMASIH. Raden Samudra mendirikan istana di tepi sungai Kuwin untuk para patih MASIH tersebut. Kota ini kelak dinamakan BANJARMASIN, yaitu yang berasal dari kata BANDARMASIH.
Kerajaan Banjarmasin berkembang menjadi kerajaan maritim utama sampai akhir abad 18. Sejarah berubah ketika Belanda menghancurkan keraton Banjar tahun 1612 oleh para raja Banjarmasin saat itu panembahan Marhum, pusat kerajaan dipindah ke Kayu Tangi, yang sekarang dikenal dengan kota Martapura.
Awal abad 19, Inggris mulai melirik Kalimantan setelah mengusir Belanda tahun 1809. Dua tahun kemudian menempatkan residen untuk Banjarmasin yaitu Alexander Hare. Namun kekuasaanya tidak lama, karena Belanda kembali.
Babak baru sejarah Kalimantan Selatan dimulai dengan bangkitnya rakyat melawan Belanda. Pangeran Antasari tampil sebagai pemimpin rakyat yang gagah berani. Ia wafat pada 11 Oktober 1862, kemudian anak cucunya membentuk PEGUSTIAN sebagai lanjutan Kerajaan Banjarmasin, yang akhirnya dihapuskan tentara Belanda Melayu Marsose, sedangkan Sultan Muhammad Seman yang menjadi pemimpinnya gugur dalam pertempuran. Sejak itu Kalimantan Selatan dikuasai sepenuhnya oleh Belanda.
Daerah ini dibagi menjadi sejumlah afdeling, yaitu Banjarmasin, Amuntai dan Martapura. Selanjutnya berdasarkan pembagian organik dari Indisch Staatsblad tahun 1913, Kalimantan Selatan dibagi menjadi dua afdeling, yaitu Banjarmasin dan Hulu Sungai. Tahun 1938 juga dibentuk Gouverment Borneo dengan ibukota Banjarmasin dan Gubernur Pertama dr. Haga.
Setelah Indonesia merdeka, Kalimantan dijadikan propinsi tersendiri dengan Gubernur Ir. Pangeran Muhammad Noor. Sejarah pemerintahan di Kalimanatn Selatan juga diwarnai dengan terbentuknya organisasi Angkatan Laut Republik Indonesia ( ALRI ) Divisi IV di Mojokerto, Jawa Timur yang mempersatukan kekuatan dan pejuang asal Kalimantan yang berada di Jawa.
Dengan ditandatanganinya Perjanjian Linggarjati menyebabkan Kalimantan terpisah dari Republik Indonesia. Dalam keadaan ini pemimpin ALRI IV mengambil langkah untuk kedaulatan Kalimantan sebagai bagian wilayah Indonesia, melalui suatu proklamasi yang ditandatangani oleh Gubernur ALRI Hasan Basry di Kandangan 17 Mei 1949 yang isinya menyatakan bahwa rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan memaklumkan berdirinya pemerintahan Gubernur tentara ALRI yang melingkupi seluruh wilayah Kalimantan Selatan. Wilayah itu dinyatakan sebagai bagian dari wilayah RI sesuai Proklamasi kemerdekaaan 17 agustus 1945. Upaya yang dilakukan dianggap sebagai upaya tandingan atas dibentuknya Dewan Banjar oleh Belanda.
Menyusul kembalinya Indonesia ke bentuk negara kesatuan kehidupan pemerintahan di daerah juga mengalamai penataaan. Di wilayah Kalimantan, penataan antara lain berupa pemecahan daerah Kalimantan menjadi 3 propinsi masing-masing Kalimantan Barat, Timur dan Selatan yang dituangkan dalam UU No.25 Tahun 1956.
Berdasarkan UU No.21 Tahun 1957, sebagian besar daerah sebelah barat dan utara wilayah Kalimantan Selatan dijadikan Propinsi Kalimantan Tengah. Sedangkan UU No.27 Tahun 1959 memisahkan bagian utara dari daerah Kabupaten Kotabaru dan memasukkan wilayah itu ke dalam kekuasaan Propinsi Kalimantan Timur. Sejak saat itu Propinsi Kalimantan Selatan tidak lagi mengalami perubahan wilayah, dan tetap seperti adanya. Adapun UU No.25 Tahun 1956 yang merupakan dasar pembentukan Propinsi Kalimantan Selatan kemudian diperbaharui dengan UU No.10 Tahun 1957 dan UU No.27 Tahun 1959.
Berikut adalah salah satu cerita menarik dari masyarakat Kalsel tentang Datu Pujung :
Pada zaman dahulu, di daerah itu (Kuin) pernah berdiri sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Banjar, yang diperintah oleh Sultan Suriansyah-Sultan Kerajaan Banjar I (1520 – 1550 M.). Konon, pada masa pemerintahaannya, Sultan Suriansyah pernah mendapat ancaman bahaya dari luar. Sebuah kapal asing yang tidak diundang berlabuh di Muara Sungai Kuin. Sikap angkuh para anak buah kapal itu menunjukkan bahwa kedatangan mereka tampaknya mempunyai maksud yang tidak baik. Hal ini diketahui oleh Sultan Suriansyah, yang segera mengumpulkan seluruh punggawa kerajaan untuk mengadakan musyawarah. Dalam musyawarah itu, seorang peserta musyawarah mengusulkan, bahwa untuk menghadang kapal para tamu yang tidak diundang itu, mereka harus membuat barikade dengan menanam pohon-pohon yang besar di dasar sungai. Namun, karena waktunya sangat mendesak, tidak satu pun punggawa kerajaan yang hadir dalam musyawarah mampu melakukan hal itu. Hanya orang sakti yang bisa melakukannya. Kebetulan, dalam rapat itu hadir seorang tua mengenakan jubah yang tidak dikenal oleh Sultan. Dengan sopan, ia meminta izin kepada Sultan untuk melakukan pekerjaan itu sesuai dengan kemampuan dan caranya sendiri. Setelah meminta izin, orang tua itu pun tiba-tiba menghilang. Siapa sebenarnya orang tua yang berjubah itu? Mampukah dia membarikade kapal asing itu? Penasaran kan? Ikuti kisahnya dalam cerita Datu Pujung berikut ini.
Alkisah, pada zaman dahulu kala, di daerah Kalimantan Selatan telah berdiri sebuah kerajaan besar yang bernama Kerajaan Banjar. Rajanya bernama Sultan Suriansyah. Pada masa itu, hiduplah seorang laki-laki yang sudah tua. Masyarakat di sekitarnya memanggilnya si Pujung. Karena usianya yang sudah tua, ia juga sering dipanggil Datu Punjung. Ia sangat arif dan bijaksana serta menguasai banyak ilmu, sehingga ia dijadikan sebagai panutan oleh warga sekitarnya. Namun anehnya, tak seorang pun yang mengetahui asal usulnya.
Pada suatu hari Kerajaan Banjar kedatangan tamu yang tidak diundang. Sebuah kapal berbendera asing bergerak menuju pelabuhan Muara Sungai Barito, yaitu Muara Kuin atau Delta Kuin. Beberapa penduduk negeri segera mengayuh jukung kecil menyongsong kedatangan kapal itu. Penduduk negeri terheran-heran melihat bentuk kapal yang panjang dan besar itu. Keheranan mereka tidak hanya itu, tetapi juga anak buah kapalnya yang berkulit salau, berambut pirang seperti rambut jagung, dan bermata biru seperti air laut. Sikap mereka yang ada di dalam kapal itu menunjukkan keangkuhan.
Mengetahui hal itu, beberapa penduduk negeri segera memberi tahu penguasa negeri. Sadarlah Sultan Suriansyah, sang Penguasa negeri, bahwa kerajaannya kedatangan tamu yang tidak diundang dan mempunyai maksud yang tidak baik terhadap negerinya. Sultan Suriansyah segera mengumpulkan para punggawa Kerajaan Banjar untuk mengadakan musyawarah. Untuk mengantisipasi serangan mendadak dari tamu asing tersebut, Sultan Suriansyah pun menyiagakan seluruh prajuritnya di sekitar istana.
Seluruh para punggawa telah berkumpul. “Aku mempunyai firasat kalau kedatangan orang-orang yang ada di dalam kapal besar itu akan membawa bencana di negeri kita. Sebelum kapal itu berlabuh di pelabuhan dan masuk ke pusat kerajaan, sebaiknya kita tempatkan barikade di muara sungai,” titah Sultan Suriansyah dalam musyawarah itu.
“Mohon ampun, Baginda. Muara sungai sangat dalam dan berarus deras. Untuk membuat barikade, tidak ada pilihan lain kecuali meramu pohon-pohon yang besar dan batangnya tinggi. Pohon-pohon tersebut selanjutnya kita tancapkan ke dasar sungai,” saran salah seorang punggawa. Usulan itu ternyata diterima oleh seluruh peserta musyawarah, termasuk Sultan Suriansyah. “Bentuk dan bahannya terserah kalian!” seru Sultan Suriansyah memberikan putusan.
“Mengingat waktunya sangat mendesak dan kemampuan kita sangat terbatas, bagaimana kalau kita membuat sayembara? Barang siapa yang mampu meramu dan menancapkan batang kayu ke dasar sungai, akan kita berikan hadiah yang besar,” usul punggawa lainnya. “Aku setuju usulan itu,” ujar Sultan Suriansyah.
“Tapi...Baginda. Hanya orang yang memiliki kesaktian yang mampu melakukan pekerjaan itu,” komentar petugas pelabuhan. “Benar, Baginda! Kita tidak pernah mendengar ada warga di kerajaan ini yang memiliki kesaktian seperti itu,” tambah punggawa lainnya. “Wah, kalau begitu, rencana ini kita batalkan. Kita cari cara yang lainnya,” sambung Sultan Suriansyah. Ucapan Sultan membuat suasana menjadi hening. Seluruh peserta yang hadir hanya terdiam dan menunduk. Tiba-tiba, suasana keheningan menjadi pecah mendengar suara dari arah belakang. “Hamba pikir itu saran yang sangat bagus,” ujar seorang yang mengenakan jubah. Semua pandangan tertuju kepadanya.
“Bagus memang. Tapi siapa orang yang sanggup melaksanakan pekerjaan seberat itu dalam waktu singkat? Apakah kamu sanggup...?” bantah seorang punggawa dengan nada sedikit melecehkan. Peserta musyawarah lainnya pun tertawa. Keadaan itu segera ditenangkan oleh ketukan palu Sultan Suriansyah pada meja di depannya. “Teruskan bicaramu!” titah Sultan Suriansyah.
“Baiklah, Baginda. Hamba memang belum selesai berbicara. Rupanya ada di antara kita yang tidak sabaran,” kata orang yang duduk paling belakang itu merendah. Lalu ia menjelaskan kepada seluruh peserta musyawarah, “Perlu diketahui, meramu kayu memerlukan waktu yang lama. Apalagi, menancapkan kayu-kayu ke dasar sungai bukanlah pekerjaan yang mudah. Musuh kita dalam kapal layar tersebut akan cepat mengetahui. Tidak mustahil mereka akan menyerang sebelum barikade diselesaikan.”
“Lalu bentuk barikade bagaimana yang mesti kita buat?” tanya Sultan Suriansyah penasaran.
“Jika dipercaya, izinkan hamba mengerjakannya menurut kemampuan dan cara hamba. Hamba jamin kapal asing itu akan kandas di Muara Sungai Barito. Namun, perlu diingat bahwa pekerjaan ini hamba lakukan bukan karena memburu hadiah, tapi demi keamanan negeri kita. Permisi!” orang itu langsung berdiri dan berkelebat, kemudian hilang dari pandangan mata para peserta musyawarah. Sultan Suriansyah tercengang-cengang menyaksikan kejadian itu. “Siapa orang itu tadi?” tanya Sultan Suriansyah kepada seorang yang duduk paling dekat dengan orang yang baru saja pergi. “Datu Pujung, Baginda,” jawab orang itu dengan penuh hormat.
Malam semakin gelap. Di atas kapal asing itu terlihat beberapa anak buah kapal sedang berjaga-jaga. Mereka mondar-mandir sambil menenteng senjata. Tiba-tiba, langkah mereka terhenti. Mereka merasakan kapal sedang miring ke kanan. Belum sempat berkata-kata, mereka sudah terjatuh ke sungai. Tak lama, kapal miring ke kiri. Penjaga di sebelah kiri kapal juga terjatuh ke sungai. Menyadari ada sesuatu yang tidak beres, kapten kapal segera membunyikan tanda bahaya. Sejumlah anak buah kapal yang bersenjata lengkap keluar dari ruangan dalam kapal. Di atas geladak, mereka melihat seseorang berjubah putih yang tidak dikenal. Mereka segera mengejar dan mengepungnya. Ketika orang berjubah putih sudah tersudut di haluan kapal, kapten kapal pun segera memerintahkan anak buahnya untuk menangkapnya, “Jangan biarkan dia lolos. Tangkap dia hidup-hidup!”
Karena tidak mungkin lagi menghindar, orang berjubah putih itu tiba-tiba menghentakkan kakinya ke geladak kapal dan menyebabkan kapal berderak pecah. Orang berjubah putih itu pun jatuh ke sungai. Namun, dengan satu lompatan yang ringan, ia sudah berada jauh di buritan kapal. Anak buah kapal yang berjaga di buritan terkesiap. Tanpa menunggu perintah dari kapten kapal, ia menembak orang berjubah itu dengan sebuah tembakan, sehingga bergema memecah keheningan malam. Anak buah kapal melihat si Jubah Putih terkapar di geladak. Rupanya tembakan mereka mengenainya. Karena belum yakin si Jubah Putih sudah mati, mereka melakukan tembakan salvo ke tubuh yang terkapar itu, diikuti tusukan serempak lebih dari selusin bayonet.
“Ha..., ha ..., itu hanya bajuku,” terdengar suara lantang di sudut kapal. Karena gelapnya malam, semua mata awak kapal disipitkan ke sumber suara. Mereka melakukan tembakan salvo ke arah suara itu. Sejumlah anak buah kapal di posisi itu bertumbangan terkena sasaran tembakan kawannya sendiri. Tak lama, suara lantang dengan nada terdengar kembali, “Mata kalian kurang jeliii...!” Sumber suara itu dari arah kemudi kapal. Tembakan salvo anak buah kapal mengarah ke sumber suara itu. Seorang anak buah kapal menjadi sasaran tembakan itu sehingga terkapar tak berdaya.
Si Jubah Putih, rupanya sudah bosan bermain kucing-kucingan dengan anak buah kapal yang goblok tersebut. “Cukup!” seru suara itu. Tiba-tiba terlihat bayangan putih melambung tinggi-tinggi dan kemudian meluncur ke arah geladak kapal. Sekali hentakan, kapal itu terbelah menjadi dua. Anak buah kapal dan seluruh isi kapal tenggelam seketika ke dasar Sungai Barito.
Dengan demikian, selamatlah Kerajaan Banjar dari acaman berbahaya itu. Sultan Suriansyah dan para punggawa kerajaan serta seluruh penduduk negeri sangat gembira. Sultan Suriansyah pun mengadakan kenduri besar, sebagai tanda syukur karena terhindar dari bencana. Sesuai dengan janjinya, sang Sultan memberi imbalan atas jasa-jasa dan pengabdian Datu Pujung terhadap negeri. Sang Sultan menghadiahi Datu Pujung berupa pangkat, jabatan, emas berlian dan makanan yang banyak sekali.
Sesuai dengan janjinya pula, Datu Pujung tidak rela menerima semua pemberian sang Sultan. “Hadiah pangkat dan jabatan hamba terima dengan senang hati. Namun, saat ini izinkan hamba untuk
mengembalikannya kepada Tuanku! Hamba tidak layak diberi pangkat dan jabatan. Hamba kembalikan juga semua makanan dan barang mewah ini. Hamba hanya seorang diri. Selembar baju yang ada sudah lebih dari cukup hamba gunakan sebagai penutup aurat. Hamba tidak pernah kekurangan makanan. Bumi Tuhan ini sangat luas dan setiap jengkal tanahnya menjadikan rezeki bagi yang mau berusaha. Barangkali ada warga kerajaan yang lebih membutuhkan. Ke sanalah sebaiknya hadiah ini Tuanku berikan,” Datu Pujung menolak segala macam hadiah dengan halus.
“Mulia benar hatimu,” puji Sultan Suriansyah. “Terima kasih atas pujian Baginda!”, ucap Datu Pujung seraya berpamitan, “Hamba mohon pamit, Baginda!”
Dalam sekejap mata, Datu Pujung tiba-tiba menghilang dari pandangan Sultan Suriansyah. Sejak saat itu, Datu Pujung tidak pernah kembali lagi ke Kerajaan Banjar.
Salvo
:
tembakan serempak
Bayonet
:
sangkur, pedang yang berukuran pendek.
Delta
:
tanah endapan berbentuk segitiga di muara sungai
Bekantan
:
sejenis kera berhidung panjang, rambutnya berwarna coklat kemerahan
Barikade
:
perintang, penghalang, penghambat yang dibuat untuk menghambat serangan musuh (dalam peperangan)
Setelah peristiwa di atas, potongan-potongan kapal asing yang tenggelam di Muara Sungai Barito itu, lama kelamaan tertimbun lumpur dan membentuk sebuah delta. Oleh masyarakat sekitar, tempat itu disebut dengan Pulau Kaget. Pulau ini terletak di Kecamatan Tabunganen, Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Sementara, para anak buah kapal itu dikutuk oleh Datu Pujung berganti wujud menjadi bekantan yang sekarang menjadi penghuni pulau tersebut. Hidung binatang itu mancung-mancung seperti bentuk hidung awak kapal dalam cerita di atas.
Cerita rakyat ini termasuk ke dalam cerita-cerita teladan yang mengandung nilai-nilai moral dan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Adapun nilai-nilai moral dalam cerita tersebut di antaranya adalah sikap hidup sederhana. Sikap ini tercermin pada sikap Datu Pujung ketika ia menolak pemberian hadiah dari Sultan Suriansyah. Dengan selembar pakaian yang melekat di tubuhnya, ia sudah merasa lebih dari cukup. Datu Pujung merasa bahagia dengan hidup sederhana.
Pola hidup sederhana memang sangat mulia. Orang yang pola hidupnya sederhana akan terhindar dari rasa kesombongan dan lebih mudah meraba penderitaan orang lain. Pola hidup sederhana merupakan suatu kekuatan untuk mengendalikan keinginan-keinginan. Oleh karena itu, hendaklah kita membudayakan hidup sederhana dalam masyarakat, terutama dalam lingkungan keluarga. Jika orang tua telah memberikan contoh kepada anak-anaknya tentang kesederhanaan, maka anak itu akan terjaga dari merasa lebih dari orang lain dan dari hidup bermewah-mewah.
Orang tua-tua Melayu selalu mengingatkan, agar anggota masyarakat hidup dengan sederhana sesuai dengan kemampuan masing-masing dan menjauhi gaya hidup yang berlebih-lebihan yang dapat menimbulkan kesenjangan dan kecemburuan sosial. Ungkapan orang Melayu mengatakan: “siapa hidup berlebih-lebihan, di situlah tempat bersarang setan.” Ungkapan lain juga mengatakan: “Siapa hidup bermegah-megah, disitulah tercampak marwah,” dan “Apabila terlalu bermewah-mewah, tumbuhlah sifat gah dan serakah.”
Tennas Effendy dalam bukunya “Tunjuk Ajar Melayu” banyak memaparkan acuan mengenai hidup sederhana baik dalam bentuk ungkapan, untaian syair maupun pantun. Adapun tunjuk ajar mengenai hidup sederhana dalam bentuk ungkapan, di antaranya:
apa tanda orang Melayu jati,
bermewah-mewah ia tak sudi
apa tanda Melayu terpuji,
berlebih-lebihan ianya benci
apa tanda Melayu bertuah,
hidup sederhana mengikut sunnah
Tunjuk ajar mengenai hidup sederhana dalam bentuk untaian syair di antaranya:
wahai ananda dengarlah peri,
bermewah-mewah jangan sekali
hidup sederhana tabukan diri
dunia dapat akhirat berisi
wahai ananda intan dikarang,
hidup sederhana membawa tenang
dunia akhirat sama seimbang
dunia elok di akhirat terpandang
Sejarah Pemerintahan di Kalimantan Selatan diperkirakan dimulai ketika berdiri Kerajaan Tanjung Puri sekitar abad 5-6 Masehi. Kerajaan ini letaknya cukup strategis yaitu di Kaki Pegunungan Meratus dan di tepi sungai besar sehingga di kemudian hari menjadi bandar yang cukup maju. Kerajaan Tanjung Puri bisa juga disebut Kerajaan Kahuripan, yang cukup dikenal sebagai wadah pertama hibridasi, yaitu percampuran antarsuku dengan segala komponennya. Setelah itu berdiri kerajaan Negara Dipa yang dibangun perantau dari Jawa.
Pada abad ke 14 muncul Kerajaan Negara Daha yang memiliki unsur-unsur Kebudayaan Jawa akibat pendangkalan sungai di wilayah Negara Dipa. Sebuah serangan dari Jawa menghancurkan Kerajaan Dipa ini. Untuk menyelamatkan, dinasti baru pimpinan Maharaja Sari Kaburangan segera naik tahta dan memindahkan pusat pemerintahan ke arah hilir, yaitu ke arah laut di Muhara Rampiau. Negara Dipa terhindar dari kehancuran total, bahkan dapat menata diri menjadi besar dengan nama Negara Daha dengan raja sebagai pemimpin utama. Negara Daha pada akhirnya mengalami kemunduran dengan munculnya perebutan kekuasaan yang berlangsung sejak Pangeran Samudra mengangkat senjata dari arah muara, selain juga mendirikan rumah bagi para patih yang berada di muara tersebut.
Pemimpin utama para patih bernama MASIH. Sementara tempat tinggal para MASIH dinamakan BANDARMASIH. Raden Samudra mendirikan istana di tepi sungai Kuwin untuk para patih MASIH tersebut. Kota ini kelak dinamakan BANJARMASIN, yaitu yang berasal dari kata BANDARMASIH.
Kerajaan Banjarmasin berkembang menjadi kerajaan maritim utama sampai akhir abad 18. Sejarah berubah ketika Belanda menghancurkan keraton Banjar tahun 1612 oleh para raja Banjarmasin saat itu panembahan Marhum, pusat kerajaan dipindah ke Kayu Tangi, yang sekarang dikenal dengan kota Martapura.
Awal abad 19, Inggris mulai melirik Kalimantan setelah mengusir Belanda tahun 1809. Dua tahun kemudian menempatkan residen untuk Banjarmasin yaitu Alexander Hare. Namun kekuasaanya tidak lama, karena Belanda kembali.
Babak baru sejarah Kalimantan Selatan dimulai dengan bangkitnya rakyat melawan Belanda. Pangeran Antasari tampil sebagai pemimpin rakyat yang gagah berani. Ia wafat pada 11 Oktober 1862, kemudian anak cucunya membentuk PEGUSTIAN sebagai lanjutan Kerajaan Banjarmasin, yang akhirnya dihapuskan tentara Belanda Melayu Marsose, sedangkan Sultan Muhammad Seman yang menjadi pemimpinnya gugur dalam pertempuran. Sejak itu Kalimantan Selatan dikuasai sepenuhnya oleh Belanda.
Daerah ini dibagi menjadi sejumlah afdeling, yaitu Banjarmasin, Amuntai dan Martapura. Selanjutnya berdasarkan pembagian organik dari Indisch Staatsblad tahun 1913, Kalimantan Selatan dibagi menjadi dua afdeling, yaitu Banjarmasin dan Hulu Sungai. Tahun 1938 juga dibentuk Gouverment Borneo dengan ibukota Banjarmasin dan Gubernur Pertama dr. Haga.
Setelah Indonesia merdeka, Kalimantan dijadikan propinsi tersendiri dengan Gubernur Ir. Pangeran Muhammad Noor. Sejarah pemerintahan di Kalimanatn Selatan juga diwarnai dengan terbentuknya organisasi Angkatan Laut Republik Indonesia ( ALRI ) Divisi IV di Mojokerto, Jawa Timur yang mempersatukan kekuatan dan pejuang asal Kalimantan yang berada di Jawa.
Dengan ditandatanganinya Perjanjian Linggarjati menyebabkan Kalimantan terpisah dari Republik Indonesia. Dalam keadaan ini pemimpin ALRI IV mengambil langkah untuk kedaulatan Kalimantan sebagai bagian wilayah Indonesia, melalui suatu proklamasi yang ditandatangani oleh Gubernur ALRI Hasan Basry di Kandangan 17 Mei 1949 yang isinya menyatakan bahwa rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan memaklumkan berdirinya pemerintahan Gubernur tentara ALRI yang melingkupi seluruh wilayah Kalimantan Selatan. Wilayah itu dinyatakan sebagai bagian dari wilayah RI sesuai Proklamasi kemerdekaaan 17 agustus 1945. Upaya yang dilakukan dianggap sebagai upaya tandingan atas dibentuknya Dewan Banjar oleh Belanda.
Menyusul kembalinya Indonesia ke bentuk negara kesatuan kehidupan pemerintahan di daerah juga mengalamai penataaan. Di wilayah Kalimantan, penataan antara lain berupa pemecahan daerah Kalimantan menjadi 3 propinsi masing-masing Kalimantan Barat, Timur dan Selatan yang dituangkan dalam UU No.25 Tahun 1956.
Berdasarkan UU No.21 Tahun 1957, sebagian besar daerah sebelah barat dan utara wilayah Kalimantan Selatan dijadikan Propinsi Kalimantan Tengah. Sedangkan UU No.27 Tahun 1959 memisahkan bagian utara dari daerah Kabupaten Kotabaru dan memasukkan wilayah itu ke dalam kekuasaan Propinsi Kalimantan Timur. Sejak saat itu Propinsi Kalimantan Selatan tidak lagi mengalami perubahan wilayah, dan tetap seperti adanya. Adapun UU No.25 Tahun 1956 yang merupakan dasar pembentukan Propinsi Kalimantan Selatan kemudian diperbaharui dengan UU No.10 Tahun 1957 dan UU No.27 Tahun 1959.
Berikut adalah salah satu cerita menarik dari masyarakat Kalsel tentang Datu Pujung :
Pada zaman dahulu, di daerah itu (Kuin) pernah berdiri sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Banjar, yang diperintah oleh Sultan Suriansyah-Sultan Kerajaan Banjar I (1520 – 1550 M.). Konon, pada masa pemerintahaannya, Sultan Suriansyah pernah mendapat ancaman bahaya dari luar. Sebuah kapal asing yang tidak diundang berlabuh di Muara Sungai Kuin. Sikap angkuh para anak buah kapal itu menunjukkan bahwa kedatangan mereka tampaknya mempunyai maksud yang tidak baik. Hal ini diketahui oleh Sultan Suriansyah, yang segera mengumpulkan seluruh punggawa kerajaan untuk mengadakan musyawarah. Dalam musyawarah itu, seorang peserta musyawarah mengusulkan, bahwa untuk menghadang kapal para tamu yang tidak diundang itu, mereka harus membuat barikade dengan menanam pohon-pohon yang besar di dasar sungai. Namun, karena waktunya sangat mendesak, tidak satu pun punggawa kerajaan yang hadir dalam musyawarah mampu melakukan hal itu. Hanya orang sakti yang bisa melakukannya. Kebetulan, dalam rapat itu hadir seorang tua mengenakan jubah yang tidak dikenal oleh Sultan. Dengan sopan, ia meminta izin kepada Sultan untuk melakukan pekerjaan itu sesuai dengan kemampuan dan caranya sendiri. Setelah meminta izin, orang tua itu pun tiba-tiba menghilang. Siapa sebenarnya orang tua yang berjubah itu? Mampukah dia membarikade kapal asing itu? Penasaran kan? Ikuti kisahnya dalam cerita Datu Pujung berikut ini.
Alkisah, pada zaman dahulu kala, di daerah Kalimantan Selatan telah berdiri sebuah kerajaan besar yang bernama Kerajaan Banjar. Rajanya bernama Sultan Suriansyah. Pada masa itu, hiduplah seorang laki-laki yang sudah tua. Masyarakat di sekitarnya memanggilnya si Pujung. Karena usianya yang sudah tua, ia juga sering dipanggil Datu Punjung. Ia sangat arif dan bijaksana serta menguasai banyak ilmu, sehingga ia dijadikan sebagai panutan oleh warga sekitarnya. Namun anehnya, tak seorang pun yang mengetahui asal usulnya.
Pada suatu hari Kerajaan Banjar kedatangan tamu yang tidak diundang. Sebuah kapal berbendera asing bergerak menuju pelabuhan Muara Sungai Barito, yaitu Muara Kuin atau Delta Kuin. Beberapa penduduk negeri segera mengayuh jukung kecil menyongsong kedatangan kapal itu. Penduduk negeri terheran-heran melihat bentuk kapal yang panjang dan besar itu. Keheranan mereka tidak hanya itu, tetapi juga anak buah kapalnya yang berkulit salau, berambut pirang seperti rambut jagung, dan bermata biru seperti air laut. Sikap mereka yang ada di dalam kapal itu menunjukkan keangkuhan.
Mengetahui hal itu, beberapa penduduk negeri segera memberi tahu penguasa negeri. Sadarlah Sultan Suriansyah, sang Penguasa negeri, bahwa kerajaannya kedatangan tamu yang tidak diundang dan mempunyai maksud yang tidak baik terhadap negerinya. Sultan Suriansyah segera mengumpulkan para punggawa Kerajaan Banjar untuk mengadakan musyawarah. Untuk mengantisipasi serangan mendadak dari tamu asing tersebut, Sultan Suriansyah pun menyiagakan seluruh prajuritnya di sekitar istana.
Seluruh para punggawa telah berkumpul. “Aku mempunyai firasat kalau kedatangan orang-orang yang ada di dalam kapal besar itu akan membawa bencana di negeri kita. Sebelum kapal itu berlabuh di pelabuhan dan masuk ke pusat kerajaan, sebaiknya kita tempatkan barikade di muara sungai,” titah Sultan Suriansyah dalam musyawarah itu.
“Mohon ampun, Baginda. Muara sungai sangat dalam dan berarus deras. Untuk membuat barikade, tidak ada pilihan lain kecuali meramu pohon-pohon yang besar dan batangnya tinggi. Pohon-pohon tersebut selanjutnya kita tancapkan ke dasar sungai,” saran salah seorang punggawa. Usulan itu ternyata diterima oleh seluruh peserta musyawarah, termasuk Sultan Suriansyah. “Bentuk dan bahannya terserah kalian!” seru Sultan Suriansyah memberikan putusan.
“Mengingat waktunya sangat mendesak dan kemampuan kita sangat terbatas, bagaimana kalau kita membuat sayembara? Barang siapa yang mampu meramu dan menancapkan batang kayu ke dasar sungai, akan kita berikan hadiah yang besar,” usul punggawa lainnya. “Aku setuju usulan itu,” ujar Sultan Suriansyah.
“Tapi...Baginda. Hanya orang yang memiliki kesaktian yang mampu melakukan pekerjaan itu,” komentar petugas pelabuhan. “Benar, Baginda! Kita tidak pernah mendengar ada warga di kerajaan ini yang memiliki kesaktian seperti itu,” tambah punggawa lainnya. “Wah, kalau begitu, rencana ini kita batalkan. Kita cari cara yang lainnya,” sambung Sultan Suriansyah. Ucapan Sultan membuat suasana menjadi hening. Seluruh peserta yang hadir hanya terdiam dan menunduk. Tiba-tiba, suasana keheningan menjadi pecah mendengar suara dari arah belakang. “Hamba pikir itu saran yang sangat bagus,” ujar seorang yang mengenakan jubah. Semua pandangan tertuju kepadanya.
“Bagus memang. Tapi siapa orang yang sanggup melaksanakan pekerjaan seberat itu dalam waktu singkat? Apakah kamu sanggup...?” bantah seorang punggawa dengan nada sedikit melecehkan. Peserta musyawarah lainnya pun tertawa. Keadaan itu segera ditenangkan oleh ketukan palu Sultan Suriansyah pada meja di depannya. “Teruskan bicaramu!” titah Sultan Suriansyah.
“Baiklah, Baginda. Hamba memang belum selesai berbicara. Rupanya ada di antara kita yang tidak sabaran,” kata orang yang duduk paling belakang itu merendah. Lalu ia menjelaskan kepada seluruh peserta musyawarah, “Perlu diketahui, meramu kayu memerlukan waktu yang lama. Apalagi, menancapkan kayu-kayu ke dasar sungai bukanlah pekerjaan yang mudah. Musuh kita dalam kapal layar tersebut akan cepat mengetahui. Tidak mustahil mereka akan menyerang sebelum barikade diselesaikan.”
“Lalu bentuk barikade bagaimana yang mesti kita buat?” tanya Sultan Suriansyah penasaran.
“Jika dipercaya, izinkan hamba mengerjakannya menurut kemampuan dan cara hamba. Hamba jamin kapal asing itu akan kandas di Muara Sungai Barito. Namun, perlu diingat bahwa pekerjaan ini hamba lakukan bukan karena memburu hadiah, tapi demi keamanan negeri kita. Permisi!” orang itu langsung berdiri dan berkelebat, kemudian hilang dari pandangan mata para peserta musyawarah. Sultan Suriansyah tercengang-cengang menyaksikan kejadian itu. “Siapa orang itu tadi?” tanya Sultan Suriansyah kepada seorang yang duduk paling dekat dengan orang yang baru saja pergi. “Datu Pujung, Baginda,” jawab orang itu dengan penuh hormat.
Malam semakin gelap. Di atas kapal asing itu terlihat beberapa anak buah kapal sedang berjaga-jaga. Mereka mondar-mandir sambil menenteng senjata. Tiba-tiba, langkah mereka terhenti. Mereka merasakan kapal sedang miring ke kanan. Belum sempat berkata-kata, mereka sudah terjatuh ke sungai. Tak lama, kapal miring ke kiri. Penjaga di sebelah kiri kapal juga terjatuh ke sungai. Menyadari ada sesuatu yang tidak beres, kapten kapal segera membunyikan tanda bahaya. Sejumlah anak buah kapal yang bersenjata lengkap keluar dari ruangan dalam kapal. Di atas geladak, mereka melihat seseorang berjubah putih yang tidak dikenal. Mereka segera mengejar dan mengepungnya. Ketika orang berjubah putih sudah tersudut di haluan kapal, kapten kapal pun segera memerintahkan anak buahnya untuk menangkapnya, “Jangan biarkan dia lolos. Tangkap dia hidup-hidup!”
Karena tidak mungkin lagi menghindar, orang berjubah putih itu tiba-tiba menghentakkan kakinya ke geladak kapal dan menyebabkan kapal berderak pecah. Orang berjubah putih itu pun jatuh ke sungai. Namun, dengan satu lompatan yang ringan, ia sudah berada jauh di buritan kapal. Anak buah kapal yang berjaga di buritan terkesiap. Tanpa menunggu perintah dari kapten kapal, ia menembak orang berjubah itu dengan sebuah tembakan, sehingga bergema memecah keheningan malam. Anak buah kapal melihat si Jubah Putih terkapar di geladak. Rupanya tembakan mereka mengenainya. Karena belum yakin si Jubah Putih sudah mati, mereka melakukan tembakan salvo ke tubuh yang terkapar itu, diikuti tusukan serempak lebih dari selusin bayonet.
“Ha..., ha ..., itu hanya bajuku,” terdengar suara lantang di sudut kapal. Karena gelapnya malam, semua mata awak kapal disipitkan ke sumber suara. Mereka melakukan tembakan salvo ke arah suara itu. Sejumlah anak buah kapal di posisi itu bertumbangan terkena sasaran tembakan kawannya sendiri. Tak lama, suara lantang dengan nada terdengar kembali, “Mata kalian kurang jeliii...!” Sumber suara itu dari arah kemudi kapal. Tembakan salvo anak buah kapal mengarah ke sumber suara itu. Seorang anak buah kapal menjadi sasaran tembakan itu sehingga terkapar tak berdaya.
Si Jubah Putih, rupanya sudah bosan bermain kucing-kucingan dengan anak buah kapal yang goblok tersebut. “Cukup!” seru suara itu. Tiba-tiba terlihat bayangan putih melambung tinggi-tinggi dan kemudian meluncur ke arah geladak kapal. Sekali hentakan, kapal itu terbelah menjadi dua. Anak buah kapal dan seluruh isi kapal tenggelam seketika ke dasar Sungai Barito.
Dengan demikian, selamatlah Kerajaan Banjar dari acaman berbahaya itu. Sultan Suriansyah dan para punggawa kerajaan serta seluruh penduduk negeri sangat gembira. Sultan Suriansyah pun mengadakan kenduri besar, sebagai tanda syukur karena terhindar dari bencana. Sesuai dengan janjinya, sang Sultan memberi imbalan atas jasa-jasa dan pengabdian Datu Pujung terhadap negeri. Sang Sultan menghadiahi Datu Pujung berupa pangkat, jabatan, emas berlian dan makanan yang banyak sekali.
Sesuai dengan janjinya pula, Datu Pujung tidak rela menerima semua pemberian sang Sultan. “Hadiah pangkat dan jabatan hamba terima dengan senang hati. Namun, saat ini izinkan hamba untuk
mengembalikannya kepada Tuanku! Hamba tidak layak diberi pangkat dan jabatan. Hamba kembalikan juga semua makanan dan barang mewah ini. Hamba hanya seorang diri. Selembar baju yang ada sudah lebih dari cukup hamba gunakan sebagai penutup aurat. Hamba tidak pernah kekurangan makanan. Bumi Tuhan ini sangat luas dan setiap jengkal tanahnya menjadikan rezeki bagi yang mau berusaha. Barangkali ada warga kerajaan yang lebih membutuhkan. Ke sanalah sebaiknya hadiah ini Tuanku berikan,” Datu Pujung menolak segala macam hadiah dengan halus.
“Mulia benar hatimu,” puji Sultan Suriansyah. “Terima kasih atas pujian Baginda!”, ucap Datu Pujung seraya berpamitan, “Hamba mohon pamit, Baginda!”
Dalam sekejap mata, Datu Pujung tiba-tiba menghilang dari pandangan Sultan Suriansyah. Sejak saat itu, Datu Pujung tidak pernah kembali lagi ke Kerajaan Banjar.
Salvo
:
tembakan serempak
Bayonet
:
sangkur, pedang yang berukuran pendek.
Delta
:
tanah endapan berbentuk segitiga di muara sungai
Bekantan
:
sejenis kera berhidung panjang, rambutnya berwarna coklat kemerahan
Barikade
:
perintang, penghalang, penghambat yang dibuat untuk menghambat serangan musuh (dalam peperangan)
Setelah peristiwa di atas, potongan-potongan kapal asing yang tenggelam di Muara Sungai Barito itu, lama kelamaan tertimbun lumpur dan membentuk sebuah delta. Oleh masyarakat sekitar, tempat itu disebut dengan Pulau Kaget. Pulau ini terletak di Kecamatan Tabunganen, Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Sementara, para anak buah kapal itu dikutuk oleh Datu Pujung berganti wujud menjadi bekantan yang sekarang menjadi penghuni pulau tersebut. Hidung binatang itu mancung-mancung seperti bentuk hidung awak kapal dalam cerita di atas.
Cerita rakyat ini termasuk ke dalam cerita-cerita teladan yang mengandung nilai-nilai moral dan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Adapun nilai-nilai moral dalam cerita tersebut di antaranya adalah sikap hidup sederhana. Sikap ini tercermin pada sikap Datu Pujung ketika ia menolak pemberian hadiah dari Sultan Suriansyah. Dengan selembar pakaian yang melekat di tubuhnya, ia sudah merasa lebih dari cukup. Datu Pujung merasa bahagia dengan hidup sederhana.
Pola hidup sederhana memang sangat mulia. Orang yang pola hidupnya sederhana akan terhindar dari rasa kesombongan dan lebih mudah meraba penderitaan orang lain. Pola hidup sederhana merupakan suatu kekuatan untuk mengendalikan keinginan-keinginan. Oleh karena itu, hendaklah kita membudayakan hidup sederhana dalam masyarakat, terutama dalam lingkungan keluarga. Jika orang tua telah memberikan contoh kepada anak-anaknya tentang kesederhanaan, maka anak itu akan terjaga dari merasa lebih dari orang lain dan dari hidup bermewah-mewah.
Orang tua-tua Melayu selalu mengingatkan, agar anggota masyarakat hidup dengan sederhana sesuai dengan kemampuan masing-masing dan menjauhi gaya hidup yang berlebih-lebihan yang dapat menimbulkan kesenjangan dan kecemburuan sosial. Ungkapan orang Melayu mengatakan: “siapa hidup berlebih-lebihan, di situlah tempat bersarang setan.” Ungkapan lain juga mengatakan: “Siapa hidup bermegah-megah, disitulah tercampak marwah,” dan “Apabila terlalu bermewah-mewah, tumbuhlah sifat gah dan serakah.”
Tennas Effendy dalam bukunya “Tunjuk Ajar Melayu” banyak memaparkan acuan mengenai hidup sederhana baik dalam bentuk ungkapan, untaian syair maupun pantun. Adapun tunjuk ajar mengenai hidup sederhana dalam bentuk ungkapan, di antaranya:
apa tanda orang Melayu jati,
bermewah-mewah ia tak sudi
apa tanda Melayu terpuji,
berlebih-lebihan ianya benci
apa tanda Melayu bertuah,
hidup sederhana mengikut sunnah
Tunjuk ajar mengenai hidup sederhana dalam bentuk untaian syair di antaranya:
wahai ananda dengarlah peri,
bermewah-mewah jangan sekali
hidup sederhana tabukan diri
dunia dapat akhirat berisi
wahai ananda intan dikarang,
hidup sederhana membawa tenang
dunia akhirat sama seimbang
dunia elok di akhirat terpandang
Batu Laki dan batu bini cerita dari Kalimantan selatan
Pegunungan Meratus merupakan kawasan hutan alami yang terletak di Propinsi Kalimantan Selatan. Pegunungan ini membentang dari arah Selatan di Kabupaten Tanah Laut hingga ke Utara dekat perbatasan Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, luasnya diperkirakan lebih dari satu juta hektar. Di sebelah Barat Pegunungan Meratus tersebut terdapat dua buah gunung yang dikenal dengan Gunung Batu Bini dan Gunung Batu Laki. Menurut cerita masyarakat di sekitarnya, keberadaan kedua gunung tersebut dikaitkan dengan sebuah peristiwa yang pernah terjadi di daerah itu. Konon, kedua gunung tersebut berasal dari dua
penggalan perahu layar milik seorang anak durhaka yang bernama si Angui. Karena sumpah sakti seorang ibu menjadikan si Angui, istri, beserta seluruh harta kekayaannya, berubah menjadi batu. Kemudian kedua batu tersebut berubah menjadi dua buah gunung yang mirip dengan bentuk sebuah perahu yang terpotong dua. Peristiwa itu dikemas dalam sebuah cerita rakyat yang dikenal dengan cerita Batu Bini Batu Laki. Bagaimana si Angui bisa durhaka terhadap ibunya, sehingga ia disumpah menjadi batu? Ingin tahu jawabannya? Ikuti kisahnya dalam cerita berikut ini.
Alkisah pada zaman dahulu kala, daerah yang terletak di sebelah Barat lereng Pegunungan Meratus pernah digengangi air yang dalam. Hanya ada satu daratan yang tidak digenangi air. Daratan itu dihuni oleh sekelompok masyarakat. Di salah satu rumah penduduk, tinggallah seorang janda tua bernama Diang Ingsun dengan anak laki-lakinya bernama si Angui. Keluarga kecil ini hidup dari hasil hutan dan dan sungai. Setiap hari Diang Ingsun mencari ikan di sungai dibantu oleh anak tunggalnya, si Angui. Mereka juga mengumpulkan umbi-umbian untuk dimakan. Jika ada sisa, mereka menjualnya kepada penduduk yang membutuhkan untuk ditukar dengan beras.
Si Angui masih tergolong anak-anak. Ia selalu duduk di dalam jukung menyertai ke mana saja ibunya pergi. Si Angui dan ibunya menjalani hidupnya penuh keprihatinan. Waktu terus berjalan, tak terasa si Angui tumbuh menjadi dewasa. Ibunya pun semakin tua. Mereka masih tekun bekerja. Kini, si Angui tidak hanya membantu ibunya menangkap ikan. Ia juga setiap hari ke hutan mengumpulkan rotan untuk dijual ke pedagang yang datang ke kampungnya. Sebelum rotan itu dijual, terlebih dahulu ia bersihkan lalu diikatnya dengan rapi. Apa pun yang ia kerjakan, ia selalu teringat dengan pesan ibunya sejak ia masih kecil: jika mengerjakan sesuatu hendaklah selalu bersih dan rapi.
Suatu hari, merapatlah sebuah jung yang besar di pelabuhan kampung Angui. Jung itu membawa berbagai barang dagangan untuk ditukar dengan bilah-bilah rotan, damar, dan lilin yang dihasilkan oleh penduduk di daerah itu. Si Angui turut pula menyerahkan sejumlah rotan miliknya untuk ditukarkan dengan garam, beras dan gula merah. Tanpa disadari, ternyata salah seorang awak jung yang berpenampilan rapi
memerhatikannya dari kejauhan. Dia adalah pemilik jung itu. Tak lama, dia pun memerintahkan anak buahnya agar si Angui datang menghadap kepadanya. Anak buah itu pun menghampiri Angui. “Permisi anak muda! Saya diperintahkan oleh juragan saya memanggil kamu untuk menghadap kepadanya,” sapa anak buah itu sambil menunjuk ke arah juragannya. Angui pun menoleh ke arah pemilik jung. Ketika mata Angui tertuju kepadanya, pemilik jung pun tersenyum dan mengangguk-angguk, sebagai tanda bahwa ia benar-benar memanggil si Angui. Setelah merasa yakin, Angui pun segera menghadap kepada pemilik jung itu. “Hai anak muda! Siapa namamu?” tanya si pemilik perahu. “Penduduk kampung di sini memanggilku Angui, Tuan!” jawab Angui malu-malu. “Begini Angui. Aku sangat tertarik dengan bilah-bilah rotanmu. Batangnya cukup tua dan kering. Ikatannya pun bersih dan rapi,” ujar si pemilik jung memuji rotan si Angui. Angui hanya tersenyum dan bersikap hormat, lalu berkata, “Walaupun ibu saya tidak berpengetahuan luas, ia selalu mengingatkan agar saya berbuat dan bekerja dengan bersih dan rapi.”
Mendengar keterangan Angui, si pemilik jung merasa bahwa Angui adalah anak yang cekatan dan terampil bekerja. Tanpa pikir panjang, ia pun berniat mengajaknya untuk berlayar. “Hai, Angui! Jika kamu tidak keberatan, maukah kamu ikut berlayar bersamaku?” tanya si pemilik perahu. Si Angui sangat senang mendengar ajakan itu. “Wah...saya senang sekali, Tuan! Tapi, sebelumnya saya harus meminta persetujuan ibu saya terlebih dahulu,” jawab Angui menanggapi ajakan itu. “Baiklah, Angui. Besok pagi saya tunggu kamu di jung ini, kita pergi berlayar bersama-sama,” ucap si pemilik kapal. Setelah itu, si Angui segera pulang ke rumahnya untuk menyampaikan berita tersebut kepada ibunya.
Sesampainya di rumah, Angui pun langsung menceritakannya kepada ibunya. “Ibu, tadi saya bertemu dengan si pemilik jung dagang di pelabuhan. Ia mengajakku pergi berlayar bersamanya. Bagaimana menurut ibu?” tanya Angui dengan hati-hati. “Ibu ingin melihat kamu berhasil, Nak! Ibu tidak keberatan jika kamu turut berlayar,” ibunya memberi izin dengan tulus. “Tapi, jika kamu sudah berhasil, cepatlah pulang! Ibu hanya tinggal sendirian. Ibu tidak punya siapa-siapa lagi selain kamu, Anakku. Cepatlah kembali!” pinta ibunya. Mendengar jawaban ibunya, Angui gembira bukan kepalang. “Terima kasih, Bu. Saya akan selalu mengingat pesan ibu. Doakan saya berhasil ya, Bu!” seru Angui sambil memeluk ibunya. “Besok pagi-pagi sekali, persiapkan segala keperluanmu, Nak! seru ibunya. Si Angui mengangguk-angguk dengan senang. Namun, tiba-tiba ia ingat sesuatu, ayam jago yang telah dipeliharanya sejak kecil. “Ibu, tolong jaga dan rawat baik-baik ayam jagoku, ya! Biarlah ayam itu tidak saya bawa agar Ibu selalu ingat kepada saya,” pinta Angui kepada ibunya. “Tentu, Anakku. Saya akan merawatnya dengan baik sampai kamu kembali,” jawab Ibu Angui.
Keesokan harinya, Angui pun berangkat ke pelabuhan diantar ibunya. “Ibu, Angui berangkat dulu. Jaga kesehatan ya, bu! Angui segera kembali jika sudah berhasil,” ujar Angui memberi harapan seraya mencium tangan ibunya. “Ya, naiklah segera ke jung. Sebentar lagi jungnya berangkat. Hati-hati ya, Nak! Jangan lupa pesan Ibu. Cepatlah kembali!” seru Ibu Angui sambil melambaikan tangan. Tak berapa lama, berangkatlah jung dagang itu bersama Angui. Jung itu pun semakin jauh mengarungi air sungai yang dalam itu.
Dari kejauhan tampak seorang perempuan tua di pelabuhan yang sedang melambaikan tangan tak henti-hentinya. Di atas jung, Angui pun membalas lambaian itu. Angui mengetahui bahwa perempuan tua itu adalah ibu kandungnya yang sangat dicintainya. Sejak di atas jung hingga menjauh dari pelabuhan, pandangan Angui tidak pernah lepas tertuju kepada ibunya. Ia merasa berat berpisah dengan ibunya. “Maafkan Angui, Ibu. Angui meninggalkan Ibu seorang diri. Tapi, ini demi kebaikan kita,” ucap Angui meneteskan air mata.
Sudah bertahun-tahun si Angui ikut bekerja pada si pemilik perahu. Angui senantiasa mengingat pesan ibunya. Setiap pekerjaan yang diberikan kepada bosnya, diselesaikannya dengan rapi dan bersih. Karena kecekatan dan ketelatenannya dalam bekerja, si Angui pun dinikahkan dengan anak si pemilik perahu yang sudah tua itu. Tak lama sesudah menikah, si pemilik perahu pun meninggal dunia. Seluruh harta kekayaannya diwarisi oleh si Angui bersama istrinya. Maka, terkenallah si Angui dan istrinya sebagai saudagar yang
kaya-raya. Karena merasa sudah berhasil, Angui pun teringat dengan pesan ibunya. Ia pun berniat untuk menjenguk ibunya yang tinggal jauh di kampung. Niat baik tersebut disambut baik oleh istrinya dengan penuh harapan. “Kaka, jadikan pelayaran ini sebagai kunjungan pertama ke rumah mertuaku,” ujar istrinya. “Baiklah, Adingku. Perintahkan anak buah jung menyiapkan jung yang paling besar dan barang-barang yang akan kita bawa,” jawab si Angui setuju. Setelah itu, diperintahkannya seluruh anak buahnya untuk menyiapkan seluruh keperluan selama pelayaran. Tak lupa pula mereka membawa berbagai macam barang mewah untuk dihadiahkan kepada ibu Angui. Setelah semuanya siap, jung Angui pun berangkat.
Beberapa hari kemudian, berlabuhlah jung yang megah itu di pelabuhan kampung Angui. Orang-orang terkagum-kagum melihat kemegahan kapal itu. Banyak orang yang bertanya-tanya, siapa gerangan pemilik kapal itu dan apa keperluan mereka datang ke tempat itu. Rasa penasaran mereka hilang, ketika Angui dan istrinya keluar dan berdiri di anjungan. Beberapa orang yang hadir di pelabuhan itu mengenal ciri-ciri sosok si Angui. “Hei, lihat laki-laki yang berdiri di anjungan bersama seorang wanita. Sepertinya dia itu si Angui. Coba perhatikan! Tahi lalat di atas pelupuk mata kanannya, itu kan ciri khas si Angui,” seru seorang yang sudah agak berumur. Semua yang hadir mengalihkan perhatiannya kepada laki-laki itu. “Ya, benar. Dia adalah si Angui, anak Diang Ingsun. Aku akan segera memberi tahu ibunya,” ujar penduduk lainnya. Belum beranjak dari tempatnya, tiba-tiba sejumlah anak-anak menghambur berlarian menuju rumah nenek tua itu, ibu si Angui, untuk menyampaikan berita itu. “Nek...Angui pulang...! Angui pulang...!Anguiiii Pulaaang...! teriak anak-anak tersebut di luar gubuk ibu Angui.
Mendengar teriakan itu, Diang Ingsun segera keluar dari gubuknya. Ia seakan tidak percaya dengan berita yang ada. Ia kemudian mendekati anak-anak itu. “Wahai, cucu-cucuku! Jangan membuat nenek kaget! Apa benar yang kalian katakan itu?” tanyanya terpatah-patah. “Benar, Neeek...,” sahut anak-anak serempak. “Jung Angui ada di pelabuhan!” tambah mereka. “Baiklah! Nenek segera ke sana,” ujar Diang Ingsun. Setelah anak-anak tersebut kembali ke pelabuhan, nenek itu pun masuk ke gubuknya. “Penampilanku sudah setua ini barangkali si Angui sudah tidak bisa mengenalku lagi. Aku juga sudah tidak kuat berjalan ke pelabuhan. Biarlah aku menaiki jukung rumpung ini. Aku akan berkayuh sekuatku. Mungkin ia memang tidak mengenaliku, tapi jukung ini akan mengingatkannya kepada masa kanak-kanaknya. Dulu, ia sering tiduran di jukung ini ketika aku sedang menangkap ikan,” gumam Diang Ingsun. Ia juga tidak lupa membawa ayam jago milik si Angui. “Ayam jago yang berumur panjang ini barangkali akan mengingatkan si Angui kepada pesannya beberapa tahun lalu. Sebelum berangkat berlayar, ia berpesan kepadaku untuk selalu merawat ayam ini hingga ia kembali,” Diang Ingsan kembali bergumam.
Berangkatlah nenek itu ke pelabuhan dengan jukung rumpungnya. Seekor ayam jantan bertengger di bagian depan jukungnya. Sesampainya di pelabuhan, terdengarlah suara teriakan dari para pengunjung yang ada di pelabuhan, “Diang Ingsun datang...Diang Ingsun datang...! Mendengar suara ribut-ribut di pelabuhan, si Angui dan istrinya melongok ke bawah. Mereka melihat sebuah jukung rumpung berhadapan dengan anjungan jungnya. “Siapa orang tua bersampan itu, Kaka?” tanya istri Angui. “Entahlah, Adingku,” jawab si Angui singkat.
“Angui..., Anakku! Ini ibumu, Nak...!” teriak Diang Ingsun dari dalam jukungnya. “Kaka, benarkah yang dikatakan perempuan tua itu?” tanya istrinya. “Bukan. Perempuan tua itu bukan ibuku,” bantah Angui kepada istrinya. “Ibuku tidak semiskin dan serenta itu!” tambah Angui. “Angui, ini ibu, Nak...!” nenek renta itu berseru. Dari atas jungnya yang megah, si Angui berucap, “Hai, perempuan tua, jangan mengaku-aku! Ibuku tidak seburuk kamu penampilannya!”
“Angui, Anakku! Engkau boleh tidak mengenali ibumu ini. Ayam jago kesayanganmu sengaja Ibu bawa untuk mengingatkanmu, Nak! seru ibunya mengiba. “Tidak mungkin ayam jagoku berusia setua itu. Jangan mengada-ada, wahai perempuan tua pendusta!” bentak si Angui. Si Angui mulai berkeringat dingin. Ia sangat malu kalau rahasianya terbongkar di hadapan istrinya. “Jukung ini adalah alat yang dulu kita gunakan untuk mencari ikan. Apakah kamu lupa, Anakku?” tanya ibunya lebih nyaring. Pertanyaan itu membuat si Angui semakin geram. “Persetan dengan jukung rumpung itu!” balas si Angui. Kemudian, ia memerintahkan seluruh anak buahnya untuk meninggalkan pelabuhan. “Angkat jangkar dan lepaskan semua tali. Kita pergi dari sini. Aku muak melihat perempuan miskin itu!” seru si Angui. Istrinya yang baik hati merasa iba terhadap nenek itu. “Kakaaa...kalau memang perempuan tua itu ibu kandungmu, tidak mengapa. Ading akan menerimanya dengan senang hati. Kita harus bersyukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa, karena Kaka masih dipertemukan dengan ibu yang pernah mengandung, melahirkan, dan membesarkanmu. Turunlah Kaka, rangkullah dia...! pinta istrinya mengiba kepada si Angui. Mendengar permintaan istrinya, si Angui tetap saja berkeras hati tidak mau mengakui ibu kandungnya sendiri. “Sudah kukatakan, aku tidak memiliki orang tua seburuk itu. Tua renta itu hanya mengada-ada! bantah si Angui.
Tak lama kemudian, jung pun bergerak perlahan-lahan meninggalkan pelabuhan. Si Angui menarik paksa tangan istrinya agar masuk ke dalam kamar. Hatinya sakit, karena rasa malu yang sangat. Akal sehatnya benar-benar sudah tertutup hingga ia tega mengingkari kenyataan bahwa perempuan tua itu adalah ibu kandungnya sendiri. Demikian pula perempuan tua yang malang itu. Hatinya hancur berkeping-keping dibentak dan dicaci-maki, bahkan diingkari sebagai ibu oleh anak kandungnya sendiri. Karena itu, ia menjadi putus asa. Sambil menangis, ia berdoa, “Wahai, Tuhan Yang Mahakuasa. Jika si pemilik perahu itu memang si Angui, anak kandung yang pernah kukandung sembilan bulan sepuluh hari di dalam rahimku, celakakanlah dia karena telah berani menghina ibu kandungnya ini! Dengan kekuasaan-Mu, biar jasad dan semua kekayaannya menjadi batu! Dia anak durhaka...!” kutuk Diang Ingsun.
Baru saja doa itu diucapkan, tiba-tiba hujan turun dengan deras, disertai angin kencang. Suara guntur bergemuruh, menggelegar bersahut-sahutan. Air laut pun bergejolak dengan dahsyatnya. Jung yang ditumpangi si Angui dan seluruh isinya, terombang-ambing oleh gelombang air laut itu. Hempasan gelombang yang dahsyat itu membelah jung itu menjadi dua bagian. Satu bagian berisi istri si Angui beserta dayangnya, satu bagian lagi dihuni oleh si Angui beserta anak buah jung dan segala harta kekayaannya. Dari dalam jung terdengar suara teriakan si Angui memanggil-mangggil ibunya dan meminta maaf. “Ibu..., Ibu..., maafkan aku, Bu! Aku memang anakmu! Aku tidak akan mengulangi lagi!” Istri Angui pun turut berteriak meminta maaf. Namun, teriakan mereka tidak dihiraukan oleh Diang Ingsun. Ia terus mengayuh jukungnya menjauhi pelabuhan.
Si Angui sangat menyesali perbuatannya. Sayang, nasi sudah menjadi bubur. Bencana pun tak terelakkan. Kapal yang besar dan megah itu tenggelam ke dasar laut. Ketika air laut yang sempat menggenangi daratan rendah pelabuhan di kampung si Angui berubah surut dan menjadi daratan, menyembullah potongan-potongan kapal yang sudah berwujud batu. Potongan kapal yang berisi istri Angui berubah menjadi gunung batu yang kemudian disebut Gunung Batu Bini, sedangkan potongan kapal yang berisi Angui setelah menjadi batu disebut Gunung Batu Laki. Tiang layarnya mencuat dan kemudian tumbuh menjadi pohon yang tinggi di puncak Gunung Batu Laki. Sementara Diang Ingsun menjelma menjadi menjadi burung elang mangkung berwarna hitam. Penduduk setempat sering melihat burung itu hinggap di Gunung Batu Laki. Bila hari panas, burung elang itu selalu berkulik-kulik, “Bulik...! bulik...! buliiiik...!”
Jung : kapal
Jukung : sampan
Kaka : kakak, panggilan istri terhadap suaminya
Ading : adik, panggilan suami terhadap istrinya
Bulik : balik, kembali, pulang
Cerita rakyat di atas termasuk ke dalam cerita-cerita teladan yang memuat pesan-pesan luhur dan ajaran moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Pesan-pesan moral tersebut tercermin pada sifat si Angui. Sifat baik yang dimiliki si Angui adalah selalu bersih dan rapi dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Sifat si Angui ini perlu untuk diteladani. Orang yang kerjanya senantiasa bersih dan rapi, tentu disukai oleh banyak orang.
Selain sifat baik, si Angui juga memiliki sifat buruk yang tidak boleh diteladani dalam cerita di atas yaitu suka lupa diri atau sombong. Sifat ini tampak ketika si Angui berhasil menjadi orang kaya, ia menjadi lupa diri. Karena ia sudah menjadi kaya-raya dan berpangkat, maka ia lupa segala-galanya. Bahkan ia lupa terhadap ibu kandungnya sendiri yang tua dan miskin itu. Sifat buruk lainnya yang dimiliki si Angui adalah suka membentak, mencaci-maki, bahkan mengingkari ibu kandungnya sendiri, sehingga ia “dicap” sebagai anak durhaka. Sifat buruk si Angui tersebut sangat dibenci, ditabukan dan dilarang oleh orang Melayu. Meskipun demikian, mereka menyadari bahwa tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Setiap orang tentulah memiliki kelebihan dan kekurangan. Orang Melayu hanya berusaha sekuat tenaga dengan berbagai cara untuk menghilangkan, atau menutupi dan memperbaiki kekurangan tersebut. Salah satu caranya adalah melalui sindiran-sindiran. Ada beberapa sindiran yang berkaitan dengan sifat-sifat buruk yang dimiliki si Angui di atas.
“bila kaya, besar kepala,
bila perpangkat, berobah sifat”
Dalam ungkapan yang senada juga disebutkan:
“bila terpandang,
hidung pun kembang”
“bila terkenal,
lupakan asal”
“bila dipuji lupakan diri,
bila disanjung tak ingat untung”
Sementara sifat durhaka si Angui terhadap ibunya termasuk ke dalam pantangan orang Melayu. Menurut mereka, sifat buruk ini harus dibuang dan dijauhi, karena sanksi pelanggarannya sangat besar. Oleh karena itu, orang tua-tua Melayu selalu mengingatkan anggota masyarakatnya agar meninggalkan dan menjauhi sifat-sifat yang dipantangkan, termasuk durhaka terhadap orang tua. Berkaitan dengan hal ini, banyak disebutkan di dalam ungkapan Melayu. Tennas Effendy dalam bukunya “Ejekan” Terhadap Orang Melayu Riau dan Pantangan Orang Melayu Riau, banyak menyebutkan ungkapan sifat durhaka terhadap orang tua, di antaranya:
penggalan perahu layar milik seorang anak durhaka yang bernama si Angui. Karena sumpah sakti seorang ibu menjadikan si Angui, istri, beserta seluruh harta kekayaannya, berubah menjadi batu. Kemudian kedua batu tersebut berubah menjadi dua buah gunung yang mirip dengan bentuk sebuah perahu yang terpotong dua. Peristiwa itu dikemas dalam sebuah cerita rakyat yang dikenal dengan cerita Batu Bini Batu Laki. Bagaimana si Angui bisa durhaka terhadap ibunya, sehingga ia disumpah menjadi batu? Ingin tahu jawabannya? Ikuti kisahnya dalam cerita berikut ini.
Alkisah pada zaman dahulu kala, daerah yang terletak di sebelah Barat lereng Pegunungan Meratus pernah digengangi air yang dalam. Hanya ada satu daratan yang tidak digenangi air. Daratan itu dihuni oleh sekelompok masyarakat. Di salah satu rumah penduduk, tinggallah seorang janda tua bernama Diang Ingsun dengan anak laki-lakinya bernama si Angui. Keluarga kecil ini hidup dari hasil hutan dan dan sungai. Setiap hari Diang Ingsun mencari ikan di sungai dibantu oleh anak tunggalnya, si Angui. Mereka juga mengumpulkan umbi-umbian untuk dimakan. Jika ada sisa, mereka menjualnya kepada penduduk yang membutuhkan untuk ditukar dengan beras.
Si Angui masih tergolong anak-anak. Ia selalu duduk di dalam jukung menyertai ke mana saja ibunya pergi. Si Angui dan ibunya menjalani hidupnya penuh keprihatinan. Waktu terus berjalan, tak terasa si Angui tumbuh menjadi dewasa. Ibunya pun semakin tua. Mereka masih tekun bekerja. Kini, si Angui tidak hanya membantu ibunya menangkap ikan. Ia juga setiap hari ke hutan mengumpulkan rotan untuk dijual ke pedagang yang datang ke kampungnya. Sebelum rotan itu dijual, terlebih dahulu ia bersihkan lalu diikatnya dengan rapi. Apa pun yang ia kerjakan, ia selalu teringat dengan pesan ibunya sejak ia masih kecil: jika mengerjakan sesuatu hendaklah selalu bersih dan rapi.
Suatu hari, merapatlah sebuah jung yang besar di pelabuhan kampung Angui. Jung itu membawa berbagai barang dagangan untuk ditukar dengan bilah-bilah rotan, damar, dan lilin yang dihasilkan oleh penduduk di daerah itu. Si Angui turut pula menyerahkan sejumlah rotan miliknya untuk ditukarkan dengan garam, beras dan gula merah. Tanpa disadari, ternyata salah seorang awak jung yang berpenampilan rapi
memerhatikannya dari kejauhan. Dia adalah pemilik jung itu. Tak lama, dia pun memerintahkan anak buahnya agar si Angui datang menghadap kepadanya. Anak buah itu pun menghampiri Angui. “Permisi anak muda! Saya diperintahkan oleh juragan saya memanggil kamu untuk menghadap kepadanya,” sapa anak buah itu sambil menunjuk ke arah juragannya. Angui pun menoleh ke arah pemilik jung. Ketika mata Angui tertuju kepadanya, pemilik jung pun tersenyum dan mengangguk-angguk, sebagai tanda bahwa ia benar-benar memanggil si Angui. Setelah merasa yakin, Angui pun segera menghadap kepada pemilik jung itu. “Hai anak muda! Siapa namamu?” tanya si pemilik perahu. “Penduduk kampung di sini memanggilku Angui, Tuan!” jawab Angui malu-malu. “Begini Angui. Aku sangat tertarik dengan bilah-bilah rotanmu. Batangnya cukup tua dan kering. Ikatannya pun bersih dan rapi,” ujar si pemilik jung memuji rotan si Angui. Angui hanya tersenyum dan bersikap hormat, lalu berkata, “Walaupun ibu saya tidak berpengetahuan luas, ia selalu mengingatkan agar saya berbuat dan bekerja dengan bersih dan rapi.”
Mendengar keterangan Angui, si pemilik jung merasa bahwa Angui adalah anak yang cekatan dan terampil bekerja. Tanpa pikir panjang, ia pun berniat mengajaknya untuk berlayar. “Hai, Angui! Jika kamu tidak keberatan, maukah kamu ikut berlayar bersamaku?” tanya si pemilik perahu. Si Angui sangat senang mendengar ajakan itu. “Wah...saya senang sekali, Tuan! Tapi, sebelumnya saya harus meminta persetujuan ibu saya terlebih dahulu,” jawab Angui menanggapi ajakan itu. “Baiklah, Angui. Besok pagi saya tunggu kamu di jung ini, kita pergi berlayar bersama-sama,” ucap si pemilik kapal. Setelah itu, si Angui segera pulang ke rumahnya untuk menyampaikan berita tersebut kepada ibunya.
Sesampainya di rumah, Angui pun langsung menceritakannya kepada ibunya. “Ibu, tadi saya bertemu dengan si pemilik jung dagang di pelabuhan. Ia mengajakku pergi berlayar bersamanya. Bagaimana menurut ibu?” tanya Angui dengan hati-hati. “Ibu ingin melihat kamu berhasil, Nak! Ibu tidak keberatan jika kamu turut berlayar,” ibunya memberi izin dengan tulus. “Tapi, jika kamu sudah berhasil, cepatlah pulang! Ibu hanya tinggal sendirian. Ibu tidak punya siapa-siapa lagi selain kamu, Anakku. Cepatlah kembali!” pinta ibunya. Mendengar jawaban ibunya, Angui gembira bukan kepalang. “Terima kasih, Bu. Saya akan selalu mengingat pesan ibu. Doakan saya berhasil ya, Bu!” seru Angui sambil memeluk ibunya. “Besok pagi-pagi sekali, persiapkan segala keperluanmu, Nak! seru ibunya. Si Angui mengangguk-angguk dengan senang. Namun, tiba-tiba ia ingat sesuatu, ayam jago yang telah dipeliharanya sejak kecil. “Ibu, tolong jaga dan rawat baik-baik ayam jagoku, ya! Biarlah ayam itu tidak saya bawa agar Ibu selalu ingat kepada saya,” pinta Angui kepada ibunya. “Tentu, Anakku. Saya akan merawatnya dengan baik sampai kamu kembali,” jawab Ibu Angui.
Keesokan harinya, Angui pun berangkat ke pelabuhan diantar ibunya. “Ibu, Angui berangkat dulu. Jaga kesehatan ya, bu! Angui segera kembali jika sudah berhasil,” ujar Angui memberi harapan seraya mencium tangan ibunya. “Ya, naiklah segera ke jung. Sebentar lagi jungnya berangkat. Hati-hati ya, Nak! Jangan lupa pesan Ibu. Cepatlah kembali!” seru Ibu Angui sambil melambaikan tangan. Tak berapa lama, berangkatlah jung dagang itu bersama Angui. Jung itu pun semakin jauh mengarungi air sungai yang dalam itu.
Dari kejauhan tampak seorang perempuan tua di pelabuhan yang sedang melambaikan tangan tak henti-hentinya. Di atas jung, Angui pun membalas lambaian itu. Angui mengetahui bahwa perempuan tua itu adalah ibu kandungnya yang sangat dicintainya. Sejak di atas jung hingga menjauh dari pelabuhan, pandangan Angui tidak pernah lepas tertuju kepada ibunya. Ia merasa berat berpisah dengan ibunya. “Maafkan Angui, Ibu. Angui meninggalkan Ibu seorang diri. Tapi, ini demi kebaikan kita,” ucap Angui meneteskan air mata.
Sudah bertahun-tahun si Angui ikut bekerja pada si pemilik perahu. Angui senantiasa mengingat pesan ibunya. Setiap pekerjaan yang diberikan kepada bosnya, diselesaikannya dengan rapi dan bersih. Karena kecekatan dan ketelatenannya dalam bekerja, si Angui pun dinikahkan dengan anak si pemilik perahu yang sudah tua itu. Tak lama sesudah menikah, si pemilik perahu pun meninggal dunia. Seluruh harta kekayaannya diwarisi oleh si Angui bersama istrinya. Maka, terkenallah si Angui dan istrinya sebagai saudagar yang
kaya-raya. Karena merasa sudah berhasil, Angui pun teringat dengan pesan ibunya. Ia pun berniat untuk menjenguk ibunya yang tinggal jauh di kampung. Niat baik tersebut disambut baik oleh istrinya dengan penuh harapan. “Kaka, jadikan pelayaran ini sebagai kunjungan pertama ke rumah mertuaku,” ujar istrinya. “Baiklah, Adingku. Perintahkan anak buah jung menyiapkan jung yang paling besar dan barang-barang yang akan kita bawa,” jawab si Angui setuju. Setelah itu, diperintahkannya seluruh anak buahnya untuk menyiapkan seluruh keperluan selama pelayaran. Tak lupa pula mereka membawa berbagai macam barang mewah untuk dihadiahkan kepada ibu Angui. Setelah semuanya siap, jung Angui pun berangkat.
Beberapa hari kemudian, berlabuhlah jung yang megah itu di pelabuhan kampung Angui. Orang-orang terkagum-kagum melihat kemegahan kapal itu. Banyak orang yang bertanya-tanya, siapa gerangan pemilik kapal itu dan apa keperluan mereka datang ke tempat itu. Rasa penasaran mereka hilang, ketika Angui dan istrinya keluar dan berdiri di anjungan. Beberapa orang yang hadir di pelabuhan itu mengenal ciri-ciri sosok si Angui. “Hei, lihat laki-laki yang berdiri di anjungan bersama seorang wanita. Sepertinya dia itu si Angui. Coba perhatikan! Tahi lalat di atas pelupuk mata kanannya, itu kan ciri khas si Angui,” seru seorang yang sudah agak berumur. Semua yang hadir mengalihkan perhatiannya kepada laki-laki itu. “Ya, benar. Dia adalah si Angui, anak Diang Ingsun. Aku akan segera memberi tahu ibunya,” ujar penduduk lainnya. Belum beranjak dari tempatnya, tiba-tiba sejumlah anak-anak menghambur berlarian menuju rumah nenek tua itu, ibu si Angui, untuk menyampaikan berita itu. “Nek...Angui pulang...! Angui pulang...!Anguiiii Pulaaang...! teriak anak-anak tersebut di luar gubuk ibu Angui.
Mendengar teriakan itu, Diang Ingsun segera keluar dari gubuknya. Ia seakan tidak percaya dengan berita yang ada. Ia kemudian mendekati anak-anak itu. “Wahai, cucu-cucuku! Jangan membuat nenek kaget! Apa benar yang kalian katakan itu?” tanyanya terpatah-patah. “Benar, Neeek...,” sahut anak-anak serempak. “Jung Angui ada di pelabuhan!” tambah mereka. “Baiklah! Nenek segera ke sana,” ujar Diang Ingsun. Setelah anak-anak tersebut kembali ke pelabuhan, nenek itu pun masuk ke gubuknya. “Penampilanku sudah setua ini barangkali si Angui sudah tidak bisa mengenalku lagi. Aku juga sudah tidak kuat berjalan ke pelabuhan. Biarlah aku menaiki jukung rumpung ini. Aku akan berkayuh sekuatku. Mungkin ia memang tidak mengenaliku, tapi jukung ini akan mengingatkannya kepada masa kanak-kanaknya. Dulu, ia sering tiduran di jukung ini ketika aku sedang menangkap ikan,” gumam Diang Ingsun. Ia juga tidak lupa membawa ayam jago milik si Angui. “Ayam jago yang berumur panjang ini barangkali akan mengingatkan si Angui kepada pesannya beberapa tahun lalu. Sebelum berangkat berlayar, ia berpesan kepadaku untuk selalu merawat ayam ini hingga ia kembali,” Diang Ingsan kembali bergumam.
Berangkatlah nenek itu ke pelabuhan dengan jukung rumpungnya. Seekor ayam jantan bertengger di bagian depan jukungnya. Sesampainya di pelabuhan, terdengarlah suara teriakan dari para pengunjung yang ada di pelabuhan, “Diang Ingsun datang...Diang Ingsun datang...! Mendengar suara ribut-ribut di pelabuhan, si Angui dan istrinya melongok ke bawah. Mereka melihat sebuah jukung rumpung berhadapan dengan anjungan jungnya. “Siapa orang tua bersampan itu, Kaka?” tanya istri Angui. “Entahlah, Adingku,” jawab si Angui singkat.
“Angui..., Anakku! Ini ibumu, Nak...!” teriak Diang Ingsun dari dalam jukungnya. “Kaka, benarkah yang dikatakan perempuan tua itu?” tanya istrinya. “Bukan. Perempuan tua itu bukan ibuku,” bantah Angui kepada istrinya. “Ibuku tidak semiskin dan serenta itu!” tambah Angui. “Angui, ini ibu, Nak...!” nenek renta itu berseru. Dari atas jungnya yang megah, si Angui berucap, “Hai, perempuan tua, jangan mengaku-aku! Ibuku tidak seburuk kamu penampilannya!”
“Angui, Anakku! Engkau boleh tidak mengenali ibumu ini. Ayam jago kesayanganmu sengaja Ibu bawa untuk mengingatkanmu, Nak! seru ibunya mengiba. “Tidak mungkin ayam jagoku berusia setua itu. Jangan mengada-ada, wahai perempuan tua pendusta!” bentak si Angui. Si Angui mulai berkeringat dingin. Ia sangat malu kalau rahasianya terbongkar di hadapan istrinya. “Jukung ini adalah alat yang dulu kita gunakan untuk mencari ikan. Apakah kamu lupa, Anakku?” tanya ibunya lebih nyaring. Pertanyaan itu membuat si Angui semakin geram. “Persetan dengan jukung rumpung itu!” balas si Angui. Kemudian, ia memerintahkan seluruh anak buahnya untuk meninggalkan pelabuhan. “Angkat jangkar dan lepaskan semua tali. Kita pergi dari sini. Aku muak melihat perempuan miskin itu!” seru si Angui. Istrinya yang baik hati merasa iba terhadap nenek itu. “Kakaaa...kalau memang perempuan tua itu ibu kandungmu, tidak mengapa. Ading akan menerimanya dengan senang hati. Kita harus bersyukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa, karena Kaka masih dipertemukan dengan ibu yang pernah mengandung, melahirkan, dan membesarkanmu. Turunlah Kaka, rangkullah dia...! pinta istrinya mengiba kepada si Angui. Mendengar permintaan istrinya, si Angui tetap saja berkeras hati tidak mau mengakui ibu kandungnya sendiri. “Sudah kukatakan, aku tidak memiliki orang tua seburuk itu. Tua renta itu hanya mengada-ada! bantah si Angui.
Tak lama kemudian, jung pun bergerak perlahan-lahan meninggalkan pelabuhan. Si Angui menarik paksa tangan istrinya agar masuk ke dalam kamar. Hatinya sakit, karena rasa malu yang sangat. Akal sehatnya benar-benar sudah tertutup hingga ia tega mengingkari kenyataan bahwa perempuan tua itu adalah ibu kandungnya sendiri. Demikian pula perempuan tua yang malang itu. Hatinya hancur berkeping-keping dibentak dan dicaci-maki, bahkan diingkari sebagai ibu oleh anak kandungnya sendiri. Karena itu, ia menjadi putus asa. Sambil menangis, ia berdoa, “Wahai, Tuhan Yang Mahakuasa. Jika si pemilik perahu itu memang si Angui, anak kandung yang pernah kukandung sembilan bulan sepuluh hari di dalam rahimku, celakakanlah dia karena telah berani menghina ibu kandungnya ini! Dengan kekuasaan-Mu, biar jasad dan semua kekayaannya menjadi batu! Dia anak durhaka...!” kutuk Diang Ingsun.
Baru saja doa itu diucapkan, tiba-tiba hujan turun dengan deras, disertai angin kencang. Suara guntur bergemuruh, menggelegar bersahut-sahutan. Air laut pun bergejolak dengan dahsyatnya. Jung yang ditumpangi si Angui dan seluruh isinya, terombang-ambing oleh gelombang air laut itu. Hempasan gelombang yang dahsyat itu membelah jung itu menjadi dua bagian. Satu bagian berisi istri si Angui beserta dayangnya, satu bagian lagi dihuni oleh si Angui beserta anak buah jung dan segala harta kekayaannya. Dari dalam jung terdengar suara teriakan si Angui memanggil-mangggil ibunya dan meminta maaf. “Ibu..., Ibu..., maafkan aku, Bu! Aku memang anakmu! Aku tidak akan mengulangi lagi!” Istri Angui pun turut berteriak meminta maaf. Namun, teriakan mereka tidak dihiraukan oleh Diang Ingsun. Ia terus mengayuh jukungnya menjauhi pelabuhan.
Si Angui sangat menyesali perbuatannya. Sayang, nasi sudah menjadi bubur. Bencana pun tak terelakkan. Kapal yang besar dan megah itu tenggelam ke dasar laut. Ketika air laut yang sempat menggenangi daratan rendah pelabuhan di kampung si Angui berubah surut dan menjadi daratan, menyembullah potongan-potongan kapal yang sudah berwujud batu. Potongan kapal yang berisi istri Angui berubah menjadi gunung batu yang kemudian disebut Gunung Batu Bini, sedangkan potongan kapal yang berisi Angui setelah menjadi batu disebut Gunung Batu Laki. Tiang layarnya mencuat dan kemudian tumbuh menjadi pohon yang tinggi di puncak Gunung Batu Laki. Sementara Diang Ingsun menjelma menjadi menjadi burung elang mangkung berwarna hitam. Penduduk setempat sering melihat burung itu hinggap di Gunung Batu Laki. Bila hari panas, burung elang itu selalu berkulik-kulik, “Bulik...! bulik...! buliiiik...!”
Jung : kapal
Jukung : sampan
Kaka : kakak, panggilan istri terhadap suaminya
Ading : adik, panggilan suami terhadap istrinya
Bulik : balik, kembali, pulang
Cerita rakyat di atas termasuk ke dalam cerita-cerita teladan yang memuat pesan-pesan luhur dan ajaran moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Pesan-pesan moral tersebut tercermin pada sifat si Angui. Sifat baik yang dimiliki si Angui adalah selalu bersih dan rapi dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Sifat si Angui ini perlu untuk diteladani. Orang yang kerjanya senantiasa bersih dan rapi, tentu disukai oleh banyak orang.
Selain sifat baik, si Angui juga memiliki sifat buruk yang tidak boleh diteladani dalam cerita di atas yaitu suka lupa diri atau sombong. Sifat ini tampak ketika si Angui berhasil menjadi orang kaya, ia menjadi lupa diri. Karena ia sudah menjadi kaya-raya dan berpangkat, maka ia lupa segala-galanya. Bahkan ia lupa terhadap ibu kandungnya sendiri yang tua dan miskin itu. Sifat buruk lainnya yang dimiliki si Angui adalah suka membentak, mencaci-maki, bahkan mengingkari ibu kandungnya sendiri, sehingga ia “dicap” sebagai anak durhaka. Sifat buruk si Angui tersebut sangat dibenci, ditabukan dan dilarang oleh orang Melayu. Meskipun demikian, mereka menyadari bahwa tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Setiap orang tentulah memiliki kelebihan dan kekurangan. Orang Melayu hanya berusaha sekuat tenaga dengan berbagai cara untuk menghilangkan, atau menutupi dan memperbaiki kekurangan tersebut. Salah satu caranya adalah melalui sindiran-sindiran. Ada beberapa sindiran yang berkaitan dengan sifat-sifat buruk yang dimiliki si Angui di atas.
“bila kaya, besar kepala,
bila perpangkat, berobah sifat”
Dalam ungkapan yang senada juga disebutkan:
“bila terpandang,
hidung pun kembang”
“bila terkenal,
lupakan asal”
“bila dipuji lupakan diri,
bila disanjung tak ingat untung”
Sementara sifat durhaka si Angui terhadap ibunya termasuk ke dalam pantangan orang Melayu. Menurut mereka, sifat buruk ini harus dibuang dan dijauhi, karena sanksi pelanggarannya sangat besar. Oleh karena itu, orang tua-tua Melayu selalu mengingatkan anggota masyarakatnya agar meninggalkan dan menjauhi sifat-sifat yang dipantangkan, termasuk durhaka terhadap orang tua. Berkaitan dengan hal ini, banyak disebutkan di dalam ungkapan Melayu. Tennas Effendy dalam bukunya “Ejekan” Terhadap Orang Melayu Riau dan Pantangan Orang Melayu Riau, banyak menyebutkan ungkapan sifat durhaka terhadap orang tua, di antaranya: